Part 3. ART

16.9K 1.3K 61
                                    

Mulmed di atas visualisasi Atika ya...

Yups bener banget, Wirda Mansyur. Imut tapi nampak galak, cocok banget jadi visualnya Atika.

Kalau ada yang kurang syukak, kalian boleh berimajinaso sendoro yooo... 😉

Thank you 😘

______

Selesai mandi Atika merasa mendengar suara gaduh di lantai bawah. Ia pun berniat untuk mengeceknya begitu selesai membenahi penampilannya.

Dari balkon Atika bisa melihat kalau Ares tengah menyuruh beberapa orang yang sedang menggotong lemari yang cukup besar. Dan bukan hanya satu, rupanya terdapat satu lagi yang masih berada di dekat pintu masuk utama.

Atika dengan cepat menuruni anak tangga. Ia menghampiri Ares yang masih sibuk memerintah.

"Om? Om jadi beliin aku lemari?" tanya Atika mengerjapkan mata.

Ares yang berdiri tak jauh darinya hanya melirik sesaat Atika. Ia kemudian melanjutkan untuk mengawal para pembawa lemari untuk naik ke lantai atas. "Nah iya, Mas. Naik ke lantai atas, kamarnya berada di sisi kiri."

Atika berkacak pinggang menyaksikan Ares yang tetap sibuk pada orang-orang itu. Bingung harus melakukan apa, Atika berlalu ke dapur untuk mengecek bahan makanan.

Membuka kulkas Atika hanya mrnemukan telur ayam beberapa butir dan... air mineral. Atika berdecak sebal. Entah kapan ada ART di rumah ini, Atika benar-benar cemas karena ia tidak begitu pandai memasak.

Mengingat uang yang ia simpan, Atika menghela napasnya. Mana cukup untuk membeli bahan makanan pokok dengan uang 50 ribu?

Dengan langkah pelan tapi pasti Atika berjalan mencari keberadaan Ares yang kini sudah tidak berada di tempat tamu. Lantas ia menaiki tangga menuju kamar pria itu.

"Om...! Om Ares!" serunya setelah melewati tangga.

Sebelum sampai di depan kamar pria itu, Atika sempat berpapasan dengan pekerja lemari yang tadi. Tersenyum sopan, Atika justru mendapat kedipan genit dari salah satunya. Atika hanya bergidik ngeri sebelum bergegas ke kamar Ares.

Bruk!

"Awww!!"

Atika jatuh terduduk. Ia meringis, mengelus pelipisnya yang sakit akibat menabrak sebuah benda keras. Mendongakkan kepalanya, Atika melihat posisi Ares berdiri di sana. Jadi tadi yang ia tabrak itu pria itu? Kenapa dadanya begitu keras sih?!

"O-om??" cengir Atika nampak bodoh.

Ares melipat kedua tangannya di depan dada. Nampak angkuh, pria itu menatap Atika dengan sedikit senyuman miringnya. "Kalau jalan itu ngadep ke depan. Jangan ke belakang." ujarnya lalu pergi begitu saja meninggalkannya menuju lantai bawah.

Atika langsung berdiri lalu menepuk-nepuk rok bagian pantatnya yang terasa sedikit kotor. Ish, dasar om-om nyebelin!

"Om! Tunggu!" seru Atika mengejar langkah Ares. "Eh, Om!"

Mengikuti Ares yang tak kunjung berhenti hingga sampai di pintu utama, Atika cukup tahu kalau sebenarnya pria itu sedang mengantar kepergian para pekerja lemari tadi. Atika ikut melihat dari balik punggung Ares sampai para pekerja itu benar-benar hilang dari pandangannya.

Setelahnya, Ares berniat menutup pintu. Mundur beberapa langkah membuat Atika ikut mundur. Begitu selesai, pria itu lantas membalikkan tubuhnya, mendapati Atika yang kini berdiri di hadapannya sambil cengengesan tidak jelas.

"Kenapa?" Ares bertanya dengan tatapan gelinya.

"Sudah selesai kan Om?"

Berjalan melewati Atika, Ares menggumam pelan. Ia kemudian duduk di sofa ruang tamu.

Atika mengikutinya. Gadis itu duduk di sudut lain, namun masih dengan sofa yang sama di mana Ares duduk.

Duduk dengan gelisah, Atika memberanikan diri untuk tetap bertanya. "Em... Om, apa Om ... nggak berniat cari pembantu?" tanyanya hati-hati.

Bagaimanapun Atika tahu kalau dirinya hanyalah orang asing yang beruntung dinikahi oleh pria seperti Ares. Ia harus tetap menjaga sopan santun.

"Kenapa memangnya? Bukannya sudah ada kamu? ISTRI aku?" kembali Ares memasang tatapan gelinya. Ia rasa menggoda Atika akan menjadi kebiasaan baru untuknya.

Menahan rasa kesalnya, Atika mendengus. "Jadi Om tega nyuruh aku sekolah sekaligus ngurus rumah segede ini? Belum lagi harus masak, kan aku nggak bisa masak Om," cicit Atika menahan tangis.

Dalam hati ingin rasanya Ares tertawa namun ia berusaha menahannya. "Jadi kamu maunya gimana Atika...?"

"Ak-aku...maunya Om bayar ART buat masak sama beresin rumah ini Om. Atika kan harus sekolah, pulangnya harus belajar. Jadi kayanya nggak mungkin sanggup ngerjain tugas rumah tangga deh, Om..." rengeknya sembari mengelap ingus yang mulai keluar.

"Aku pikir kalau sudah ada kamu, aku nggak perlu cari ART." sahut Ares tak bersungguh-sungguh.

Tanpa Ares duga, perkataannya justru mengusik hati Atika. Atika langsung beranjak dari duduknya dan menatapnya tajam.

Atika mengusap kembali ingusnya dengan kasar. "Aku tahu Om, aku cuma anak pembantu. Aku harus rela di suruh ini itu sama orang-orang kaya seperti Om. Aku ngerti, aku bukan siapa-siapa kalau Om nggak nikahin aku. Aku tahu Om, aku tahu! Kalau jadinya kayak gini lebih baik aku putus sekolah dan cari kerja daripada harus pusing mikir sekolah sama jadi pembantu!" berbalik dengan cepat Atika berniat meninggalkan Ares yang kini tengah ternganga mendengar ucapannya.

Namun sebelum melangkah, lengannya justru ditarik cukup keras oleh seseorang di belakangnya. Siapa lagi kalau bukan pria tidak normal itu? Ia bahkan sampai duduk di sofa dengan pendaratan yang cukup kasar. Masih berlinang air mata, Ares memeluk tubuhnya penuh kasih sayang. Atika pun tak tahan untuk tidak menumpahkan air matanya. Ia menangis sekencang-kencangnya di dada bidang pria itu.

"Ssstttt, maaf Atika... Aku hanya bercanda tadi. Maaf ya? Besok akan ada seseorang yang datang untuk bekerja di sini kok, jadi kamu jangan khawatir ya...?" ungkap Ares pelan.

Masih sesenggukan, Atika mengangguk dalam dekapan Ares. Lalu ia melingkarkan kedua tangannya di tubuh Ares. Seperti mendapat seorang kakak, Atika mengeratkan pelukannya.

Tidak ada perasaan apapun di antara mereka. Yang ada hanyalah perasaan kasih sayang yang mulai timbul karena kebersamaan.

*****

Ditunggu ya kelanjutannya... 😘

OviieArbain6

17_1_2021

Bukan Sugar Baby (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang