Kaki Pelita menapak lantai flat dengan gontai. Ia baru tiba di London setelah beberapa hari melakukan pekerjaan di Hull City. Rasanya seluruh badan Pelita remuk. Mata gadis itu pun berat dan panas. Ia tahu dirinya sedang dalam kondisi tidak fit.
Mengabaikan Will -teman serumahnya yang baru, Pelita langsung masuk ke dalam kamar. Ia merebahkan diri sambil menutup mata. Menghalau segala lelah juga pusing di kepalanya. Hingga akhirnya tanpa disadari Pelita tertidur.
Mata itu perlahan terbuka saat merasakan sesuatu yang dingin menempel di keningnya. Tangannya meraba dan mendapati handuk kecil basah terparkir sempurna di atas kening. Seingat Pelita, Ia tertidur tanpa melepas sepatu dan mantel. Namun saat ini dirinya berbaring rapi. Mantelnya terlepas, kakinya bebas dari sepatu, dan selimut hangat menyelimuti tubuh menggigil gadis itu.
Pintu kamar terbuka dan sosok itu muncul membawa satu mangkuk panas. Terlihat dari asap yang mengepul diatasnya.
"Makan dulu baru minum obat." Ucapnya.
Mata Pelita memandanginya lamat-lamat. Dari terakhir kali bertemu, lelaki itu nampak sedikit lebih tirus. Tapi senyum pelit dan tatapan matanya yang dalam, tetap tidak berubah.
Malik membantu Pelita mengubah posisi dari tidur menjadi duduk bersandar kepala ranjang. Kemudian lelaki itu ikut duduk di pingginya sambil memegang mangkuk panas beralas piring. Siap menyuapi Pelita.
"Kapan datang?" Tanya gadis itu. Tidak peduli dengan gerakan sendok yang hendak memasuki mulutnya.
"Makan dulu." Ucap Malik.
"Jawab dulu." Tolak Pelita.
"Tadi sore." Jawab lelaki itu dan langsung menjejalkan sup panas ke mulut gadisnya.
"Panas!" Hardik Pelita sambil memukul bahu Malik dengan keras.
"Sorry sorry..." tergopoh Malik memberikan air minum dan menyeka bibir Pelita.
Mangkuk pun akhirnya beralih tangan. Pelita memilih untuk makan sendiri, toh ia tidak begitu lemas. Masih kuat memegang mangkuk berisi sup yang tidak seberapa banyak.
Pelita menyuap sedikit sup ke dalam mulutnya. Kemudian ia menyerahkan mangkuk itu pada Malik.
"Hambar banget." Gerutu gadis itu. Ia memilih untuk kembali berbaring.
"Namanya juga untuk orang sakit. Lagian kenapa bisa sakit gini sih?" Malik juga menggerutu.
"Ya mana tau... gue juga nggak mau sakit." Balas Pelita dengan sengit.
Lelaki itu meletakkan mangkuk di atas meja kerja kecil Pelita. Kemudian ikut naik ke kasur. Berbaring di sebelah gadis itu.
"Ngapain tiduran di sini?" Tanya gadis itu dengan sinis. "Sempit, Bul... kita juga bukan muh...-"
Ucapannya terhenti. Kepalanya mengingat hari dan tujuan kedatangan Malik.
Sementara lelaki itu tersenyum miring. Tangannya menelusup memeluk pinggang Pelita.
"Apa? Bukan apa? Gue ngantuk banget. Jetlag parah... tapi pas sampai bukannya disambut istri malah laki lain buka pintu." Bibir Malik manyun.
Pelita membisu. Alih-alih menatap Malik, ia malah mengubah posisi. Memunggungi lelaki itu.
"Tuh... sekarang malah dikasih punggung. Jahat banget." Goda Malik.
Lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya. Pelita bahkan bisa merasakan degub jantung Malik yang bertalu cepat di punggungnya.
Tubuh yang tadinya menggigil, tiba-tiba menjadi hangat dan nyaman. Seakan rengkuhan itu adalah selimut ternyaman yang pernah ia pakai.
"Sleep tight, love. Get well soon." Bisik Malik dengan suara berat dan serak. Jelas kalau lelaki itu juga lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
JETLAG (Complete)
Fanfic[Sequel Pelita] Siangku Malammu Malamku Siangmu Bahkan setelah perpisahan hari itu. Dekap hangat waktu itu. Belum memperjelas situasi mereka. Tiga tahun pun berlalu tanpa ada kata tentang 'kamu dan aku menjadi kita'. Waktu dan jarak. Apakah dua fak...