Highest Rank :
# 1 on Captain (13/01/2021)
# 4 on Aksara (04/06/2021)
# 4 on TNI (17/06/2021)
# 1 on Makassar (15/07/2021)
# 1 on Kapten (22/09/2021)
# 2 on Wedding (04/01/2022)
# 1 on Makassar (14/06/2023)
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Naura berdiri di sebuah makam yang masih baru, bunga-bunga yang ditebar juga masih harum, tanahnya masih sedikit basah. Ia terdiam mengamati nama yang tertulis di nisan.
Natasha frisella Binti Imam handoko
Dia...
"Dia sudah meninggal?" tanya nya hati-hati, Aksa hanya mengangguk.
Setelah melihat tanggal wafat, ia kembali menoleh ke arah suaminya. Seolah mengerti apa maksud dari Naura, tanpa diberi pertanyaan Aksa langsung menjawabnya
"Ya, dia meninggal 2 hari yang lalu." jawab Aksa tenang.
"Apa aku harus minta maaf?" Aksa mencoba mengulas senyumnya
"Tidak perlu, aku yang salah tidak menjaga perasaanmu." ia kemudian memeluk Naura hangat. Naura hanya bisa merasakan kenyamanan dipelukan suaminya, tetapi disisi lain ia juga merasa bersedih dengan kematian wanita itu.
"Mas.."
"Ya.." jawab Aksa masih menopang dagunya pada kepala Naura.
"Apa dia benar² wanita yang kemarin?"
"Ya, dia wanita yang kamu temui di rumah sakit. Saat itu, adalah hari dimana ia harus kembali menjalani operasi. Operasinya berhasil, namun tubuhnya menolak sembuh, sampai 4 hari setelah operasi, dia meninggalkan dunia."
"Aku turut berduka cita." ungkap Naura tulus.
"Ya, terimakasih sayang." sambil mengusap² punggung Naura yang masih dalam pelukannya.
"Jadi, apa kamu memaafkan saya?"
"Iya."
"Kita pulang kerumah, ya." permintaannya pun disetujui oleh Naura dengan anggukan.
Flashback on
Di rumah sakit.....
"Kamu ngapain ada disini?" tanya Dian sarkas.
"Aksa mau temani Naura cek kandungan ma," jujur Aksa sambil menyalami tangan Dian, yang mau tidak mau, Dian harus mengulurkan tangannya kepada menantunya itu.
"Ma, tadi mas Aksa udah jelasin semuanya, dan sepulang dari sini, Naura mau ikut mas Aksa, kami ada urusan sebentar, supaya Naura juga nggak salah paham."
Dian hanya hening
"Ini keputusan Naura, ma. Mama ngerti yah." pinta Naura lembut.
Dian pun terpaksa menuruti kemauan putrinya, bagaimanapun juga ia tidak berhak ikut campur dalam urusan rumah tangga anaknya sampai terlalu jauh.
"Ya sudah, nanti biar mama yang jelaskan ke ayah kalo ayah kamu tanya."
"Makasih ya ma, udah mau hargai keputusan Naura."
"Iya sama-sama. Mama perlu tunggu kamu nggak?"
"Mama bareng kita aja ma, nanti kita anter mama pulang dulu sekalian ketemu ayah."
"Ooh gitu, yaudah."
Tak berselang lama, nama Naura dipanggil untuk masuk kedalam ruangan. Aksa dan Naura pun masuk kedalam, Dian duduk di kursi, menunggu didepan ruangan dokter.
***
Mereka masuk kedalam mobil Aksa dan mulai perjalanan pulang menuju rumah Naura, mobil Aksa melaju ditengah jalanan yang ramai namun beruntungnya tak begitu macet.
"Tadi gimana kandungan kamu Ra?"
"Alhamdulillah baik ma, udah masuk 31minggu. Bbj dan Ddj normal."
"Alhamdulillah.. Jadi nggak sabar mau gendong cucu."
"Hehe sabar ya ma, Naura juga udah nggak sabar banget."
"Iyaa, mangkanya kamu jaga kesehatan terus yah, supaya cucu mama didalem juga sehat terus."
"Iya ma, pasti."
Aksa mendengarkan perbincangan ibu dan anak itu didalam mobilnya, sampai kemudian ia tergerak untuk bertanya, memastikan apakah mertuanya itu masih marah dengannya atau tidak.
"Mm, ma.."
"Kenapa?"
"Mama masih marah sama Aksa?"
Naura terdiam mendengar pertanyaan suaminya, Dian pun merasa bingung harus bilang apa.
"Aksa, sebenernya mama nggak marah sama kamu, tapi mama tuh kecewa sama sikap kamu kemarin, hati mama jujur aja sakit kamu memperlakukan Naura seperti itu." Aksa tertunduk lesu.
"Maaf kemarin marahnya mama berlebihan ke kamu, itu semua karena mama sangat sayang sama Naura."
"Maaf ya ma, Aksa janji kedepannya nggak akan ada hal seperti ini lagi."
"He'em. Nanti kamu jelaskan aja ke ayah ya."
"Iya ma."
Mobil Aksa sukses terparkir di halaman rumah Naura, mereka bertiga keluar dari mobil dan masuk kedalam rumah, Didalam, ada Samsudin yang sedang membaca koran dengan secangkir kopi hitam di atas meja. Awalnya nyali Aksa sempat agak menciut, namun ia beranikan diri karena ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Setelah kurang lebih 1 jam ia berbicara dan menjelaskan keadaannya kepada ayah Naura, kesalahpahaman Aksa akhirnya dimaafkan oleh ayah Naura,