"Maaf sekali lagi." Ucap Pelita di hadapan rekan kerjanya. Orang yang mengatur kencan buta di akhir pekan lalu.Harusnya ia datang sore itu. Namun di waktu akhir, Pelita memutuskan untuk tidak pergi. Gadis itu berbalik arah kemudian mengabarkan sang teman untuk membatalkan janji.
"Kenapa? Bukannya kamu setuju untuk pergi? Temanku tidak marah, tapi ia merasa kecewa. Temanku itu sudah menunggu di tempat janjian."
Mendengat penuturan Caroline, Pelita hanya bisa menunduk. Tidak enak.
"Maaf. Ada satu halangan yang tidak bisa aku hindari."
Halangannya adalah perasaan gue juga perasaan dia.
"Oke." Nampaknya Caroline bisa menerima. "Tapi bisakah kalian bertemu lagi di akhir pekan ini? You know, temanku ini tertarik sekali denganmu. Padahal hanya melihat foto saja."
Pelita seketika membisu. Gadis itu agak bimbang. Ia menggigit bibir bawahnya.
"Sebenarnya..." ucap Pelita. "Sebenarnya... pacarku merajuk karena aku menyetujui acara kencan itu."
Pacar? Sejak kapan?
"Kamu punya pacar?" Mata Caroline terbelalak. Mungkin ini informasi yang sangat baru baginya.
Kepala Pelita mengangguk pelan. Ragu juga apakah ia dan Malik berpacaran.
Apa orang bilang 'I love you' lalu di jawab 'hmm' itu membuat mereka otomatis berada dalam satu hubungan?
Gadis itu bingung sendiri. Apalagi setelah itu, tidak ada kabar Malik. Menurut Syabil, lelaki itu sedang ada urusan pekerjaan di luar kota.
Yang benar saja. Dasar nggak tanggung jawab.
Selesai meminta maaf, gadis itu segera melangkahkan kakinya keluar dari kantor majalah fashion tersebut.
Hari sudah sore dan langit nampak mendung. Bodohnya, Pelita tidak membawa payung. Padahal ramalan cuaca tadi pagi bilang, akan turun hujan di sore hari.
Kini, udara sejuk musim semi terasa sedikit lebih dingin. Lalu satu titik air mulai turun perlahan dari langit.
Kedua kaki gadis itu melangkah lebar-lebar. Berjalan cepat hingga akhirnya berlari kecil menuju stasiun kereta bawah tanah.
Hilir mudik para penduduk London, sudah menjadi pemandangan biasa bagi Pelita setahun belakangan ini. Setelah dua tahun berhasil menyelesaikan studi di Oxford, gadis itu memilih menetap. Sebentar saja.
Ia ingat bagaimana reaksi bapak. Tidak setuju awalnya, namun dengan jurus dumalan sang ibu, semua menjadi lancar.
Pertentangan itu juga ia dapat dari dua sahabatnya. Syabil yang paling vokal. Tentu saja, hal tersebut tetap tidak menyurutkan niatnya. Toh pekerjaan itu sudah ia dapat sebelum memberitahukan rencananya.
Licik.
Kembali lagi ke perjalanan menuju pulang. Seperti penduduk London yang lain, Pelita memasuki kereta. Duduk di tempat kosong sambil mengecek ponselnya.
Kosong.
Tidak ada notifikasi apa pun.
Setengah jam berlalu, hingga kereta berhenti di dekat tujuan gadis itu. Ia segera keluar. Berlari kecil agar tidak tertinggal bus yang mengarah ke area sekitar tempatnya tinggal.
Menembus hujan yang tidak seberapa lebat, Pelita akhirnya berhasil masuk ke bus.
Lega.
Penat seharian di kantor, memang membuat rumah menjadi tempat ternyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
JETLAG (Complete)
Fanfiction[Sequel Pelita] Siangku Malammu Malamku Siangmu Bahkan setelah perpisahan hari itu. Dekap hangat waktu itu. Belum memperjelas situasi mereka. Tiga tahun pun berlalu tanpa ada kata tentang 'kamu dan aku menjadi kita'. Waktu dan jarak. Apakah dua fak...