"tak semua yang bersama akan berakhir bahagia"
.
.
"Heh bangun cepetan! Lo kebo banget sih," kata seorang laki laki dengan nada kesal bercampur marah.
Orang yang sejak tadi berusaha dibangunkannya hanya membuka sepertiga matanya. Dia mengusap mata sambil menguap. "apaan sih?"
"Tiap kali lo ada masalah pasti kesini, nyanyi nyanyi, mabok, terus susah dibangunin. Mau sampe kapan lo kayak gini?" cerocos lelaki itu pada orang di depannya. Dia membereskan semua kekacauan di kamar ini sambil terus mengoceh.
"Dit, lo manusia paling baik di hidup gue," ucap orang itu dengan kesadaran yang belum terisi penuh. Dia nampak melukis senyum kecil di wajah bengkaknya.
Radit–cowok sembilan belas tahun yang tengah belajar di kelas akhir SMA Nusa Bakti. Dia cowok misterius yang selalu datang paling akhir dan pulang paling cepat di kelas. Tidak satu pun temannya yang tahu latarbelakang cowok blasteran jawa-jepang ini.
"Jangan bicara manis sama gue!" katanya tepat di depan wajah orang ini.
"Buruan mandi terus sekolah. Gimanapun lo nggak boleh sia sia-in uang orangtua palsu lo itu," sambungnya membuat orang ini langsung terperanjat bangun dan memelotot pada Radit.
"Kita udah sepakat buat hindari topik tentang orangtua gue–lo inget itu!" ancamnya penuh penekanan pada setiap kata.
Radit mendorong bahu orang di hadapannya ke belakang dengan ekspresi sangat dingin. "Sampai kapanpun gue nggak akan pernah lupa tentang siapa kita," katanya lalu keluar dari kamar 2 x 3 meter itu.
***
"Kalian ngomongin apa aja kemarin?" tanya Bella kepo.
"Jangan sok ngga tau deh. Males gue," jawab Githa yang menenggelamkan kepalanya di atas meja. Dia tidak menunjukkan semangat seperti hari hari sebelumnya. Tentu hal ini membuat ketiga temannya merasa aneh.
Bella melirik Anggrek kemudian Theia. Mereka sama-sama menunjukkan ekspresi seperti 'gue juga nggak tau apapun'. Mereka bertiga kembali memusatkan pandangannya pada cewek berambut coklat kehitaman yang di kuncir secara sembarangan.
Githa berpikir sejenak kenapa tak ada yang menyahut ucapan pedasnya tadi. Dia menarik kepalanya dari permukaan meja yang licin. Menatap mata temannya satu persatu secara acak. "Mikir apa kalian?" tanya Githa dengan nada yang meninggi satu oktaf.
Anggrek langsung gelagapan mendengar pertanyaan Githa yang terkesan spontan dan sedikit mengejutkannya. "Lo ngga usah ngegas bisa?" tanya Anggrek sedikit marah.
Githa membuang napasnya secara kasar. Lalu berdehem sambil mengangguk. "Kalian pasti penasaran tentang gue sama Kenzy. Iya kan?" tanya Githa yang hanya diangguki oleh ketiganya.
"Gue baik baik aja sama Kenzy," sambungnya dengan wajah biasa saja.
"Gue tau lo bohong," sahut Theia secepat cahaya. Kemudian mereka berempat saling pandang dalam waktu cukup lama. Namun anehnya, Githa seperti enggan menatap mata teman temannya dan memilih melihat ke arah luar. Hingga tak ada lagi yang memulai pembicaraan setelah kalimat Theia.
Tiba tiba wajah yang menjadi topik utama pembicaraan hari ini terlihat berjalan melewati kelas mereka. Githa melihat Kenzy dengan sangat jelas. Bahkan tak perlu diragukan lagi. "Ken" lirih Githa pelan namun sanggup di dengar oleh teman temannya. Mereka langsung mengarahkan pandangan ke depan kelas dan melihat kepala cowok itu melaju melewati jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble Maker Class
Teen FictionDark Star. Panggilan yang digunakan untuk keempat perempuan ini. Bersekolah di sekolah elite nan mewah memang sudah dari dulu mereka jalani. Tapi hati mereka masih sama. Hati yang membenci masa lalu. Bersama sama mereka saling mengokohkan persahabat...