Malik menyicil bahan presentasi untuk dipertunjukkan pada Bapak Ghani. Di kantor, ia bahkan mencuri waktu membuat tayangan slide show. Di rumah pun begitu.
Di malam yang larut setelah tiba dari kantor, ia kembali membuka laptop.
"Sentuhan terakhir dan beres." Ucapnya.
Lelaki itu tersenyum sumringah. Yakin bahwa ia akan mendapat restu.
Segala rencana sudah Malik persiapkan dengan baik. Bahkan jika nantinya Pelita ingin menetap di Inggris, Malik sudah bersedia mengalah dan mengikuti gadis itu.
Lelah pada tubuhnya menbuat lelaki itu akhirnya terpejam. Sambil menanti esok, waktu yang menentukan nasib asmaranya.
Ini akhir pekan. Sepagian Malik berlatih presentasi. Ia berjanji untuk datang sore nanti. Tentu dengan bala bantuan alias saudara-saudara Pelita, Bapak Ghani akhirnya mau mendengarkan pemaparan Malik.
Tepat pukul empat, lelaki itu bersiap. Setelah sebelumnya menunaikan ibadah dan berdoa lebih intens dari biasanya, kini langkah Malik pun mantap.
"Doain, gue." Ucapnya pada sang adik yang sedang asyik bermain game di ruang santai lantai dua.
Tanggapan Maula hanya menggeleng heran. Sebenarnta ia juga sudah mendengar tentang hal ini dari Bintang.
Beberapa kali Malik memegang dadanya yang bergemuruh. Cemas, tegang, semua berpadu. Lebih-lebih dari saat ia harus presentasi tender di kantor.
"Mas!" Panggil Kejora yang melongok dari balik gerbang. Raut wajahnya cemas.
Gadis itu menarik tangan Malik agar segera masuk ke dalam rumah. Kemudian ia melihat Bapak Ghani dan para saudara lelaki Pelita berada di ruang tamu.
Jantungnya kembali berdebar tidak karuan. Apalagi tatapan tajam Uncle Ghani yang sama persis dengan tatapan Pelita, seperti menghujamnya.
"Malik." Suara pria itu begitu rendah dan dingin.
"I...iya."
"Kapan rencananya kamu mau nikahi Pelita? Bisa secepatnya?"
Tubuh Malik terpaku. Ia berdiri dengan kaku di depan pintu masuk rumah keluarga Pelita.
Gue bahkan belum mulai presentasi. Ada apa ini?
Kepala lelaki itu mendadak pening. Bukankah harusnya ia presentasi dulu? Bahkan layar serta proyektor sudah siap di ruang tamu.
.
.
.Mari kita kembali ke beberapa jam sebelum kedatangan Malik. Bersama menuju London, tempat Pelita menetap sekarang.
"Jadi nanti pas Mas Malik presentasi, lo mau liat nggak kak?"
"Ngapain?"
"Biar tau, gimana sih perjuangan calon suami."
"Emang jam berapa?"
"Habis Ashar. Ntar gue videocall kayak sekarang."
Pelita menimbang-nimbang. Di satu sisi ia penasaran dengan isi presentasi Malik. Tapi di sisi lainnya tidak ingin terlihat berharap.
"Gimana?"
Bara yang sedang menghubunginya melalui panggilan video ini menaik-turunkan alis.
"Nggak usah. Ntar kalo udah selesai aja lo kasih tau gue hasilnya."
"Ikutan tegang lo ya?" Ledek Bara.
Kemudian terdengar suara pintu terbuka. Pelita menatap pintu kamar Grace. Lebih tepatnya bekas kamar Grace. Seseorang keluar dari sana dan berjalan menuju dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
JETLAG (Complete)
Fiksi Penggemar[Sequel Pelita] Siangku Malammu Malamku Siangmu Bahkan setelah perpisahan hari itu. Dekap hangat waktu itu. Belum memperjelas situasi mereka. Tiga tahun pun berlalu tanpa ada kata tentang 'kamu dan aku menjadi kita'. Waktu dan jarak. Apakah dua fak...