Part 25. Seperti Biasa

7.4K 769 38
                                    

Selamat membaca 💕

°°°°

Menjelang Maghrib, Atika masih sibuk bermain ponselnya di atas tempat tidur. Duduk bersender pada kepala ranjang.

Dari ekor matanya, Atika melihat Ares yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan mengenakan singlet hitam dan handuk yang melilit di pinggangnya. Hal itu sudah biasa Ares lakukan saat akan salat, Atika cukup terbiasa melihatnya.

Kemudian pria itu mendekati meja rias dan menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ares tampak menyugar rambutnya berulang kali lalu mengecek bagian wajahnya, seperti sedang memastikan wajahnya bebas dari komedo atau bintik hitam.

Atika memutar bola matanya malas.

Ya, ya, ya, baiklah. Atika akui ia sudah memperhatikan Ares sedari tadi. Tapi tentu saja ia memperhatikannya dengan malas. Jangan lupakan kalau ia sedang marah pada pria itu karena ucapan pedasnya tadi di depan televisi, yang secara tidak langsung mengatakan kalau 'ia tidak bisa apa-apa'.

Melirik kembali Ares yang masih berada di depan cermin, Atika gatal untuk mencibirnya.

"Jangan lama-lama ngacanya Om, nanti kacanya pecah!" serunya.

Ares yang mendengar itu hanya mengerjapkan matanya sesaat sebelum menjauhi cermin di depannya. Berjalan dengan langkah pelan menuju lemari pakaian.

"Aku tidak menyangka ada yang memperhatikanku sedari tadi."

Mendengar itu mulut Atika sontak ternganga, "Atika nggak merhatiin Om, kok!" serunya mengelak.

Ares menoleh menatap Atika santai. Mengerjapkan matanya lalu berujar, "Memangnya aku menuduhmu, Atika?"

Menyebalkan!

Atika menatap Ares dengan wajah yang memerah menahan emosi, ah mungkin yang benar adalah ia emosi untuk menutupi rasa malunya. Dan Atika tidak peduli itu. Karena ia sungguh kesal pada Ares yang sangat dengan jelas sengaja mempermainkan kata-katanya untuk membuatnya merasa malu.

Dengan letupan-letupan emosi yang kian memuncak di kepala, Atika kemudian meraih bantal-bantal bahkan apa pun yang bisa dijangkaunya untuk dilemparkan pada Ares dengan begitu kasar.

"Om jahat!"

"Nih, rasain!"

"Atika..." Ares berusaha menegur. Namun, sepertinya Atika tak peduli. Atika terus melempar benda-benda di sekitarnya.

"Tuh!"

"Tuh!"

"Atika...stop!"

"Enak kan, hah?!"

Lemparan boneka mendarat mengenai lemari pria itu. Hingga terakhir, seprai pun ia angkat dari kasurnya dan dilemparkannya pada Ares untuk mendapat kepuasan.

Dengan napas memburu, dada yang naik turun, tatapan setajam elang, Atika berdiri di atas kasur menatap pria yang kini sudah dikelilingi berbagai perlengkapan untuk tidur.

"Sudah?" tanya Ares menatap Atika.

Mendapat pertanyaan semacam itu, Atika justru mulai sadar akan kesalahannya.

Merasa bodoh, Atika terduduk di atas kasur. "Maaf," sesalnya menunduk.

Ares lantas berjalan mendekati Atika dan duduk di tepi ranjang.

"Jangan nangis," tutur Ares yang justru membuat Atika ingin menumpahkan kekesalannya dengan menangis.

Merasa bibirnya bergetar menahan tangis, Atika lantas menutup mulutnya.

Bukan Sugar Baby (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang