Bonus: Together is Enough

3K 237 39
                                    

"Siapa tuh?" Tanya Pelita yang baru keluar dari kamar. Sementara Malik berjalan dari pintu depan sambil membawa sepiring kue bolu.

"Tetangga baru yang nempatin rumah sebelah." Jawab Malik. Ia meletakkan piring itu ke atas meja makan.

Pelita mengangguk kecil. Kemudian menuju dapur. Ia berinisiatif untuk membuat teh. Lumayan, cocok untuk menjadi pendamping bolu pemberian tetangga.

"Besok aku bikinin brownies deh. Jadi piringnya nggak kosong pas dibalikin." Ucap wanita itu.

Kedua jempol tangan Malik terangkat, sebagai respon atas inisiatif Pelita.

Dua tahun membina kehidupan pernikahan, memang ada banyak hal yang berubah dari mereka. Baik Malik maupun Pelita menjadi lebih dewasa.

Terutama Malik yang tidak lagi childish atau ngambek hanya karena masalah kecil. Pun Pelita yang secara alami berusaha merawat dan menghargai pendapat Malik.

"Oh iya, besok ada kerja bakti. Kamu nggak kemana-mana kan besok?" Tanya Malik.

"Weekend ini jadwalku kosong kok. Jadi bisa ikutan. Udah lama juga nggak kumpul sama tetangga."

Bisa dibilang, Malik dan Pelita adalah warga komplek yang baik. Meski sibuk, keduanya berusaha untuk aktif terlibat dalam kegiatan bersama warga lainnya. Tidak heran, kalau mereka juga cukup akrab dengan tetangga-tetangga dekat.



Di Minggu pagi yang syahdu, Malik sudah siap dengan peralatan bersih-bersih. Sementara Pelita menyiapkan satu teko besar es teh. Ia sudah janjian dengan ibu-ibu lain untuk membawa penganan bagi para tetangga.

"Duluan aja, Lik. Aku masih nungguin brownies mateng." Ujar Pelita.

Jadi Malik keluar rumah lebih dulu dan berbaur dengan para tetangga lainnya.

Ketika tiga loyang brownies buata Pelita telah matang, cepat-cepat ia menyusul.

Seperti biasa, pastinya kelompok ibu-ibu dan bapak-bapak terpisah. Bersama tetangga yang lain, Pelita asyik duduk di gazebo khusus ronda. Bermacam penganan sudah tersedia di sana.

"Mbak Pelita, udah ketemu sama tetangga barunya?" Tanya Devi, tetangga depan. Usianya sepantaran dengan Pelita dan Malik, dua puluh tujuh tahun. Tapi anaknya sudah tiga.

"Belum. Tapi suamiku sudah ketemu. Nganterin bolu gitu ke rumah." Tanggap Pelita.

"Emang bagi-bagi bolu gitu." Sahut Mbak Dewi, tetangga sebelah kanan Pelita.

Secara kebetulan, para penghuni komplek perumahan tempat Pelita tinggal di dominasi para pasangan muda. Jadi tidak heran jika mereka bisa cepat akrab.

"Terus, masalahnya apa?"

Biarpun mereka tidak menyebut ada masalah dengan tetangga baru, tapi dari nada bicara saja sudah ketahuan kalau mereka mau julid. Pelita sudah hafal itu.

Meski ia tidak pernah ikut-ikutan dalam hal gosip. Wanita itu hanya seperti penyimak saja. Apalagi ia jarang ikut kumpul karena sibuk bekerja. Sekalinya kumpul, ya begini. Mendapat limpahan gosip dari para mamah muda.

"Genit banget." Timpal Mbak Ayu. Tetangga sebelah Devi. "Masa nganterin bolu pakai tank top sama hotpants. Katanya sih ya, dia itu istri simpanan gitu. Makanya cuma tinggal sendirian aja di rumahnya.

"Ah masa sih?"

"Iya."

"Duh, harus hati-hati jaga mata suami nih."

...dan percakapan itu hanya membuat Pelita ingin tertawa terbahak. Ia sadar sudah terjebak di masa para wanita seusianya menjadi ibu-ibu komplek penggosip. Kalau adik-adiknya tahu ini, bisa mati malu Pelita.



JETLAG (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang