Pelita menggigit bibir bawahnya. Ponsel menempel di telinga, dan ekspresinya nampak gelisah. Sementara Malik hanya bisa diam menatap dari tempat tidur.
Pagi tadi, Malik akhirnya bisa pulang. Harusnya beberapa hari lagi di rawat, tapi karena bosan ia minta pulang saja.
Berhubung pemilik rumah sakit adalah Pakdenya sendiri, lelaki itu mendapat izin pulang.
Sempat terjadi sedikit perdebatan, kemana lelaki itu akan menetap. Pasalnya baik Malik dan Pelita belum memiliki tempat. Rumah mami atau rumah ibu. Itu adalah pilihan untuk saat ini.
Setelah adu argumen panjang antara mami dan ibu, akhirnya Pelita memutuskan untuk ke tempat mami. Pastinya di sana Malik akan lebih diperhatikan oleh maminya.
"Okay." Wanita itu mengangguk dan mematikan sambungan telpon.
"Siapa? Dari kantor?" Tanya Malik.
Pelita mengangguk. Ia duduk di pinggir ranjang. Lalu merapikan bantal yang mengganjal punggung Malik.
"Gue harus cepet balik. Kerjaan di sana hektik banget. Apalagi kemrin gue tiba-tiba pergi. Atasan marah banget." Adu wanita itu.
Tadinya Malik ingin berceletuk.
Resign aja. Nggak usah balik-balik lagi.
Tapi ia tahan. Jika ucapan itu terlontar, bisa saja Pelita marah dan tersinggung. Wanita itu sangat menyukai pekerjaannya walau lelah.
"Terus?"
"Ya nggak mungkin gue pergi sementara lo masih begini. Apa..." Pelita menggeleng cepat-cepat. "Gue akan pikirin jalannya."
"Lit." Lelaki itu mengelus pipi Pelita. "Kalau aku minta kamu jangan pergi dan rawat aku? Gimana?"
Mata wanita itu mengerjap. Ia terdiam cukup lama sebelum bersuara.
"Lo istirahat ya... nanti Kak Sally mampir periksa luka-luka lo. Gue balik ke tempat ibu." Pamit wanita itu.
"Loh? Nggak nginep sini?"
Pelita menggeleng, "gue harus beres-beres. Besok pasti ke sini."
"Nginep?"
"Iya. Nginep."
Kali ini Pelita lebih dulu berinisiatif untuk mengecup pipi Malik. Kemudian keluar kamar. Meninggalkan Malik sendiri dalam keheningan.
-
Tubuh Pelita tidak bisa diam dalam tidurnya. Ia gelisah. Di satu sisi harus segera pergi ke London. Sisi lain, ia juga harus tinggal untuk merawat Malik.
Dalam keremangan, wanita itu membuka matanya. Menatap langit-langit kamar yang dilukis dengan cat glow in the dark membentuk gugusan galaksi di langit.
Ia tersenyum. Malik melukisnya beberapa minggu lalu saat sedang libur. Katanya dibantu Juna --sepupu Malik-- yang pintar melukis.
Pelita kembali menghela nafas. Ia duduk, mengambil ponsel yang tergeletak di meja dekat ranjang.
"Belum tidur?" Suara seseorang di seberang sana.
"Lik. Apa gue berhenti aja? Gue pindah dan rawat lo di sini aja? Tapi... gue harus beresin hal-hal yang gue berantakin di sana."
Akhirnya Pelita menumpahkan kegelisahan. Ia merenung seharian ini. Banyak hal yang terjadi membuatnya merasa seperti seseorang egois.
"Aku nggak maksa dan nggak mengharuskan kamu stay demi aku. Siapa sih yang mau kena musibah gini."
KAMU SEDANG MEMBACA
JETLAG (Complete)
Fanfiction[Sequel Pelita] Siangku Malammu Malamku Siangmu Bahkan setelah perpisahan hari itu. Dekap hangat waktu itu. Belum memperjelas situasi mereka. Tiga tahun pun berlalu tanpa ada kata tentang 'kamu dan aku menjadi kita'. Waktu dan jarak. Apakah dua fak...