Bagian 2: Hanya Jika

2.5K 255 24
                                    


If I say, I love you. Would you consider me as yours?



Mata itu terbelalak setelah membaca isi pesan yang pagi tadi masuk.

Maksudnya?

Gadis itu menggigit bibir bawahnya. Bimbang. Apa maksud dari isi pesan tersebut.

Tanpa bisa di hambat, ia mulai mengetik. Jemarinya menari di atas layar ponsel.

So, do you love me?

Pertanyaan yang sebenarnya sangat mendebarkan untuk diketahui jawabannya.

Pelita belum siap jika kata 'ya' terucap. Tapi ia juga akan kecewa jika jawabannya 'tidak'. Entahlah... hanya Malik yang bisa membuat gadis itu pusing seperti saat ini.

Buyar sudah konsentrasi Pelita. Untungnya pekerjaan gadis itu sudah hampir selesai karena hari telah sore.

Langit sore di musim semi terlihat begitu indah. Mungkin karena cuaca juga sedang bagus. Jalanan terasa sejuk dengan pemandangan pohon menghijau menjadi pengiring langkah Pelita. Ia turun dari bus di dekat flat dan berjalan santai menikmati suasana.

Teringat lagi isi pesan yang tadi ia terima. Gadis itu memeriksa ponselnya. Belum ada balasan sama sekali. Mungkin nanti atau besok akan di balas.

Namun tak lama kemudian, ponsel yang ia genggam bergetar. Sebuah panggilan video ternyata.

Malik

Nama kontak yang tertera di sana.

Sedikit panik, Pelita merapikan rambutnya yang berantakan tertiup angin.

"Hai." Sapa Malik dari seberang sana. "Baru pulang."

Pelita mengangguk, "baru turun bus." Jawab gadis itu. "Lo belum tidur?"

"Kebangun."

Kemudian hening. Keduanya hanya melihat wajah masing-masing.

"Soal isi pesan tadi. Lupakan aja. Cuma canda." Ucap Pelita.

"I was not." Balas Malik sambil menatap Pelita dengan serius dari layar ponselnya.

"Kalau nggak, kenapa harus ada if? Itu berarti cuma pengandaian."

"So, you disspointed? Do you love me?"

Seharusnya bukan Pelita yang menjawab. Pertanyaan itu ia ajukan lebih dulu tadi siang.

"Do I? How about you?" Pertanyaan yang Pelita jawab dengan pertanyaan lagi.

Bahkan setelah tiga tahun. Perasaan gamang itu masih ada. Melekat erat. Ragu itu tidak ingin sirna menggerogoti akal keduanya.

Kenapa?

Well, ingin rasanya menyalahkan waktu. Menyalahkan jarak yang memisahkan mereka. Sangat jauh.

Dalam tiga tahun terakhir, baik Malik dan Pelita hanya bertemu langsung sekali saja. Itu pun tidak ada pembicaraan tentang hubungan apa yang sebenarnya mereka jalani.

Pelita tahu kalau Malik menyunkainya, tapi gadis itu tidak pernah memperlihatkan perasaan yang sama pada pemuda itu.

"Gue mau belanja dulu. Bye!"

Panggilan video itu pun berakhir. Pelita tidak bohong. Ia memang akan belanja di sebuah swalayan dekat area flat.


Selesai belanja, Pelita dengan gerakan cepat masuk ke dapam flat-nya. Terlalu lelah. Agenda petang ini adalah memasak, nonton film sebentar, lalu tidur.

JETLAG (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang