Part 22. Masa Lalu Ares

7.3K 887 25
                                    

Tolong dong, Vote kalau sukak...😭

Aku nggak maksa, cuma mohon aja yang sebesar-besarnya untuk kalian menghargai ceritaku ini 😩

Pembaca mulai bertambah, tapi aku nggak bisa ngeliat kalian, jujur sedih banget.

Tolong ya... Sekali lagi aku cuma mau ngingetin, vote kalau suka 😇 Tapi kalau nggak suka silakan kalian boleh memberi komentar berupa kritik dan saran yang membangun, atau kalian bisa meninggalkan lapak ini. Aku ikhlas, nggak pa-pa...

Untuk yang sudah vote atau mendukung dengan komentar, aku ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya 😊

Sudah yaa, selamat membaca 💕

°°°

Dengan kondisi seragam yang cukup basah, Atika memasuki rumah Ares.

"Assalamualaikum," salamnya sebelum menutup pintu.

"Wa'alaikum salam."

Atika langsung terlonjak kaget mendengar jawaban salam di belakangnya. Ia lalu menoleh mendapati Ares yang kini tengah berdiri tak jauh darinya.

"Ish! Ngagetin aja sih, Om!" dumel Atika mengusap dada.

"Sudah puas? Pacarannya?" sindir Ares tak menatap pada Atika.

"Pacaran?" beo Atika tidak mengerti.

Ares langsung menoleh menatap Atika disertai senyuman sinis. "Pura-pura lupa, atau pura-pura tidak tahu?"

"Apa-an sih, Om! Nggak jelas banget tahu nggak?!" sergah Atika semakin tidak mengerti. "Udahlah! Atika mau ke atas, mau ganti baju." Atika langsung melangkahkan kakinya tak memedulikan Ares.

"Kamu pikir aku tidak tahu, apa yang kamu lakukan tadi di area sekolah? Berdua-duaan sama teman laki-lakimu itu?"

Atika langsung menghentikan langkah dan berbalik menatap Ares, "Om tahu?" serunya.

"Kenapa? Nggak nyangka kalau aku bisa mergokin kamu yang lagi pacaran?" cecar Ares belum puas memarahi Atika.

Atika spontan menganga, "Kenapa Om nggak panggil Atika tadi?!" marah gadis itu.

"Jangan coba-coba mengalihkan pembicaraan."

Atika memutar bola matanya dan berdecak, "Dia bukan siapa-siapanya Atika, dan Atika nggak pernah pacaran. Puas?"

"Tidak! Pokoknya mulai besok uang jajanmu aku potong. Supaya tidak berani mengulanginya lagi!" putus Ares berjalan melewati Atika begitu saja.

"Loh, Om?! Nggak bisa gitu dong! Atika kan nggak pacaran sama dia!" sanggah Atika berusaha mengejar langkah Ares.

"Berdua-duaan, romantis-romantisan, saling berpandangan, apa namanya kalau bukan pacaran?" sindir Ares datar. "Sudah lupa, status kamu sebagai istri orang?"

Atika kembali menganga, "Om nggak boleh nuduh Atika tanpa bukti! Dan Atika nggak pernah lupa soal status Atika yang sekarang!" bantahnya tak terima.

"Memangnya kamu mau bukti apa? Foto? Jadi aku harus memfoto kalian yang sedang berpandangan, begitu? Biar kalian puas punya kenang-kenangan?!"

"Ish, dengerin dulu dong, Om!" Atika berusaha meraih lengan Ares, tetapi tidak berhasil. "Tadi itu dia tiba-tiba datang gitu aja, Om!"

"Tapi kamu sambut dengan tatapan romantis?"

Sungguh Atika merasa gereget sendiri kali ini. Namun, ia merasa harus menyelesaikan kesalahpahaman yang ada. Dengan nekad, ia buru-buru menarik lengan Ares dan mendorong tubuh pria itu sampai ke dinding. Atika mengurung tubuh Ares di sana.

"Kekanak-kanakan banget sih, Om!" omel Atika membuat Ares ternganga. "Dengerin Atika! Seharusnya Om tahu kalau Atika nggak bisa ngasih tahu ke teman-teman Atika soal Atika yang udah nikah. Mereka mana tahu kalau Atika itu istri orang?! Dan Atika nggak mungkin menghindari teman-teman Atika kayak ngelihat hantu 'kan?!--"

"Tapi bukan berarti kamu bisa menikmati momen berdua-duaan seperti tadi." sela Ares memotong ucapan Atika.

"Siapa yang menikmati, Om?!" geram Atika sedikit lelah.

"Sudahlah, Atika, mau kamu menjelaskan seperti apa pun, aku tidak akan merubah keputusan. Uang jajanmu mulai besok aku potong, 10%."

Ares menurunkan satu tangan Atika yang mengurungnya. Kemudian berlalu menuju kamar meninggalkan Atika yang kini tengah ternganga, tak percaya pada keputusan pria itu.

Atika menendang tembok dengan kesal begitu melihat Ares sudah memasuki kamar. Namun setelahnya ia justru merasakan kesakitan sendiri pada kakinya. Cukup bodoh, Atika pun sadar.

Meninggalkan rasa sakit yang terasa, Atika berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya menuju pintu kamar sebelum membuka pintu bercat cokelat itu dengan wajah kesal.

Begitu masuk, Atika mendapati Ares yang kini sedang membaca buku di atas ranjang. Uh, Atika benar-benar sebal meski hanya melihat wajahnya. Seenaknya saja pria itu memutuskan sesuatu tanpa tahu kebenaran yang ada.

Atika mendengus sebelum meletakkan tasnya dengan kasar. Menimbulkan bunyi yang cukup keras membuat Ares sedikit terperanjat di tempatnya.

Atika kemudian berjalan ke arah lemari sebelum membuka tempat penyimpan baju itu dengan kasar dan menutupnya dengan kasar kembali setelah selesai mengambil pakaiannya. Ares yang sedari tadi sudah menyaksikan tingkah Atika pun tidak bisa lagi untuk tidak berkomentar.

"Itu lemari hasil beli lho Atika, bukan dari gratisan."

Atika hanya melirik sinis sesaat kepada Ares sebelum kembali melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Ares menggeleng-gelengkan kepala. Kenapa kini justru gadis itu yang marah?

Cukup lama, Atika akhirnya keluar dari kamar mandi masih dengan wajah ditekuk. Gadis itu kemudian membawa tubuhnya untuk berbaring di kasur dan menutup diri dengan selimut.

Ares hanya bisa menarik napas dan mengembuskannya pelan melihat Atika yang terus merajuk. Menutup buku yang dipegang, Ares kemudian beranjak dari kasur membawa tubuhnya menuju balkon.

Ares menatap pemandangan sore yang cukup petang akibat hujan yang baru saja reda. Udaranya cukup sejuk membuat Ares ingin sejenak menikmatinya. Dengan kedua telapak tangan yang menggantung pada saku celana pendek, Ares memejamkan mata, merasakan embusan angin yang menerpa wajahnya.

Atika.

Nama itu yang terlintas di otaknya kini.

Seorang gadis polos yang sudah mengisi hari-harinya beberapa bulan ini. Dengan kesederhanaannya, keceriaannya, kebar-barannya, ceplas-ceplosnya, yang membuatnya sering kali menggelengkan kepala merasa tak habis pikir tetapi juga takjub.

Juga gadis yang mampu membuat hidupnya terasa berbeda. Menjadikannya seseorang yang sering tersenyum-senyum sendiri hanya karena memikirkan tingkah lucu gadis itu hingga diumpati 'Gilak' oleh sohibnya, Angga.

Dan gadis yang membuatnya merasakan bagaimana rasa tanggung jawab seorang suami terhadap seorang istri.

Atika membawanya ke dalam sesuatu yang tak pernah disangkanya.

Menjalani hari-hari bersama seorang gadis berstatus istri sebelumnya tidak pernah terbayangkan dalam pikirannya. Ares pikir ia akan melajang sampai ia menua karena ia sendiri bingung untuk masa depannya akan bagaimana.

Namun Ares sadar, bahwa apa yang sudah terjadi pada dirinya adalah berawal dari masa lalu sewaktu kecil. Penolakan dari gadis kecil yang membuatnya enggan mendekati perempuan mana pun. Hingga ia terbiasa dengan kesendiriannya dan menerima kenyataan pahit berupa kekurangannya itu.

*****

Maaf sedikit,
Ditunggu kelanjutannya...

Thanks.

Bukan Sugar Baby (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang