Part 27. Kata Manis

6.7K 762 26
                                    


Vote, please...!

°°°

Pukul 19.28, Atika mulai merasa lapar. Ia menatap Ares yang kini justru sibuk dengan laptopnya.

"Om! Katanya mau delivery." ujar Atika menagih janji.

"Ya, nanti." Ares menyahuti tanpa beralih dari laptopnya.

Atika mendengus memukul tas di pangkuan, sebelum akhirnya memutuskan untuk membereskan kembali buku-bukunya ke dalam tas. Ia merasa tidak bisa belajar dalam keadaan lapar! Sungguh tidak bisa!

Selesai membereskan semuanya, Atika kemudian berlalu hendak keluar kamar.

"Mau ke mana?" seru Ares melihat Atika akan pergi.

"Masak!" jawab Atika sewot.

Ares tersenyum. Rencananya berhasil. Ia cukup penasaran, bahan apa yang akan dimasak gadis itu? Senyumnya makin melebar kala membayangkan Atika yang sedang memasak dengan bersungut-sungut.

Memilih untuk menyusul agak lama, Ares meneruskan membuka dokumen dalam laptopnya.

Sementara di dapur, Atika tak bisa menahan diri untuk terus mendumel meski kini tangannya tengah sibuk meracik bumbu. Ia mengiris tipis kedua bawang dan memotong pendek cabai serta daun bawang.

Ya, tentu kalian tahu Atika akan membuat apa. Jawabannya nasi goreng.

Sudahlah, kalau bisa yang simpel kenapa buat yang ribet. Yang penting kenyang!

Dengan cukup terlatih Atika menggerak-gerakkan spatulanya di atas waja yang sudah berisi minyak panas serta bawang merah dan putih. Dirasa cukup wangi, ia lalu memasukkan telur ke dalamnya, kemudian daun bawang. Dioseng-oseng lalu memasukkan nasi, garam, tomat, penyedap rasa sedikit dan kecap. Atika mengaduknya hingga rata.

Atika kemudian mencicipnya. Ah, ternyata keahliannya membuat nasi goreng masih ada. Rasanya mantap, menurut Atika. Khas, nasi goreng kampung.

Dengan perasaan yang sudah berubah senang, Atika menyajikan dua piring nasi gorengnya di atas meja. Lalu beranjak pergi menuju kamarnya untuk memanggil Ares.

"Om, makan, yuk? Udah Atika masakin." ujar Atika begitu membuka pintu kamar.

Ares menatapnya dengan kening berkerut, merasa heran pada sikap Atika yang kini sudah berubah ceria. Apa di dapur ada hantu badut?

Tak mau repot memikirkan, akhirnya Ares menutup laptopnya. Kemudian berjalan ke arah Atika yang kini sedang tersenyum lebar. Dirangkulnya bahu Atika sebelum menutup pintu kamar.

"Masak apa?" tanya Ares penasaran.

Entah karena biasa atau memang Atika masih polos, gadis itu tak merasa terbawa perasaan sedikitpun kala Ares merangkulnya dengan cukup intim. Bahkan saat mengatakannya pun, pria itu sempat mencondongkan wajahnya pada wajah Atika. Namun, Atika tetap menunjukkan senyum cerianya, dan bahkan satu tangannya menyambut tangan Ares yang ada pada bahunya.

"Nasi goreng!" jawab Atika begitu semangat.

Ares tersenyum cool, "Emang bisa?" ujarnya meremehkan.

Atika menatap wajah Ares menantang, "Buktiin aja, Om!"

Keduanya lantas terkekeh bersama.

Begitu sampai, Atika tak langsung duduk. Ia mengambil air minum terlebih dahulu untuknya dan Ares.

"Kenapa belum dimakan?" tanya Atika heran sebelum meletakkan dua gelas di tangannya ke atas meja.

"Nungguin kamu,"

Mendengar itu tiba-tiba Atika merasa pipinya memanas. Tidak, tentu tidak biasa kalau Ares menyempatkan diri untuk menunggunya. Biasanya Ares atau dirinya tidak peduli siapa yang makan lebih dulu.

"Apa-an sih, Om. Sok romantis!" cibir Atika berusaha terlihat biasa saja. Padahal hatinya, entah kenapa ia merasakan sesuatu yang tidak pernah dirasakan sebelumnya.

Ares hanya terkekeh.

Atika lantas mengambil duduknya. Kini mereka duduk berdekatan dengan posisi membentuk huruf L pada meja makan, tak seperti biasanya yang selalu berseberangan.

Atika menyiapkan diri untuk menyantap nasi gorengnya. Namun, gerakannya terhenti kala merasa pria yang kini sedang bersamanya itu memperhatikannya. Ia lantas memberanikan diri menggerakkan kepalanya untuk menatap Ares.

Benar saja, Ares memang sedang memperhatikannya. Saat sudah kepergok pun, pria itu tetap tak mau mengalihkan pandangannya, membuat Atika merasa jantungnya seakan melompat-lompat.

Merasa begitu gugup, Atika mengalihkan pandangannya pada sepiring nasi goreng di depannya. "Jangan liatin Atika kayak gitu, nanti Om naksir!" seloroh Atika menutupi rasa gugupnya.

Ares hanya tersenyum, lalu berniat menyuapkan sesendok nasi goreng di tangannya sebelum tangan Atika menahannya.

"Udah doa belum?"

Ares mengerjapkan matanya sesaat sebelum menurunkan kembali sendoknya. Kemudian ia menengadahkan tangan untuk berdoa dan begitu selesai, ia justru menatap Atika.

"Sudah boleh makan?" tanyanya tersenyum.

Atika membuang wajahnya perlahan. "Ya." jawabnya singkat. Lalu kembali pada nasi goreng di depannya, "Selamat makan, Om." ujarnya terdengar datar. Tentu saja karena ia berusaha menutupi perasaan yang kini tengah menyelimuti hatinya.

Kembali pada Ares, kini pria itu menyantap masakan Atika dengan begitu lahap. Atika yang melihatnya hanya menatap takjub. Entah karena enak atau justru kelaparan, Atika tidak mengerti. Padahal sebelumnya Atika yang merengek minta makan, tapi kenapa kini justru Ares yang terlihat kelaparan? Sementara Atika, ia justru memakan makanannya dengan begitu lambat karena sibuk memikirkan sebuah rasa baru yang baru saja ia kenal.

"Om," panggil Atika. "Om laper?" tanyanya.

Ares menatapnya, "Kenapa?"

Seakan bisa menebak jawabannya, Atika memutar bola matanya. "Ish! Kalau laper kenapa tadi waktu Atika minta Om buat delivery jawabnya nanti?!"

Ares mengulum senyumnya, "Mau ngerasain masakan kamu." jawabnya begitu santai. "Ternyata enak." lanjutnya.

Atika langsung terpaku di tempatnya. Debaran di dadanya semakin tidak terkontrol. Entah kenapa kali ini hatinya semakin merespon kata-kata manis yang keluar dari mulut pria di depannya. Atika semakin tidak mengerti dengan itu.

Tidak ingin terus larut dalam perasaannya, Atika berusaha menghilangkan rasa itu dengan cara melahap nasi gorengnya dengan begitu bersemangat. Ia juga berusaha fokus pada nasi gorengnya, menahan diri untuk tidak menatap Ares.

Namun seberapa besar usahanya pun, ia tetap tidak bisa menghindari pria yang sudah menjadi suaminya itu. Ares tiba-tiba menarik piring yang berisi nasi gorengnya ke arah pria itu.

Atika menatapnya tak percaya, "Om mau habisin punya Atika juga?"

Ares tersenyum, "Mau nyuapin kamu, biar makannya pelan-pelan nggak kayak tadi."

Blank sudah otak Atika. Ia sungguh tidak tahu harus seperti apa lagi menghadapi sikap manis pria di depannya itu. Dengan sisa-sisa kesadarannya, Atika segera merebut kembali piringnya.

"Nggak! Atika mau makan sendiri!" tolaknya membuang wajah entah kemana pun yang jelas tidak menghadap Ares. Atika bisa pingsan jika ia meladeni ucapan manis pria itu.

Sudah cukup. Atika harap cukup sampai di sini. Kalau boleh memilih, jujur Atika lebih memilih Ares yang menyebalkan daripada harus menghadapi sikap Ares yang seperti ini. Atika khawatir kesehatan jantungnya terganggu kalau seperti ini terus.

Astaghfirullah.

*****

Alhamdulillah,

Thanks buat yang udah vote.

💕

Bukan Sugar Baby (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang