Part 48. Menggombal

6.8K 728 60
                                    

Assalamu'alaikum...

Nggak lupa ingetin kalian buat vote. 😉

Happy reading.

_____

Di Minggu pagi yang cukup cerah, Atika berdiri di area balkon kamar untuk merenggangkan otot setelah bermalas-malasan cukup lama di atas tempat tidur.

Sang Mentari baru saja menampakkan diri. Sinar jingganya menerpa tubuh Atika. Merangkul tubuh sendiri, Atika menghirup udara segar dalam-dalam sembari memejamkan mata; menikmati sinar mentari yang menenggelamkannya dalam kehangatan.

Dalam kondisi yang rileks, tiba-tiba ia merasakan dua buah tangan kokoh merangkulnya dari belakang. Merangkul sedikit erat sampai ia merasa beban tubuhnya bertambah. Atika terkekeh pelan sebelum menyambut tangan yang merangkulnya itu dengan tangan kecilnya.

"Temani aku nge-gym," bisik Ares mendusel manja.

Atika terdiam, berpikir. Setelah sadar,  segera ia melepas pelukan Ares dan bergeser menjauhi sang suami.

"Nggak mau!" tolaknya bersidekap membuang muka.

Ares justru tersenyum geli, lalu merangkul kembali Atika dengan sebelah tangannya. Ia pun bertanya lembut, "Kenapa?"

"Atika nggak suka! Lagian emangnya Om mau Atika lihatin tubuh laki-laki lain?" selorohnya sengaja.

Ares langsung mendelik kesal. Namun, hanya sesaat sebelum akhirnya mendengus sebal dan beralih menatap pemandandangan sekitar. "Jangan harap!"

Atika spontan tersenyum mendengar nada sebal mengiringi perkataan Ares. "Makanya, nggak usah ajak Atika. Lagian juga Atika nggak mau lihat Om nonjok orang lagi."

Ares merasa butuh rasa sabar saat ini. Peristiwa menyebalkan itu, entah kenapa Atika membahasnya lagi.

Memilih tetap menunjukkan sikap tenang, Ares mengangkat sebelah tangannya lagi untuk mengurung tubuh istrinya. Ia menatap lekat wajah sang istri dari samping, sebelum menyandarkan kepala di bahu.

"Tidak perlu membahasnya lagi. Itu memalukan." akunya yang membuat Atika tak bisa menahan senyum geli. "Kita pindah tempat, bagaimana?" bujuk Ares mengangkat kembali kepalanya. "Kamu juga tidak perlu menemaniku di tempat pria, kamu bisa berolahraga sendiri di tempat wanita."

Atika tersenyum sekilas. "Tetap tidak mau!" kukuhnya. "Atika nggak suka olahraga."

Ares mendesis pelan. "Nanti tubuhmu gendut!"

"Bodo amat!" timpal Atika cuek.

"Kamu tidak suka tubuh suamimu ini berotot, ya?" tanya Ares yang lebih terdengar seperti gumaman.

Atika tertawa pelan untuk sesaat. "Berotot ya berotot. Tidak ada hubungannya dengan Atika, pun."

Ares terdiam, menerawang jauh ke masa depan. Namun, pada akhirnya ia hanya bisa mengembuskan napas, lalu melepas rangkulannya. Kemudian ia berujar dengan lesu. "Baiklah, aku akan pergi sendiri."

Ares beranjak pergi. Melihat itu, Atika pun langsung diserbu rasa tak tega. Dengan sisa-sisa kepeduliannya, akhirnya ia menyusul langkah Ares dan segera menahan lengan pria itu.

"Atika ikut." putusnya. Ares langsung menatap wajah Atika sembari berusaha menyembunyikan senyum kemenangan.

"Terpaksa?"

Atika diam, pura-pura berpikir. "Sedikit." jawabnya kemudian, menyertakan gerakan tangan serta sedikit senyuman di bibir.

Tanpa Atika ketahui, Ares justru memasang senyum jahil. "Kalau begitu tidak usah," ujarnya jual mahal, berjalan mendahului Atika mengambil kunci mobil, jam tangan, serta dompet.

Atika cukup lama bergeming, merasa heran dengan keputusan Ares. Namun, karena merasa keputusannya sudah bulat, ia pun mengejar Ares kembali. "Atika akan tetap ikut."

Ares menahan senyum gelinya. "Kenapa?"

"Karena ... Atika takut Om marah." Atika tersenyum.

Ares ikut tersenyum. "Tidak akan," Ares lanjut melangkah. Atika menyamai langkahnya.

"Atika takut Om ngambek." lanjut Atika sembari berjalan.

Ares tersenyum samar. "Tidak akan."

"Kalau begitu ... Atika takut Om potong uang jajan Atika."

Langkah Ares langsung terhenti. Ia menoleh menatap Atika penuh arti sebelum akhirnya kembali tersenyum. "Itu juga tidak akan." jawabnya, lalu kembali melangkah. "Mulai sekarang ancaman itu tidak akan kugunakan lagi." ujarnya sembari mengusap lembut punggung telapak tangan Atika yang mengamit tangannya.

Atika hanya tersenyum, mengerti apa yang Ares maksudkan. "Jadi, Atika boleh ikut?" tanyanya setelah mereka sampai di depan pintu utama.

Ares menghentikan langkah. Menyerongkan kepala dengan elegan, lalu ia pun membalas. "Kalau terpaksa tidak usah."

Atika sadar Ares hanya main-main. Ia hanya perlu bekerja keras mencari kalimat yang pas agar suaminya berhenti melontarkan kata-kata yang akan membuatnya terus memutar otak untuk membalasnya.

Mengunci pintu rumah, Atika segera menyusul Ares yang terlihat akan memasuki mobil. Dengan cepat Atika membuka pintu mobil dan duduk di bangku penumpang.

"Kenapa memaksa ikut sekarang?" Ares bertanya dengan tangan sibuk menyalakan mesin.

Atika mencoba bersabar dan tetap tenang dalam menghadapi sikap dingin Ares yang SANGAT-SANGAT IA KETAHUI KALAU ITU HANYA PURA-PURA!

Menyangga kepala menggunakan tangan yang ia tumpukan sikunya pada dashboard, Atika menatap Ares dengan senyuman termanisnya, lalu berkata, "Karena Atika cinta sama Om."

Atika menunjukkan bentuk hati dengan jari jempol dan telunjuknya. Senyumnya semakin merekah menunjukkan ketulusan. Ya, tentu saja tulus. Tuluuss... agar Ares berhenti membuatnya pusing memikirkan alasan lain.

Dengan doa yang Atika panjatkan dalam hati, Atika terus tersenyum. Namun, ia harap-harap cemas menunggu respon pria yang kini sedang menatapnya lurus. Bisa Atika lihat wajah Ares tampak berseri. Atika tahu Ares menerbangkan banyak bentuk hati ke udara. Membayangkan itu membuatnya tanpa sadar mengulum senyum tampak gila. Pikirannya hanyut. Sampai tak sadar bahwa mobil sudah mulai berjalan, yang membuatnya seketika mendapati pelipisnya terbentur dashboard sedikit keras karena penyangga kepalanya tiba-tiba terlepas efek mobil yang direm secara tiba-tiba.

"Ooo...om!!" geramnya tertahan, sembari memegang kepalanya yang terasa sakit.

Tidak merasa bersalah, Ares justru tampak berusaha menahan tawa, lalu kembali melajukan kendaraan.

*****


Terimakasih untuk yang sudah mendukung cerita ini 💖

Bukan Sugar Baby (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang