Bagian 10: Late Night Talk

1.6K 230 22
                                    


Tubuh Pelita terasa sangat lelah ketika kakinya menginjak lantai flat. Sebenarnya gadis itu sudah menahan pegal-pegal sejak tadi di bus. Satu minggu ini, pekerjaan terus menumpuk mendatanginya. Belum lagi rapat-rapat di luar juga bertemu dengan orang-orang yang terlibat dalam proyek yang timnya kerjakan. Sangat menguras tenaga. Tidak jarang, ia pun terpaksa pulang lebih larut. Namun kali ini, Pelita bisa sedikit bernapas lega. Besok adalah sabtu yang artinya akhir pekan. Hari libur. 

Gadis itu langsung menghempaskan tubuh di kasur. Ia menatap langit-langit kamarnya dalam keremangan cahaya. Berguling di atas kasur dan berpindah posisi menjadi tengkurap, mata Pelita menangkap foto terbingaki di atas nakas sebelah ranjang. Malik. 

Ya... Seminggu lebih sudah berlalu. Malik sama sekali belum menghubunginya. Mengirim pesan berisi ucapan singkat seperti biasanya pun tidak. 

Kecewa?

Entahlah. Toh yang meminta agar tidak selalu dihubungi juga dirinya sendiri. Jadi gadis itu tidak mau ambil pusing. Hanya saja...

Rasanya hampa.

Ada yang kurang dari malam gadis itu. Inilah yang orang-orang sebut rindu. 

Masalahnya, gadis ini adalah Pelita. Seperti apa pun rasa rindunya, ia tidak akan mau menghubungi lebih dulu. Lebih baik menunggu dan menahan diri untuk tidak memulai pergerakan lebih dulu. 

Gengsinya memang besar. 

Padahal dulu, ia tidak seperti ini. Jika ingin, pasti tidak segan untuk menghubungi Malik. Gadis itu ingat, bahkan tanpa sungkan menelpon lelaki itu hanya untuk membelikannya cilok di depan fakultas lelaki itu. Padahal Malik masih ada kelas. Tapi karena dagangan cilok itu cepat habis, ia rela izin untuk pergi membeli dan menyerahkannya ke Pelita yang kuliah di fakultas lain. 

Sekarang?

Semua berubah karena satu rasa yang keduanya miliki. 

Hubungan akrab yang seperti tanpa sekat itu menjadi berjarak. Perlahan, Pelita membangun sekat transparan di antara dirinya juga Malik. 

Beranjak dari kasur, gadis itu memilih untuk membersihkan diri. Mulai dari menghapus make up, mandi, dan membereskan kamar. Bagaimanapun lelahnya, Pelita akan berusaha untuk tetap menjaga kebersihan diri serta tempat tinggalnya. Itu merupakan hal yang tertanam dan selalu bapak ingatkan pada diri anak-anaknya. Sehingga menjadi kebiasaan baik bagi mereka. 

Pelita benar-benar bisa berbaring ketika jam menunjukkan angka 12. Namun tubuhnya yang lelah tidak serta merta membuat matanya terpejam. Membuat gadis itu sedikit frustasi. 

Insomnia lagi?

Sudah beberapa waktu ini ia memang mengalami gangguan tidur. Mungkin karena stress. Begitu kata ibu saat Pelita mengadu. Pun kata adik-adiknya yang punya hobi tidur sepanjang hari. 

Terlentang dengan mata terbuka, gadis itu mulai menghitung. Pikirnya, nanti juga terlelap.

"54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61-"

Ponsel yang ia letakkan di atas nakas bergetar. Dengan gerakan kilat ia menyambar benda kotak kecil dengan layar sentuh tersebut. Sebuah nama yang ia rindu tampil di layar. 

Tidak langsung menerima panggilan, Pelita berdiam. Ia hanya menatap ponselnya sebelum akhirnya menekan icon hijau.

"Apa kabar?" Hal yang pertama kali Pelita dengar ketika menjawab panggilan.

"Baik." Jawabnya. 

"Gue ganggu ya? Lo pasti mau tidur." Ucap lelaki di belahan bumi lainnya. Pelita bisa mendengar suara bising dan mesin kendaraan yang menderu. 

JETLAG (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang