Tak terasa sudah 6 bulan berlalu. Ujian semester ganjil sudah tinggal menghitung hari. Ketakutan demi ketakutan dari setiap siswa memiliki intesitas yang berbeda beda. Kini sang murid ber-IQ tinggi berlomba lomba menjadi yang tertinggi. Sedang murid pemalas yang tak pernah memikirkan nilai dan peringkat hanya asik bermain gadget sembari menonton televisi disertai camilan kentang disisinya.
Keempat anggota Dark Star termasuk murid murid berprestasi. Baik dalam hal akademi maupun nonakademi. Namun mereka bukanlah murid murid pencari muka dihadapan para guru. Bukan pula jenis murid teladan dikelasnya.
Mereka ini Dark Star. Keempat bintang yang tak pernah ingin menunjukkan sinarnya. Justru kegelapan dan keburukan yang selalu mereka tampakkan. Mereka tidak memedulikan berbagai hujatan yang menerpa mereka setiap harinya.
"WOI SIAPA YANG RUSAKIN KURSI GUE?!!!" teriak Githa dengan raut wajah memerah karena marah. Dia memandang setiap orang yang ada di kelas dengan sorot mata tajam.
Baru saja bel berbunyi dia sudah dihadapkan dengan kursi rusak yang sangat buruk. Mood nya pagi ini memang kurang bagus. Sehingga kemurkaan Githa saat ini bisa diibaratkan seperti mendung yang sangat gelap dengan petir yang menyambar begitu kerasnya.
Brak!
Githa menggebrak meja Fita. Dia memelototinya seperti orang kesurupan. Matanya membulat sempurna membuat wajah cantiknya seakan sirna begitu saja. Fita yang sedang asik bermain hp terkejut. Hp yang semula dia bawa kini sudah jatuh ke lantai dan menimbulkan suara barang pecah. Fita mengambil hp nya dan melihatnya dengan nanar. Hp berlogo apel tersebut sama sekali tidak menyala ketika Fita menekan tombolnya.
Sontak Fita berdiri berhadapan dengan Githa yang tingginya ada diatasnya. Kepalanya mendongak. Melihat wajah Githa yang memerah dengan mata membulat. Fita tak peduli betapa menyeramkannya Githa. Dia tidak terima handphone yang baru saja dibelinya kemarin rusak sia sia. Kemarahan Fita memuncak. Membuat cewek itu berbeda 180° dari biasanya.
"maksud lo apa hah?!" bentak Fita dengan suara melengking. Jari telunjuknya sudah mengacung tepat di wajah Githa.
Githa menurunkan telunjuk Fita dengan kasar. "lo yang maksudnya apa ngerusakin kursi gue?!" jawab Githa tak kalah menakutkannya. Suaranya sudah membulat seakan akan dapat menerkam siapa saja yang diajaknya bicara.
"nggak usah ke-pedean deh lo. Gak ada gunanya juga gue ngerusakin kursi butut lo itu!" balas Fita, sembari menunjuk kursi Githa yang sudah tidak membentuk sebuah kursi lagi.
Plak!
Tamparan pedas jatuh di pipi kiri Fita. Dia meringis kesakitan merasakan pipinya yang memerah. Fita sudah tidak sanggup menghadapi kemurkaan Githa. Dia tidak bisa membendung air matanya yang akan jatuh karena merasakan sakit di pipinya. Fita berlari keluar kelas. Mencoba mencari tempat yang sepi untuk menyalurkan emosinya.
Suasana kelas X IPS 5 sedang tidak kondusif. Anggrek yang baru saja datang segera membawa Githa keluar kelas. Dia menduga bahwa telah terjadi sesuatu hingga membuat temannya berwajah seperti cabai merah.
Anggrek membawa Githa ke samping kelas yang kosong dan sepi. Dia juga memanggil Theia dan Bella melalui via suara. Tak lama kedua sahabatnya datang dengan wajah khawatir. Mereka mendekati Githa yang terduduk di lantai dengan wajah yang masih saja tertekuk.
"kenapa? Ada apa sama Githa?" tanya Bella khawatir. Terlihat dari wajahnya Bella sangat gelisah terhadap situasi dan kondisi Githa saat ini.
"gue juga belum tau bel. Lo tenang dulu kita tanya Githa ada apa" jawab Anggrek sambil menepuk pundak Bella agar sahabatnya itu segera tenang.
"git sebenernya ada apa sampai lo jadi kayak gini?" tanya Anggrek di samping Githa. Dia berusaha bertanya selembut mungkin agar Githa tidak tersinggung dengan ucapannya.
Githa yang sejak tadi memandang kosong ke arah tangga di depannya tiba tiba terbangun dari lamunannya. Githa seperti orang gelagapan. Dia terus saja menengok ke kanan dan ke kiri dengan wajah frustasi. Ketiga temannya bingung dengan tingkah Githa. Mereka berusaha menenangkan Githa.
"mungkin kita bisa tanya lain kali" sahut Theia yang masih memeluk Githa erat. Bella dan Anggrek mengangguk mendengar ucapan Theia.
***
"Githa nggak berangkat kenapa?" tanya Bella cemas.
"gue tanya katanya dia izin pergi sama keluarganya" jawab Anggrek sembari menggeser ke atas dan ke bawah isi obrolan Line-nya dengan Githa.
"coba telpon aja" sahut Theia cepat yang disetujui oleh kedua temannya dengan anggukan singkat.
Dengan cepat Anggrek segera menekan gambar telepon di ujung kanan. Dia mengaktifkan loadspeaker agar Theia dan Bella bisa ikut mendengar suara Githa. Setelah menunggu beberapa saat panggilan tersebut sudah menunjukkan angka yang semakin bertambah banyak.
"halo" sahut Githa pada detik ke dua puluh dua.
"lo kenapa nggak masuk?" tanya Bella dengan nada khawatir.
"gue ada urusan keluarga"
Tak ada yang berani bertanya lagi pada Githa. Mereka bertiga diam membisu karena tidak mau membahas masalah keluarga Githa. Semua luka sudah terpendam. Mereka tidak berani menggali lagi masalah itu. Apalagi Githa bukanlah tipe orang yang mudah menerima sesuatu. Dia pasti masih kesulitan untuk membuang sisa sisa masa lalunya.
"ya udah git cepet balik ya. Bye" ucap Anggrek sebelum akhirnya memutus sambungan telepon itu secara sepihak.
***
"Git ini udah tengah malam, lo nggak pulang?" tanya seorang lelaki dari dalam bilik yang tertutup tirai merah dengan motif bunga.
"hari ini aja gue boleh kan nginep disini?" tanya Githa dengan nada yang berusaha untuk meyakinkan lawan bicaranya. Meskipun tidak bertatap mata—Githa yakin lawan bicaranya pasti akan meng-iyakan permintaannya.
"iya deh boleh" jawabnya lesu, kemudian dia keluar dengan wajah tertekuk pucat pasi.
Githa tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang berjejer rapi. Dia langsung berdiri ketika melihat cowok pendek itu keluar dari balik kamar. Melangkahkan kakinya selebar dan secepat mungkin agar bisa segera memeluk cowok bertubuh mungil itu.
"thanks" ucap Githa di sela sela pelukan hangatnya dengan lelaki itu.
"sama sama...tapi—"
Lelaki itu menggantung kalimatnya—membuat Githa penasaran akan lanjutan kalimatnya. Dia segera melepas pelukannya dan menatap cowok itu dengan tatapan bertanya tanya. Dia menyeret lengan cowok itu supaya bisa duduk di sofa yang tadi ditempati oleh Githa.
"tapi apa?" tanya Githa dengan nada penuh dengan tanda tanya.
"tapi..."
Hai Hai... 👋
Wellcome back
Pembaca setia angkat tangannya☝
Yang suka bisa :
Vote, comment, follow
Thank you
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble Maker Class
Teen FictionDark Star. Panggilan yang digunakan untuk keempat perempuan ini. Bersekolah di sekolah elite nan mewah memang sudah dari dulu mereka jalani. Tapi hati mereka masih sama. Hati yang membenci masa lalu. Bersama sama mereka saling mengokohkan persahabat...