Part 17. Nge-Date (3)

7.9K 883 35
                                    


Bismillah,

Selamat membaca... 😘

___

"Selamat Malam. Ada yang bisa kami bantu?" kembali salah seorang pelayan menyapa Ares dan Atika.

Atika hanya mengangguk dan tersenyum, kemudian berjalan mendekati jejeran baju-baju yang tergantung. Ares mengikutinya dari jarak yang sedikit jauh.

Mata Atika kemudian menangkap sebuah gamis yang terpajang pada manekin. Ia menatapnya dengan kagum. Namun begitu melihat harganya, Atika langsung mundur dan menggelengkan kepalanya pelan. Ia segera melangkah menjauhi sebelum tangan Ares menahannya.

Dilihatnya Ares yang kini nampak mengecek harga gamis itu sebelum kembali menatapnya. "Kamu suka?"

Atika nampak berpikir sejenak, "Enggak, Om." ujarnya meringis.

"Mbak," panggil Ares pada pelayan. "Yang ini boleh dicoba?"

Atika mendesah, nyatanya Ares lebih dulu menyadari keminatannya pada gamis itu.

"Boleh, Mas." jawab pelayan itu tersenyum.

Atika di tempatnya mengerjap sedikit tak percaya mendengar panggilan 'mas' yang dilontarkan mbak pelayan pada Ares. Bukan, bukan, sebenarnya bukan karena panggilannya, namun karena ekspresi mbaknya yang nampak tersenyum malu-malu. Dan itu membuat Atika seketika membandingkan pelayan di toko itu dengan di toko ponsel tadi.

Nampak jauh berbeda. Jelas sangat berbeda. Menurutnya mbak pelayan yang ada di toko ponsel jauh lebih profesional dibanding mbak yang ini. Dan jujur saja Atika tidak suka dengan itu.

Arrgh! Apa sih yang sedang ada dalam pikirannya?! Mau mbaknya profesional ataupun genit seharusnya bukan masalah kan baginya? Toh itu tidak membuatnya rugi apapun.

"Ini Dek, silakan di coba."

Atika kembali mengerjapkan matanya. Dek? Apa ia tak salah dengar kalau mbak pelayan memanggilnya adek? Apakah dirinya sekecil itu? Perasaan tinggi mbak pelayan dengan dirinya tak jauh beda, kenapa mbak pelayan nampak menganggapnya jauh lebih kecil.

Atika akhirnya menerima gamis itu dengan perasaan sedikit dongkol. Ia segera pergi menuju kamar pas untuk mencoba gamis yang dipegangnya.

"Ish! Genit banget sih itu Mbaknya! Jadi pengen aku jambak rambutnya sampai lepas dan kubuang ke laut." dumelnya sebelum tersadar. "Astaghfirullah, Atika... sadarlah, itu bukan perbuatan terpuji. Kamu bisa mendapat hukuman penjara di neraka untuk sekian tahun lamanya kalau sampai melakukan hal itu. Sabarlah, niscaya Allah angkat derajatmu." Atika tertawa sendiri mendengar nasihat yang keluar dari bibirnya.

Tak lama kemudian Atika akhirnya keluar. Ares yang sedang menunggunya langsung menoleh ke arahnya. Terpaku sejenak, Ares akhirnya mengangguk dan berkata,

"Bagus,"

Mendengar pujian itu Atika merasakan pipinya mulai memanas. Ia kemudian segera masuk kembali ke kamar pas agar Ares tak melihat semburat merah di pipinya.

Di dalam kamar, gadis itu menepuk-nepuk pipinya dengan cukup keras. "Ya ampun, Atika...! Memangnya pria itu memujimu? Dia cuma bilang bagus, catat ini baik-baik, BAGUS, B-A-G-U-S. Bagus bajunya maksud dia Atika...!!! Tapi kenapa pipimu lancang sekali sih?! Sampai merona! Dasar tidak tahu diri!!"

Selesai melepas gamisnya, Atika langsung keluar. Ares menyambutnya dengan senyuman, membuat Atika menunduk dan merutuk beberapa kali agar semburat merah tak lagi tercipta.

"Sana pilih 2 lagi," perintah Ares.

Atika langsung menatap Ares tak percaya, "Om mau beliin lagi?"

Ares menatap Atika sejenak. "Enggak," jawab Ares menggeleng. "Kamu bayar sendiri."

Bukan Sugar Baby (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang