Part 64. Sebuah Karunia (Kesembuhan Ares)

6.4K 778 275
                                    

Assalamu'alaikum, all 🙏🏻😊

Masih adakah yang menunggu cerita ini up?

Bagi kalian yang sudah mendukung, terimakasih banyakkk 😘

Selamat membaca 🧡

Jangan lupa VOTE dan komennya yang buanyaakkkkk 🙏🏻😂

_____

Tiga hari berlalu dengan cepat. Ini adalah hari keempat Atika berada di rumah sakit.

Seperti dua hari sebelumnya, sepulang dari kantor, Ares akan langsung menuju ke rumah sakit. Empat hari ini rumah sakit sudah seperti rumah kedua baginya. Ia hanya akan pulang ke rumah saat hendak mengambil pakaian bersih. Dan selama ia di kantor, Bi Was yang berganti menjaga Atika di rumah sakit.

Menurut penuturan dokter empat hari lalu, kemungkinan Atika diperbolehkan pulang hari ini. Menurut hasil pemeriksaan terakhir juga Ares merasa optimis pada kepulangan Atika hari ini. Kondisi Atika cukup ada peningkatan, meski masih begitu rendah kurva peningkatan tersebut. Yah, Ares sendiri cukup tahu bahwa luka dalam akan lebih lama proses sembuhnya dibanding luka luar yang acap kali ditandai dengan darah mengalir. Meski demikian, Ares tentu saja akan selalu sabar dalam merawat Atika, atas izin Allah.

"Assalamu'alaikum," Ares memasuki ruangan. Salamnya seketika dijawab dengan nada riang oleh Atika, sementara Bi Was menjawabnya pelan.

Sembari mengganti sepatu dengan sandal, Ares menoleh ke arah bed, didapatinya wajah ceria Atika di sana. Ares pun berjalan ke arahnya sembari mengulas senyum hangat.

"Ada keluhan hari ini?"

Sudah seperti dokter saja Ares selalu bertanya seperti itu saat baru saja berjumpa dengan sang istri. Tangannya terulur, langsung disambut hangat oleh Atika.

"Nggak ada, Om. Alhamdulillah," jawab Atika tersenyum, Ares mengecup keningnya sekilas.

"Syukurlah," ujar Ares dengan senyuman lalu mengusap puncak kepalanya lembut.

"Non, Tuan, Bibi pamit pulang, ya?" Bi Was pamit seperti biasa setelah Ares datang.

"Ah, ini Bi. Buat Bibi makan di rumah." Ares menyerahkan satu kantong kresek dari tangannya. Bi Was pun menerimanya dengan senang hati.

"Terimakasih, Tuan. Bibi pamit dulu,"

"Iya, Bi. Makasih, ya?" lontar Atika membalas. Bi Was tersenyum dan pergi. Fokus Atika lantas kembali pada pria disampingnya.

"Jadi beliin seblaknya, Mas?" Atika menggoyang-goyangkan tangan Ares sembari mengedipkan mata manja, membuat Ares balas menatapnya dengan berseri.

Mas...

Seperti itulah Atika. Memanggilnya 'mas' saat ada maunya saja. Diluar itu, gadis itu tetap menyerukan panggilan 'om' untuk dirinya.

Sebenarnya bukan salah Atika, setelah mamanya pulang di hari pertama gadis itu masuk rumah sakit, Atika lanjut membiasakan diri memanggilnya 'mas'. Tapi bukannya kepuasan yang Ares dapatkan, ia justru merasa kehilangan sisi ceria Atika karena Atika kerap menyembunyikan wajahnya saat menyebut panggilan itu. Alasan itu yang membuat Ares mengizinkan Atika tetap memanggilnya 'om'. Yah, begitulah Ares. Ia begitu lemah di depan Atika, bahkan sanggup merelakan apapun demi kenyamanan gadis itu. Termasuk merelakan sebuah panggilan yang sayangnya ia sendiri kini sudah merasa terbiasa.

Tapi tentu saja ia tidak akan mentolerir lagi saat sudah ada anak di antara mereka, jika memang Allah mengaruniai anak suatu saat nanti. Bisa-bisa ia ditertawai anaknya dan bahkan lebih parahnya, anaknya akan ikut memanggilnya om. Ares bergidik ngeri membayangkannya.

Bukan Sugar Baby (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang