Bagian 3: Harus Yakin

2.1K 262 27
                                    

Rumah bernuansa minimalis itu nampak sepi. Tapi karena pagar yang tak terkunci serta pintu depan yang sedikit terbuka, membuat Malik tanpa ragu langsung masuk.

"Asslamualaikum!" Serunya di depan pintu. Ia membuka sepatu dan berjalan santai menuju satu pintu.

"Tem!" Panggilnya.

Benar saja, sosok bernama Syabil itu tidur menganga di tempat tidur bagian atas.

Ya, memang Syabil tidur di kasur bertingkat. Berbagi tempat dengan sang kakak.

Dulu, ketika kakak perempuan semata wayangnya belum menikah dan masih tinggal bersama di rumah, ia bahkan harus menempati satu kamar untuk empat orang.

"Kenapa dah?" Pemuda itu mengucek mata. Lalu dengan enggan bangkit dari posisi tidur. Ia terduduk sambil memandangi Malik. "Beneran ngajak ke London sekarang?"

Malik mengerling malas, "ya nggak sekarang juga. Lo pikir ngurus visa gampil?"

Syabil terkekeh dengan mata setengah terpejam. "Gue juga belum ngurus paspor."

Ya begitulah kelakuan dua sahabat ini. Malik sebagai yang paling normal hanya bisa bersabar sambil mengelus dada.

"Bangunlah! Laper gue." Todong Malik.

Syabil pun turun dari kasurnya. Lalu menarik lengan sang sahabat untuk duduk di ruang makan.

"Tunggu. Gue pesenin dulu." Ucap sang tuan rumah sambil memainkan ponsel.

"Ini orang rumah pada ke mana?" Tanya lelali berwajah kebulean itu.

"Bunda sama ayah ke rumah Kak Syafa. Kangen cucu katanya. Terus Bang Dana ada acara gathering gitu di kantornya. Terus dua bocil pada main di lapangan komplek paling." Syabil menjelaskan situasi rumah.

"Gila lo, terus tidur pintu rumah kebuka semua?" Malik menggelengkan kepala.

"Ya biarin. Orang nggak ada apa-apa di rumah." Tanggap Syabil dengan santai. "Betewe, gue jadi kangen Pelita. VC yok!"

"Masih tengah malem di sana." Cegah Malik.

"Siapa tau belum tidur. Lagian ini kan weekend."

Tanpa bisa di cegah, Syabil menyambar ponsel milik Malik. Lalu menyambungkan panggilan video pada kontak Pelita.

"Nama kontaknya biasa banet sih? Lo beneran demen apa kagak sama si Petromak?" Syabil mulai julid.

"Emang harus di tulis gimana?" Malik heran.

"Apa kek. Honey, baby, darling, sweet, candy... apalah yang uwu."

Seketika itu Malik memasang ekspresi muntah. Ia bukan orang seperti itu. Apalagi ikatan hubungan dirinya dan Pelita bukanlah pacar. Mereka masih bersahabat.

"Peeet!" Seru Syabil heboh dengan senyum sumringah.

Sementara Malik hanya diam membeku di tempat duduknya. Sambil mencuri pandang ke arah layar ponselnya sendiri.

"Kok lo pake hape Malik?"

"Kenapa? Nggak boleh gue pake hapa pacar lo?"

"Pacar? Gue single ya.."

Syabil tertawa terpingkal, "ya udah gue aja yang jadi pacar lo gimana?"

Dari layar ponsel, terlihat Pelita memutar bola matanya. "No way."

"Awas lo kalo kita jodoh." Ucap Syabil lagi sambil terkekeh. Sudut matanya yang lain melirik ke arah Malik. Lelaki itu hanya memasang wajah datar.

JETLAG (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang