45

2K 83 11
                                    

"Tadi siang, adek gue Nara di serang orang."

Semua orang yang berada disana terkejut dengan kabar itu, tidak terkecuali teman-teman Zahir yang hadir malam itu.

"Dan yang gue denger, yang nyerang adek gue menggunakan jaket Black Wolf."

Mereka saling lirik satu sama lain, Zahir juga memusatkan padangan'nya pada satu satu diantara mereka, ia melihat wajah-wajah yang tampak kaget dengan berita tersebut. Yah mereka semua disana mengenal Nara, siapa coba yang tidak mengenal Nara mantan pacar dari Beno Al Asher ketua mereka. Terlebih Nara juga memiliki sifat baik yang membuat dirinya terkenal bukan hanya sebagai pacar ketua, tapi juga teman yang baik bagi mereka.

"Seriusan? Kok lo baru kasih tau sekarang si?" Tanya Agam mewakili yang lain.

"Gue juga baru tau kejadianya barusan, itupun bukan dari mulut Nara langsung, tapi dari Azka yang udah nolongin dia tadi siang." Jelas Zahir, suasana di warung engkong yang tadinya sunyi mulai berisik, mereka saling bertanya-tanya siapa orang yang sudah menyerang Nara, terlebih orang itu menggunakan jaket Black Wolf sebagai tamengnya.

"Bang lo ada gambaran siapa pelakunya?" Tanya Darren, karna siapa tau ia mengenal siapa orang yang telah menyerang Nara, sebagai ketua ini semua adalah tugasnya memastikan jika setiap anggotanya aman.

Zahir menggeleng, karna memang ia tak punya gambaran apapun, Azka juga hanya mengatakan jika orang itu menggunakan jaket Black Wolf dan berjumlah tiga orang.

"Gue takut kalau bukan hanya Nara, tapi masih ada yang lain sebagai incaranya." Ujar Zahir menyampaikan maksud dirinya menyampaikan hal ini.

"Kita bicarain lagi sama Beno besok aja gimana? Karna walaupun bukan lagi ketua, dia berhak tau masalah ini." Ujar Davie memberikan usulan.

"Dan Darren, bukan maksud gue ngge menghargai Lo sebagai ketua, tapi menurut gue dengan adanya Beno, dan anggota yang lain itu lebih bisa memberikan ide ataupun saran, apa yang akan kita lakukan kedepanya." Lanjut Davie meneruskan kalimatnya agar tidak terjadi kesalah pahaman diantara mereka.

"Ngga papa bang, gue sama sekali ngga tersinggung ko."

_

"Kalian berdua nunggu siapa?" Tanya seorang gadis kecil yang biasanya di panggil Fika oleh keluarganya.

"Hmmb supir, cuman belum jemput." Jawab salah satunya.

"Devan jangan gitu, kalau ada yang nanya itu di jawab." Tegur Devon pada saudara kembarnya yang hanya diam .

"Ngapain si nanya-nanya, aku masi kesel tau sama dia." Ujar Devon menatap Fika kesal.

"Kata aunty Nara, kita ngga boleh dendam, ntar hidupnya ngga tenang, pantes aja Devon suka ngrasak-ngrusuk, itu mungkin karna kamu suka dendam." Balas Fika dengan polosnya.

"Ngga peduli, Ayuk pergi dari sini aja." Devon menarik tangan Devan agar menjauh dari boca perempuan bernama Fika tersebut.

"Huft untung ganteng, kalau engga udah aku tonjok." Balas Fika bergumam.

"Siapa yang mau ditonjok?" Tanya Seseorang yang sudah berada di belakang Fika, Fika tentu saja menoleh untuk memastikan suara yang ia kenali tersebut.

"Aunty!!"

Teriak Fika heboh, sontak saja ia langsung mendekat dan memeluk Auntynya tersebut, sudah sangat lama ia tak bertemu dengan Aunty bawel yang suka sekali ribut ataupun berdebat dengan dirinya.

"Kangen aunty." Ujarnya pelan tanpa melepaskan pelukannya.

"Sama, Aunty juga kangen ribut sama kamu." Ujar Nara membalas Fika.

Tak Tepat WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang