Bagian 5: Rindu

2K 259 21
                                    

Malik tidak bisa menilai keputusannya menghubungi Pelita via panggilan video benar atau tidak. Di tambah lagi bagaimana gadis itu menanggapi ungkapan hatinya. Rasa membuncah dan rindu yang menggunung sudah tidak bisa lagi ia bendung. 

Beranjak dari kasurnya di tengah malam, lelaki itu segera membuka laptop di meja kerjanya. Kemudian mencari-cari sesuatu. 

Bingo!

Kemudian ia berjalan menuju lemari.  Mengecek paspor dan kembali ke depan laptop. Satu klik membuat senyumnya merekah. Malik kembali ke kasur. Lalu memejamkan matanya sejenak. 

See you soon, Pelita.

Ya. Ia memesan tiket menuju London. Khusus untuk pernebangan besok. Tidak peduli apakah ia harus membolos. Hal terpenting sekarang adalah mengentaskan rasa rindunya.

Kalau ada orang bilang cinta membuat seseorang menjadi buta dan bodoh, itu terjadi pada seorang Malik. Tidak semua orang, tapi kejadian pada diri Malik. Biarkanlah. Daripada lelaki itu stress dan frustasi. Lebih baik seperti ini. 

Ia pun bisa tertidur nyenyak sambil menantikan hari esok. Sebuah hari di mana ia bisa melihat sosok Pelita secara langsung. 

.

.

.

"Katanya ngajak gue, Lo?" Syabil yang baru turun dari motornya masih mengenakan helm sudah mendumal.

"Lama. Lo ngurus paspor aja belom kan? Terus kapan bisa ngurus visa? Kalo gue sih tinggal jalan soalnya udah lama ngurus visa." Ucap Malik santai.

"Bacot doang berarti kemaren nih." Syabil melepas helm lalu duduk di kursi warung panjang. Siang ini mereka bertemu di warung mie ayam dekat rumah Syabil.

"Gue yang anter nih? Kenapa nggak naik taksi aja sih? Apa kereta gitu." Lagi Syabil mendumal.

"Hemat. Lo pikir gue pergi pakai duit bokap?" Malik meminum es jeruk pesanannya.

"Ya kenapa nggak pakai? Punya pesawat juga kan bokap lo?"

"Nggaklah. Kurang effort banget nyat jatuhnya."

Mata Syabil memicing. Ia menepuk pundak sang sahabat. "Bro, bangga gue sama lo. Gini jadinya kan gue susah mau jadi saingan"

Malik terkekeh lalu memukul pelan kepala Syabil.

"Pokoknya anterin gue aja. Sama kalo misalnya nih si Pelita tanya-tanya tentang gue, bilang aja lagi ada kerjaan ke luar kota." Pesan lelaki itu.

"Waduh... mau bikin kejutan lo?"

Malik mengangguk.

"Awas, ntar si Pet malah ngamuk-ngamuk. Bukannya di sambut sweet."

"Nggak apa-apa. Udah biasa."

"Hahaha." Syabil membuat tawa yang di buat-buat.

Setelah menghabiskan pesanan mie ayam, mereka pun berangkat menuju bandara mengendarai motor milik Syabil.

Perjuangan sekali. Demi membayar rasa rindunya. Malik sudah merogoh simpanannya cukup dalam. Ia juga belum mengajukan cuti di kantor.

Biarlah, toh gue nggak bakalan di pecat sama Papi. Paling juga diceramahi panjang lebar.

Pikir lelaki itu dengan penuh keyakinan.

.
.
.

Di pesawat, Malik sama sekali tidak bisa tidur. Selain berada di kelas ekonomi dan ia tidak terbiasa, lelaki itu juga gugup.

JETLAG (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang