Bonus: Ngambek

2.3K 244 14
                                    


Dicintai itu memang enak. Tapi kalau sampai perhatiannya berlebih juga terasa tidak enak. Seperti apa yang dialami oleh Pelita. Karena kebucinan mendarah daging seorang Malik, wanita itu sampai harus menghela nafas berulang kali. 

"Pokoknya kalau aku belum pulang, nggak boleh pasang gas sendiri. Bahaya." Pesan lelaki itu pagi tadi sebelum berangkat kerja.

Sekarang masih agak siang dan Pelita kehabisan gas. Bahkan untuk memasak air pun tidak bisa. Jadi, tanpa mengindahkan pesan sang suami, ia memasang gas sendiri. Toh, Pelita mahir. Ia tahu apa yang dilakukan. Ibu mengajarinya sejak masih SMA dulu, begitu mereka sekeluarga mulai tinggal menetap di Indonesia. Bapak juga tidak pernah melarang anak perempuan dan istrinya mengatasi masalah dapur sendirian. Malah harus bisa sendiri, karena para lelaki tidak mungkin ada setiap waktu di sekitar mereka.

"Masang ginian doang nggak sampai lima menit." Gumamnya.

Pelita mulai membuka segel. Dengan tang bermulut tipis, menarik penutup plastik yang menutupi mulut gas. Sangat mudah terbuka. Tenaga wanita itu cukup besar. Ia bahkan sanggup mengangkat galon berisi air yang penuh untuk dipasang di dispenser. 

Setelah memeriksa karetnya, ia menggeser pelan-pelan gas tangki gas 12 kg itu. Berat, tapi Pelita kuat. Ia punya cara sendiri agar bisa memindahkannya. Gampang. 

Lalu wanita itu menyambungkan mulut tangki gas dengan selang kompor. Menguncinya rapat, lalu memeriksa kebocoran dengan mendekatkan telinga serta hidungnya di dekat mulut tangki. Setelah merasa aman, Pelita pun menyalakan kompor.

Voila!

Api menyala dan semuanya aman. Senyum Pelia pun mengembang sempurna. Puas dengan pekerjaan sepelenya. 

"Love?!" 

Secara otomatis tubuh wanita itu berbalik. Malik berdiri di dekat meja makan dengan mata terbelalak.

"Kok udah pulang?" Tanya wanita itu dengan santai. Tidak peduli wajah kesal tapi lucu yang diperlihatkan oleh Malik.

"Kamu pasang gas sendirian? Aku kan udah bilang...-"

"Ya tau. Tapi kan aku bisa. Jadi, ngapain nunggu kamu. Lama. Aku juga ragu kamu bisa." 

Mulut lelaki itu mengatup.

Bukan tanpa alasan Pelita menuduh suaminya tidak bisa. Masalahnya Malik ini benar-benar tidak bisa mengurusi remeh temeh rumah mereka. Memasang selot di pintu kamar mandi saja, hasilnya berantakan. Ujung-ujungnya Pelita memanggil sang adik untuk membantu. 

Malik itu anak Sultan. Mana pernah dibiarkan melakukan hal remeh begitu. Sejak kecil pasti akan ada orang yang melakukan pekerjaan seperti itu. Berbeda dengan Pelita. Keluarganya melakukan segala hal sendiri. Hidup bertahun-tahun di negeri orang mengharuskan semua orang untuk mandiri. 

"Jadi jangan protes. Selagi aku bisa, aku pasti kerjain sendiri. Terus, ngapain pulang masih siang?" Lanjut Pelita.

Malik tidak bersuara. Ia merajuk. Lelaki itu pergi menuju kamar. Tidak lama keluar lagi untuk membawa beberapa map. Lalu pergi tanpa pamit. 

"Malah ngambek? Luar biasa sekali anak Bapak Revan." Gumam wanita itu. Tidak mau ambil pusing. Toh, ngambeknya Malik tidak akan bertahan lama. Mana tahan. Pelita juga tidak pernah menanggapi rajukan lelaki itu. Jadi tidak perlu cari perhatian dengan cara begitu. Percuma.


-


Masih dengan aksi bungkamnya, Malik masuk ke dalam rumah. Menatap Pelita yang sedang mengetik di meja makan sekilas. Lalu menuju kamar. Siang tadi begitu menyebalkan bagi lelaki itu. Ia hanya tidak ingin wanitanya melakukan hal berbahaya seperti pasang gas atau mengangkat galon. Namun egonya tersentil ketika Pelita meragukan kemampuannya. 

JETLAG (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang