Bonus: Terpesona

2.4K 224 10
                                    


Malik hanya menghela nafas berulang kali melihat maminya mondar-mandir sambil memsukkan baju-baju ke dalam koper. 

"Pokoknya, anak mami harus tetap kelihatan ganteng. Style di bandara harus keren." Ucap Mami Dira. Ia membuka lemari putra keduanya dan memilih beberapa potong pakaian untuk dipakai besok.

Sebagai seorang yang baru beranjak remaja, Malik hanya bisa mengangguk pasrah. Mana ada bocah tiga belas tahun yang mengerti hal-hal begitu?

Pintu kamar kini terbuka lebar. Menampakkan sosok Rio --kakak lelaki Malik-- dengan wajah memelas. 

"Mi..." Rengeknya. Remaja enam belas tahun itu menunjukkan celana kargo miliknya yang bolong.

"Kok bisa? Kamu nih kalo lari suka nggak kira-kira." Kemudian mami keluar kamar bersama Mas Rio. Meninggalkan Malik dengan koper yang menganga. 

Sosok mami digantikan dengan kehadiran kakak tertuanya. Kak Elle.

"Udah dipilihin mami kan?" Tanyanya. Ia menutup rapat koper milik bocah itu. Kemudian memberantakkan rambut adiknya. 

"Kak." Panggil Malik. "Malik nggak mau ikut." 

Well. keterdiaman bocah itu memang tanpa alasan. Sejak bulan lalu ia menolak pergi bersama keluarganya. Malik punya rencana sendiri bersama Syabil sahabatnya. Mereka rencananya mau camping ke gunung. Kakak-kakak Syabil mengajak Malik juga. Katanya biar punya pengalaman bertualang. Tapi...



"Nanti misalnya aku ketemu Pangeran Harry, terus dia jatuh cinta sama aku, gimana, Pi?" Elle sedang dalam mode Halu. Gadis sembilan belas tahun itu memang penggemar cerita-cerita Princess. Dulu waktu mereka masih lebih kecil, Elle pernah berimajinasi menjadi Cinderella. Kemudian memaksan Malik dan Rio berperan menjadi dua saudara tiri. 

Hmm... nyatanya, memang mereka saudara tiri sih. Kakak tertua Rio itu beda ibu dari Rio, Malik, dan Maula. Tapi mami tidak pernah membedakan mereka. Semuanya anak mami.

"Kak, tolong realistis." Sentil Rio. 

Kemudian dua anak tertua itu akan ribut-ribut. Sementara dua adik mereka hanya akan menjadi penonton. 

"Mas Malik. Nanti pas di pesawat duduknya di sebelah Maula ya?" Pinta si bungsu. 

Bocah tiga belas tahun itu mengangguk lemah. Tapi jauh di dalam hati ia merasa tidak ingin pergi. Apalagi tadi pagi Syabil menelpon. Katanya ia dan kakak-kakaknya sudah menyewa peralatan naik gunung dan berkemah. Rombongan mereka pun bertambah karena Kak Sally dan Shilla juga ikut ditemani Om Aciel. 

"Pi. Kalo Malik nggak ikut gimana? Ntar Malik nginep di rumah Pakde sama Bude aja." Tawar bocah itu lagi. Ia masih kukuh. Berusaha agar tidak jadi ikut liburan keluarga ke London. 

"Nggak bisa. Kita semua harus kesana. Sekalian nengokin grandpa." Dan papi juga tetap pada keputusannya. Semua harus ikut. 

"Nanti di sana kamu kan bisa main sama Pelita. Ada Banyu-Bara juga." Sambung mami.

"Ada Bintang sama Kejora kan, Mi?" Tanya Maula antusias.

"Ada dong." 

"Kalo Mas Rio sih maunya keliling foto-foto. Ntar Kak Elle fotoin ya!" Celetuk Rio. Tidak lagi bertikai dengan kakaknya. 

Elle mengacungkan dua jempol tanda setuju. Semua nampak begitu antusias menyambut perjalanan ini. Hanya Malik yang merasa berat. Sudah dua tahun ia tidak bertemu dengan Pelita. Mereka akrab, tapi tidak cukup dekat. Hanya karena seumuran saja. Lagipula, Pelita itu perempuan. Mana bisa seru seperti Syabil. 

JETLAG (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang