Part 15. Nge-Date (1)

8.7K 824 4
                                    


Mentari nampak bergeser ke arah Barat, memaparkan cahaya yang menyorotkan suhu cukup hangat.

Sore ini Atika begitu bahagia karena sebuah janji yang telah diucapkan Ares semalam. Gadis itu bergegas mandi, salat Ashar, dan bersiap-siap. Rasanya tak sabar untuk menunggu pria itu pulang.

Dengan balutan gamis simple berwarna dusty pink dan khimar pasmina soft peachnya, Atika mematut dirinya di cermin. Menyerong ke kiri dan kanan untuk memastikan tidak ada yang kurang. Atika tersenyum begitu merasa dirinya cukup anggun.

Namun senyumnya seketika sirna begitu melirik jam yang menempel di dinding. "Ish! Udah jam setengah lima kenapa tuh orang belum pulang juga sih!" gerutunya sebal menghentakkan satu kakinya.

Tidak disangka setelah gerutuannya terlontar, Atika langsung mendengar suara knop pintu yang bergerak, menandakan kalau pintu akan dibuka. Hatinya bersorak gembira meski belum melihat sosok di balik pintu.

Atika tersenyum lebar menunjukkan deretan giginya yang rapi begitu pria yang diharapkannya sudah muncul dari balik pintu. Nampak Ares menatapnya kini dengan ekspresi yang...ah, entahlah. Menurut Atika ekspresi pria itu justru seperti orang bingung. Atika sampai menyurutkan senyumannya di kala Ares terus bertahan dengan ekspresinya itu.

"Rapi sekali, mau kemana?" itulah kalimat yang dilontarkan Ares begitu pria itu melangkah memasuki kamar dan duduk di sofa.

Atika seketika menganga dan mengerjapkan matanya. Apa pria itu lupa akan janjinya? Haish, hebat sekali dia. Buat janji sendiri, dia juga yang lupa!

Dengan kesal Atika melangkah dan merebahkan tubuhnya di ranjang, bahkan dengan flatshoes yang masih menempel di kaki. Gagal sudah kebahagiaannya untuk membeli ponsel baru, juga 10 khimar. Semua memang bisa manusia rencanakan, tapi Tuhanlah yang akan menentukan. Atika mengingat kalimat itu untuk meredakan rasa kesalnya.

"Aku mandi dulu, Atika. Baru kita pergi." suara Ares kembali terdengar.

Dan perkataan pria itu sukses membuat mood Atika naik kembali. Secepat kilat gadis itu beranjak untuk duduk, menatap Ares yang hendak masuk ke kamar mandi.

"Jadi Om nggak lupa?!" seru Atika dengan mata berbinar.

Ares menyempatkan diri untuk menoleh kesamping dan tersenyum sok cool sesaat sebelum masuk ke kamar mandi.

"Aaaaa!!!! Yaampun, seneng banget aku tuh! Makasih YaAllah...." sorak Atika menggigit bantal.

Atika segera turun dari ranjang dan memperbaiki dandanannya yang rusak. Liptint yang hampir hilang, dan kerudungnya yang sedikit berantakan, ia merapikannya kembali di depan cermin.

Atika tidak memakai bedak, hanya krim saja yang melapisi kulit wajahnya. Namun tampaknya krim saja sudah cukup membuat wajah gadis itu terlihat cerah merona. Kecantikan Atika patut diacungi jempol.

"Ah, bahagianya...!!! Akhirnya aku bakal punya ponsel lagi! Yes!!" Atika terus saja bersorak menunjukkan rasa bahagianya.

Tak lama, akhirnya Ares keluar dari kamar mandi. Atika langsung beranjak dari duduknya dan menutup sisi wajahnya yang dirasa bisa membuatnya melihat keberadaan pria tak normal itu. Ia bergegas keluar kamar.

Atika mengembuskan napasnya lega begitu sudah berada di luar kamar. Entah sampai kapan dirinya tidak terbiasa dengan keadaan Ares yang hanya berlilitkan sebuah handuk. Ia pikir mungkin akan begitu lama prosesnya menuju rasa terbiasa itu.

