Part 23. Membuang Gengsi

7.6K 874 57
                                    

Vote, please... 😔

°°°

Menjalani hari-hari bersama seorang gadis berstatus istri sebelumnya tidak pernah terbayangkan dalam pikirannya. Ares pikir ia akan melajang sampai ia menua karena ia sendiri bingung untuk masa depannya akan bagaimana.

Namun Ares sadar, bahwa apa yang sudah terjadi pada dirinya adalah berawal dari masa lalu sewaktu kecil. Penolakan dari gadis kecil yang membuatnya enggan mendekati perempuan mana pun, hingga ia terbiasa dengan kesendiriannya dan menerima kenyataan pahit berupa kekurangannya itu.

Berharap pada kesembuhan sudah pasti. Ares ingin juga merasakan kehidupan normal seperti yang lainnya. Apalagi kini sudah ada seseorang yang menganggap dirinya sebagai imam, ia tidak bisa terus dalam kondisi seperti ini jika tidak ingin pernikahannya berakhir sia-sia.

Tentu saja Ares berharap menikah hanya untuk sekali seumur hidupnya. Dan sudah ia putuskan bahwa Atikalah perempuan yang ia harapkan untuk menjadi yang pertama dan terakhir, terlepas ia akan sembuh atau tidak.

Entah dengan gadis itu. Atika bisa saja meninggalkannya nanti. Apalagi saat gadis itu merasa bahwa dia membutuhkan sesuatu yang tidak bisa Ares berikan. Dengan keadaan gadis itu yang sudah mampu berdiri sendiri, tidak bergantung padanya lagi, Ares tak yakin kalau Atika akan tetap memilih bersamanya.

Ya Tuhan...Ares tak sanggup membayangkan Atika yang pergi dari hidupnya. Bagaimana nanti dengannya? Apa ia akan kembali lagi menjadi manusia yang tidak peduli sekitar? Yang hanya sibuk pada dunianya sendiri?

Ares sungguh berharap pada Tuhan untuk diberi kesembuhan secepatnya.

Memikirkan kembali kejadian siang menjelang sore tadi, Ares tak bisa menutupi rasa kesalnya. Bagaimanapun Atika adalah istrinya, ia tidak ingin ada laki-laki selain dirinya berada di dekat gadis itu. Ia khawatir Atika memiliki cinta di sekolah yang bisa saja akan berdampak pada keretakan rumah tangga mereka, dan berakhir dengan gadis itu yang meninggalkannya sendiri, pergi bersama pria yang dia cintai.

Tidak. Ares tidak akan membiarkan hal itu terjadi dalam hidupnya. Jikalau pun ia harus melepas Atika, ia akan melepaskannya atas dasar kekurangannya yang tak kunjung sembuh, bukan karena merelakan Atika pergi bersama pria lain.

Bukan apa-apa, ia hanya ingin mempertahankan rumah tangganya saja. Terlebih mamanya begitu menaruh harapan besar pada pernikahan ini.

Merasa hawa dingin mulai menyapa, Ares membuka matanya dan menghela napas sebelum kembali masuk ke dalam kamar.

Ares mendapati Atika masih mengubur diri dengan selimut, membuatnya mengerutkan dahi. Apakah gadis itu tidur? Tidak mungkin bisa bertahan di balik selimut dengan begitu lamanya kalau tidak tidur.

Tak mau mengganggu, Ares memilih membuka laptop. Lagi pula ia masih marah dengan gadis di sampingnya itu. Enak saja berniat mempermainkan sebuah pernikahan. Gadis itu pikir tidak akan membuat banyak orang kecewa? Ares berdecak kesal.

Waktu terus berjalan, hingga menunjukkan pukul 05.50, hampir tiba waktu Maghrib. Ares melirik Atika yang masih nyaman dalam posisinya.

"Atika..." panggilnya pelan berusaha membangunkan.

"Atika ... sudah mau Maghrib ini. Siap-siap salat."

Atika hanya menggumam sebagai jawaban. Ares lantas menyibak selimut yang menutupi bagian kepala Atika.

"Hey, bangun. Sudah mau adzan ini." ujarnya sambil menepuk pelan pipi Atika.

"Ish, apaan sih Om! Atika lagi nggak salat, jangan ganggu Atika!" ujar Atika kembali menarik selimutnya menutupi kepala.

Bukan Sugar Baby (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang