Pelita keluar dari gedung kantor dengan terburu-buru. Bibirnya tersungging, dan wajahnya nampak lebih cerah seperti biasa. Gadis itu bahkan menyapa beberapa orang yang ia kenal. Padahal tidak selalu seperti itu.
Ia memang sedang senang.
Bagaimana tidak, seseorang itu ada di London. Mereka sudah bertatap muka. Dan saat ini orang itu menunggu Pelita di luar gedung.
Sebelum benar-benar keluar dan menghampiri, gadis itu menyempatkan diri untuk menatap cermin yang ada di dekat meja resepsionis. Ia merapikan rambut juga riasan tipis di wajah. Setelah itu mengatur ekspresi seperti biasa. Datar.
Gengsi?
Well, Pelita memang begitu. Gengsinya besar. Ia tidak ingin terlihat gembira karena sudah di datangi. Harga diri gadis itu sangatlah tinggi.
"Ayo." Ajaknya saat datang menghampiri Malik.
Lelaki itu duduk di kursi taman yang di sediakan gedung. Ia pun mengekor karena laju jalan Pelita yang begitu cepat.
"Lo jadi kebiasaan jalan cepet ya?" Ungkap Malik.
"Ya mau gimana?" Tanggap gadis itu.
Untungnya, Malik punya kaki yang jenjang. Sehingga langkahnya bisa lebar-lebar dan menyusul Pelita.
Mereka saat ini mengarah ke stasiun. Sesuai kesepakatan saat naik busa tadi. Pelita dan Malik akan mampir ke tempat grandpa. Ya kakeknya Malik -paman Papinya Malik.
"Sudah sekitar lima tahun kami nggak ketemu." Cerita lelaki itu. "Terakhir waktu grandpa main ke Indonesia."
Pelita diam saja. Memilih untuk menyimak.
Saat ini keduanya sudah berada di dalam kereta bawah tanah. Tidak akan memakan waktu lama untuk sampai ke tempat tujuan. Kebetulan tempat tinggal grandpa berada di pusat London. Dekat sekali dengan banyak tempat-tempat menarik yang sayang untuk tidak di kunjungi.
"Mungkin dia bakalan kaget liat lo tiba-tiba muncul di depannya." Tanggap gadis itu akhirnya.
Malik mengangguk. Hatinya sedang senang berlipat-lipat. Mana dia mengira kalau akan tiba saat di mana dirinya bisa menjelajah London hanya berdua dengan Pelita.
"Inget dulu waktu kita SMP? Waktu gue ke sini bareng sekeluarga. Kita pernah berangan untuk bisa keliling kota berdua. Dan lo jadi guide buat gue." Lelaki itu mengungkit ingatan lalu. Ia menoleh, menatap wajah Pelita dari samping. Menunggu tanggapan.
"Inget. Makanya sekarang gue mau nepatin janji. Jadi guide lo selama di sini." Pelita juga menoleh. Mereka saling menatap satu sama lain. Menelisik netra lawan bicara dengan tatapan dalam keduanya.
Malik terkekeh, "thanks." Ucap lelaki itu masih menatap wajah jelita di sampingnya dengan lamat-lamat. "Jadi ngerepotin."
"Banget." Respon Pelita. Namun gadis itu tersenyum kecil di akhir.
Dua tatapan itu pun terputus. Kembali fokus ke arah depan. Jantung keduanya entah mengapa berdebar lebih kencang dari biasa. Beberapa kali bahkan Pelita berdehem, mengantisipasi terdengarnya suara detakan oleh Malik.
Dua puluh menit terasa begitu singkat. Mereka akhirnya turun di stasoun pemberhentian. Lalu berjalan keluar dengan langkah lebih santai.
Tidak ada banyak kata yang terucap. Mereka sibuk mengatur irama jantung masing-masing. Hingga banguna lumayan besar dengan empat lantai terlihat.
"Ramai." Ucap Pelita.
"Always." Tanggap Malik.
Mereka pun mendekati gedung tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
JETLAG (Complete)
Fanfiction[Sequel Pelita] Siangku Malammu Malamku Siangmu Bahkan setelah perpisahan hari itu. Dekap hangat waktu itu. Belum memperjelas situasi mereka. Tiga tahun pun berlalu tanpa ada kata tentang 'kamu dan aku menjadi kita'. Waktu dan jarak. Apakah dua fak...