Atika berdiam diri di pembatas balkon. Mengamati rumah ini dari atas, membuat ia menggeleng-gelengkan kepala. Bila dibandingkan, rumah milik ibunya dengan milik Ares mungkin 5 kali lipatnya. Ia tidak tahu mengapa banyak orang membeli rumah ataupun membuatnya besar-besar namun yang menempatinya hanya 2 atau 3 orang, selain pembantu. Ia pikir itu merupakan salah satu masalah pemborosan lahan. Lagipula dengan minimnya si penghuni, membuat beberapa ruangan jadi tidak sering dikunjungi, dan itu berpotensi mendatangkan makhluk-makhluk yang tak bisa kita lihat, yang sering orang-orang sebut setan atau makhluk astral. Itulah penilaian Atika.

Dengan santai Atika menoleh membalikkan tubuhnya untuk mengecek kesiapan pria yang ditunggunya. Sudah cukup lama, mungkin pria itu sudah siap sekarang.

Tidak ia sangka ternyata Ares kini berdiri tepat di belakangnya. Atika yang begitu terkejut sampai terhuyung ke belakang hampir terjungkal melewati pembatas balkon jika saja Ares tak menahan tubuhnya.

Kini jarak mereka begitu dekat. Atika sampai bisa merasakan tubuhnya menempel pada pria itu, bahkan napas pria itu juga bisa ia rasakan di wajahnya. Ada aroma mint yang menurutnya begitu menyegarkan, membuat Atika memejamkan mata menghirup aroma itu tanpa malu-malu.

Melihat ekspresi aneh Atika, Ares lantas sadar dan melepaskan tubuh gadis itu dari pelukannya. Membuat Atika juga tersadar akan tingkah konyolnya. Berkali-kali ia bergerutu pelan merutuki kebodohannya.

"Ki-kita turun yuk, Om! Keburu sore, nih." ujar Atika menyengir kaku.

Ares mengangguk dengan wajah yang nampak masih sedikit syok, tidak percaya pada apa yang baru saja terjadi.

***

"Om, kita ke Mol?!" tanya Atika tak percaya begitu mobil mereka memasuki sebuah parkiran pusat perbelanjaan di pusat kota.

Padahal Atika pikir mereka bisa membeli ponsel atau kebutuhan lainnya di toko-toko terdekat saja, tapi entah kenapa pria di sampingnya justru membawa mobilnya ke sebuah Mol yang jaraknya saja bisa menghabiskan waktu hampir satu setengah jam dari rumah pria itu.

"Sudah hampir Adzan, kita salat dulu." ujar Ares menyetel rem tangan, tidak berniat menimpali ucapan Atika.

"Ish, Om itu buang-buang bensin tahu nggak? Atika pikir tadi Om ada perlu apa sampe jalan jauh banget gini, tahunya malah ke sini. Kalau Atika tahu dari awal udah pasti Atika cegah tadi." dumelnya masih anteng duduk di bangku penumpang.

"Kamu nggak mau keluar?" tanya Ares di ambang pintu mobil.

Melirik sesaat pada Ares, Atika membuang napasnya sebelum turun dari mobil dengan terpaksa.

Atika berjalan mengitari mobil menghampiri Ares. Tak ia sangka Ares justru merangkulnya sebelum melangkah. Atika menegang sesaat menatap Ares dengan pandangan tak mengerti sebelum pria itu berujar,

"Kita salat Maghrib dulu."

Atika langsung membawa wajahnya ke arah bawah. Melihat wajah Ares yang nampak biasa saja, tidak merasa canggung sama sekali membuat Atika bingung harus berbuat apa.

Menatap sejenak tangan pria itu di bahunya, Atika akhirnya memutuskan untuk membiarkan tangan Ares yang merangkulnya. Kemudian berjalan menyamai langkah pria itu dengan perasaan yang ia tidak mengerti.

*****

Thanks,

OviieArbain6

Bukan Sugar Baby (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang