Part 14. Balikin Ponsel

8.1K 820 12
                                    

Sesuai janjinya pada Ares, hari ini Atika berniat mengembalikan ponsel pemberian Haris.

Ramainya kelas membuat Atika terus mengurungkan niatnya. Ia tidak mau menjadi perbincangan teman-teman di kelasnya jika ia terlihat dekat dengan Haris. Lama berpikir akhirnya ia memutuskan untuk meminta bantuan Silvi.

"Sil, kamu mau bantuin aku?"

Nampak Silvi mengerutkan dahi. "Bantu apa?"

"Bilang sama Haris, suruh nemuin aku di halaman belakang sekolah."

Silvi spontan ternganga, "K-kamu...ada hubungan apa sama Haris, Atika?"

Atika langsung menggeleng cepat. "Aku mau balikin ponsel Haris." bisiknya sembari menunjuk ponsel di tangannya.

"Loh? Kenapa?"

"Om aku mau beliin aku ponsel nanti. Jadi aku batalin buat nerima ini, Sil."

Silvi mengerjap, "Kemana aja Om kamu selama ini? Kenapa dia baru niat beliin?"

Atika mengedikkan bahunya lalu nampak berpikir, "Dia...baru punya uang kali Sil." jawabnya berbohong.

Silvi cukup mengerti, terlihat dari gestur kepalanya yang mengangguk-angguk. "Jadi, kamu maunya ketemuan kapan?"

Atika nampak berpikir. "Sepulang sekolah, deh."

"Baiklah." sahut Silvi seraya tersenyum dan mengacungkan kedua jempolnya.

***

Jam pelajaran begitu cepat berlalu. Kini bel pulang sudah berbunyi. Semua murid nampak membenahi barang-barang mereka dan memasukkannya ke dalam tas.

"Sil, kamu ikut buat nemenin aku." ucap Atika tiba-tiba pada Silvi saat mereka hendak beranjak dari tempat duduk.

"Loh? Kenapa aku harus ikut?" tanya Silvi tak mengerti.

"Aku nggak mau berduaan aja sama Haris." ujar Atika enteng.

Silvi hendak kembali memprotes namun Atika segera menutup mulutnya.

"Udah... Aku nggak nerima penolakan!" ujar Atika segera menarik lengan Silvi keluar kelas menuju halaman belakang sekolah, tempat di mana ia ada janji dengan Haris.

"Atika, aku nggak mau jadi nyamuk!" protes Silvi di tengah perjalanan, namun Atika tak menghiraukannya.

Tak lama kemudian tibalah mereka di tempat tujuan. Tempatnya cukup sejuk, ada sebuah bangku panjang yang terletak di bawah pohon besar. Kebersihan juga nampak terjaga, terlihat dari daun-daun kering yang tidak terlalu banyak berserakan.

"Aku baru tahu di sini ada bangku panjang." komentar Atika sebelum duduk di bangku itu.

"Iyalah, kamu kan nggak suka kelayapan." ujar Silvi ikut mendaratkan pantatnya pada bangku. "Kadang di sini juga dijadiin buat tempat pacaran."

Atika menganga mendengar penuturan Silvi, "Serius kamu?"

Silvi mengangguk.

Atika menepuk pelan keningnya. "Yaampun, untung aja aku bawa kamu Sil. Kalau enggak, bisa dikira pacaran nanti aku sama Haris."

Silvi berdecak malas, "Dan ini sebenarnya menyebalkan buat aku. Masa aku disuruh jadi nyamuk?"

Mendengar itu, Atika memukul pelan lengan Silvi. "Aku nggak mungkin jadiin kamu nyamuk, aku cuma sebentar kok."

Belum sempat Silvi menyahuti perkataan Atika, mereka nampak melihat Haris yang kini tengah berjalan menghampiri.

Silvi meluruhkan bahunya, "Aku pergi ya?" ucapnya lesu.

Atika menahan lengan Silvi sejenak sebelum akhirnya melepaskannya dengan berat hati. "Aku cuma sebentar kok, Sil."

Silvi mengangguk, "Aku duduk di sana." ujarnya menunjuk sebuah batu besar di dekat tembok pembatas sekolah.

Atika mengangguk tak enak.

Sementara Haris di tempatnya nampak berdiri menatap heran Silvi yang baru saja meninggalkan Atika. Namun begitu tahu apa maksudnya, ia kembali berjalan menghampiri seorang gadis yang kini masih duduk di bangku dengan manisnya.

Atika tersenyum tipis begitu Haris hampir sampai di depannya. Haris membalas senyumannya sekilas. Kemudian pria itu meletakkan tasnya di bangku sebelum duduk.

"Ada apa, Atika?" tanya Haris dengan ekspresi cool-nya.

Atika mengerjap sesaat sebelum sadar akan tujuannya. Buru-buru Atika membuka tas untuk mengambil sebuah benda yang akan ia kembalikan pada Haris.

Atika mengulurkan benda itu perlahan pada pria di sampingnya. "Maaf, Ris. Aku mau ngembaliin ini." cicit Atika menunduk, takut menyinggung perasaan Haris.

Haris nampak menatapnya heran, "Loh, kenapa?" tanya Haris dengan sudut bibir yang sedikit terangkat.

Atika masih menunduk takut, "Ak-aku...mau dibeliin ponsel sama Ibu nanti sepulang sekolah, Ris. Maaf ya?"

Haris tersenyum melihat kelucuan tingkah Atika. Kemudian ia meraih dus ponsel yang Atika berikan. Ia memutar-mutar dus itu dengan satu tanggannya dan terkekeh.

"Kamu harus bayar setengahnya loh Atika.. karena udah buka segelnya." ujar Haris tersenyum jahil.

Atika di tempatnya mengerjap tak percaya menatap Haris. Merasa ditatap, Haris menolehkan wajahnya ikut menatap gadis di sampingnya. Ia tersenyum mendapati wajah Atika yang nampak terkejut. "Bercanda," ujarnya tanpa beban.

Atika mendengus pelan, "Nggak lucu."

"Eh siapa yang bilang lucu emang?" tanya Haris santai.

Tahu tidak sih, Haris itu tipikal cowok yang mukanya selalu berseri kalau ngomong? Apalagi kalau lagi bercanda seperti sekarang, semakin ngegemesin tahu tidak mukanya!

Atika tidak tahan untuk tidak tersenyum geli mendengar candaan Haris. "Dasar! Pinter aja ngembaliin suasana." gerutu Atika pelan.

Haris sedikit terkekeh, kemudian pria itu nampak mengambil sesuatu dari tasnya dan menulis entah apa pada kertas sobekan yang baru saja diambilnya dari tas.

"Nih, simpen nomor aku setelah ponsel barumu ada. Jangan lupa dichat juga." ujar Haris memberikan kertas sobekannya pada Atika.

Dengan ragu Atika menerimanya, ia tersenyum kaku. "Baiklah Ris, akan aku simpan."

"Chat juga," pinta Haris memaksa, namun dengan nada yang tetap terdengar halus.

"Iya, iya," Atika menyahut cepat.

"WOY! LUMUTAN INI!! LAMA BENER SIH KALIAN!"

Teriakan Silvi menyadarkan Atika akan kesalahannya. Ia menepuk keningnya, merasa bodoh akan apa yang sudah ia perbuat.

Beranjak dari duduknya, Atika merapikan tas dan menyimpan kertas pemberian haris pada saku seragam sebelum buru-buru pergi menghampiri Silvi.

"Aku duluan, Ris!" serunya sembari berlalu.

*****

Thanks buat kalian yang sudah menyempatkan membaca ceritaku ini.

Semakin berterimakasih kalau kalian berkenan vote, 😊

💕

Bukan Sugar Baby (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang