Bab 14 - Terkuak

145 26 69
                                    

Hadapi ketika mendapat masalah. Jangan hanya pasrah, buktikan bahwa kamu tidak akan menyerah.

•••••

Satu kalimat yang akan aku ketik setelah ini, pasti akan membuat semua orang mengangguk mengiyakan. Terkadang, orang yang banyak tertawa sebenarnya adalah orang yang sedang menyimpan banyak luka. Saking banyaknya, untuk ia menangisi luka itu pun sudah tidak ada daya. Satu-satunya cara memanglah menghibur diri agar terlihat bahagia, meskipun ada luka yang masih menganga.

Setiap manusia memiliki masalah, sekecil apa pun. Namun, ada yang harus dipercaya dari ini, bahwa; Allah tidak akan membebani seorang hamba, kecuali dengan kesanggupannya, dan setiap kesulitan sudah pasti ada kemudahan. Adanya masalah bukan karena Allah tak sayang, tapi bentuk bahwa Allah cinta.

Yolanda mendekat ke arahku sambil membawa panci yang berisi air. Kami berenam memang sedang berkreasi di dapur amih seru. “Bikin samyang dulu biar ada yang sayang.” Kami serempak tertawa mendengar itu.

Ini aneh. Ada seorang teman yang rela membuat dirinya seperti orang gila hanya karena ingin membuat kita tertawa, tapi nyatanya kita menganggap dia gila sungguhan.

Aku mengambil pisau dan memotong sosis, cikua, cireng, dan beberapa bahan lain sebagai pelengkap penyajian. Hampir satu jam berlalu, kami kini menggotong hasil kreasi dapur ke meja makan.

Laura mengambil posisi duduk di tengah-tengah. “Ini beneran Amih nggak disisain?” tanyanya. Aku menggeleng. Hari ini mood amih dan Lashif sedang tidak baik-baik saja. Mereka berantakan dan aku belum berani mengganggu keduanya.

Saat melihat mereka menyantap mi dengan lahap dan sesekali tertawa, aku jadi tersenyum sumbang. Banyak kasus pertemanan akan berubah setelah hari kelulusan tiba. Rasanya berat. Aku takut semakin aku tumbuh semakin aku dihantui rasa takut.

Kelar acara makan-makan kecil tadi, kami serempak ke kamarku untuk latihan exam besok hari.

“Bab empat banyak yang mesti diapalin dong,” kata Kinara setelah meneguk air putih.

“Biasanya bab ini banyak soal yang menjebak. Pusing,” sahut Devina.

“Yok semangat yok. Mau lulus nih. Segini doang usahanya?” Laura mulai menengahi.

“Siap cikgu!”

“Kadang belajar bukan karena pingin dapat peringkat, tapi pingin banggain orang tua yang udah banting tulang buat bikin anaknya pinter,” kata Yolanda.

“Thats true! Soal nilai mah bodo yang penting niat,” imbuh Gisha.

“Aku punya dua hal untuk dapatin nilai bagus, meskipun nggak sempurna. Minimal di atas nilai rata-rata, lah,” kataku.

“Apa?” serempak mereka.

“Yang pertama tanggung jawab, dan yang kedua kemauan.” Aku meneguk segelas air sebentar, lalu menatap mereka bergantian. “Tanggung jawab kita sebagai pelajar dan kemauan kita dalam belajar. Kalau kita bertanggung jawab dan punya kemauan kayak ngerjain tugas tepat waktu atau selalu ngerjain PR meskipun kita sendiri nggak ngerti, percaya deh. Guru nggak akan segan-segan memperbagus nilai kita, kalau kita bisa punya dua hal itu. Walau nilai pas exam jelek, guru bisa ngasih kita nilai lebih dengan dalih saat penugasan harian kita punya tanggung jawab dan kemauan.”

Menolak Bersama [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang