Part 26. Pengobatan

7.4K 783 32
                                    


بسم الله الرحمن الرحيم

Selamat membaca 💕

°°°


Ares turun dari tempat di mana ia baru saja diperiksa.

"Bagaimana, Dok, hasilnya?" tanya Ares menyusul dokter yang kini hendak duduk di kursi kerjanya.

Dokter dengan name tag dr.Alvian itu tersenyum. "Masih sama seperti sebelum-sebelumnya. Tubuh Anda sehat, tidak ada penyakit apa pun. Terutama pada alat reproduksi Anda."

Ares menghela napasnya lega. Namun tetap saja, meski dokter menyatakan tubuhnya sehat, nyatanya ia masih belum normal.

"Apa saya harus mendatangi psikiater atau psikolog, Dok?"

"Tepat sekali. Anda memang perlu mendatangi mereka, Pak Ares. Kalau Anda ragu untuk meminta bantuan pada orang terdekat Anda, pilihan terbaik adalah berkonsultasi pada mereka. Terserah mau keduanya atau salah satunya, yang jelas kalau bersama saya Anda tak kurang apa pun."

Ares mengangguk-angguk mengerti.

"Baiklah, Dok. Terimakasih atas waktunya, saya permisi." pamit Ares berdiri lalu mengulurkan tangan.

Sang dokter menyambut tangan itu dan tersenyum mengangguk. "Sama-sama."

***

Pukul 01.33 siang, Atika sudah pulang ke rumah. Hari Jum'at memang jadwal pulangnya lebih awal.

Atika kini membawa dirinya menuju ruang tengah. Mendekati galon untuk mengambil air minum.

"Baru pulang, Atika?"

"Astaghfirullah!" pekik Atika kaget mendengar suara yang berasal dari balik sofa depan televisi. Untung saja gelas yang ia pegang tidak terlepas.

"Atika pikir nggak ada orang!" serunya sebelum mendekati pemilik suara yang sempat mengagetkannya itu.

"Nggak lihat TV nyala?"

Atika hanya menatap sekilas layar televisi sebelum kembali pada Ares. Ia memang tidak sadar, tadi, kalau layar televisi menyala. Mungkin ia terlalu fokus untuk mengambil air minum.

"Om nggak kerja? Jam segini kok udah pulang?"

Ares menatap Atika sesaat sebelum kembali menatap layar televisi. "Kerja, pulang lebih awal."

Atika hanya mengangguk mengerti.

"Tolong buatkan aku teh, Atika."

Atika menatap Ares tak percaya. "Om nggak lihat Atika baru sampai?!" ujarnya kesal.

Ares kembali melirik Atika sekilas, dan menimpalinya santai. "Yasudah kalau tidak mau, tidak apa-apa."

"Biar Atika minta Bi Was yang buatin." Atika mulai melangkah menuju dapur.

"Bi Was izin pulang, tadi pagi. Takziah katanya ada saudaranya yang meninggal."

Sontak Atika menghentikan langkah sembari mengucap kalimat istirja dalam hati. Lalu menoleh kembali menatap Ares. "Terus? Kapan Bi Was ke sini lagi?"

Ares hanya mengangkat kedua bahunya sekilas. Sedangkan Atika, luruh sudah bahu dan semangatnya. Gadis itu merasa akan ada sesuatu yang berat menimpa bahunya setelah ini.

Berjalan lesu mengarah pada Ares kembali, Atika terdengar bergerutu tak jelas.

"Kita bisa delivery soal makan, tidak perlu khawatir." ujar Ares peka terhadap kecemasan Atika.

"Iya!" sahut Atika, kemudian melewati Ares begitu saja berniat menuju kamarnya.

"Tidak jadi buatin aku teh?"

Atika menghentikan langkahnya, lalu menoleh dengan malas. "Harganya 200 ribu, mau?"

"Boleh. Asal tehnya seenak white tea."

Atika kembali menghampiri Ares, "Emang ada teh putih?" tanyanya.

Ares melirik Atika sekilas, "Ada lah,"

Mengembuskan napasnya, Atika akhirnya berlalu menuju dapur guna membuatkan teh untuk Ares.

Begitu siap, Atika langsung menyuguhkannya pada Ares."Nih, Om!" ujarnya meletakkan secangkir teh di atas meja dengan sedikit kasar.

"Terima kasih." Ares berucap datar tanpa menatapnya sedikit pun.

Atika hanya mendengus sebal, sebelum ikut mendaratkan pantatnya di sofa yang sama di mana Ares duduk. Jaraknya dengan pria itu cukup jauh.

"Jangan dekat-dekat, kamu bau keringat!"

See?

Tolong jawab siapa yang tidak dongkol jika mendapati kata-kata nyeleukit seperti itu?!

Jarak sudah hampir satu meter saja pria itu tetap menghimbaunya dengan kata-kata pedas?!

Oh.. Allah.

Atika. Sungguh. Tak. Habis. Pikir.

Sabar Atika... Sabar..!

Berusaha sekuat tenaga untuk tak menimpali perkataan Ares, Atika menatap layar televisi dengan gigi bergemeletuk.

Namun, di tahan seperti apa pun tetap saja batinnya tak bisa untuk ikut diam. Kini batinnya berceloteh, berandai menjadi seorang dokter bedah. Berniat menjahit mulut Ares agar tak bisa lagi menghujam hati orang lain dengan lidahnya.

Sedikit bisa melupakan kekesalannya, Atika fokus menatap layar televisi. Namun, ia justru merasa tayangannya begitu tak menarik. Pandangannya lantas berkeliaran mencari remot televisi. Setelah menemukan, Atika hendak meraihnya sebelum terdengar suara Ares yang menginterupsinya.

"Jangan diganti. Kamu tidak lihat aku lagi nonton?"

Urung! Atika akhirnya mengurungkan tangannya untuk meraih remot! Tentu saja dengan perasaan begitu kesal.

Hari apa sih ini sebenarnya? Entah kenapa pria tak normal itu begitu menyebalkan hari ini.

Atika hampir tak percaya sudah menikah dengan pria menyebalkan seperti Ares.

Masih begitu dongkol, Atika memutuskan untuk beranjak. Ia mendengus sesaat sebelum benar-benar pergi meninggalkan Ares.

"Dasar Om-Om nyebelin!!!" serunya sebelum menaiki tangga.

Sementara Ares yang mendengar itu justru tersenyum. Percaya atau tidak, Ares memang sengaja membuat Atika kesal. Entah kenapa Atika tampak begitu menggemaskan di matanya saat gadis itu sedang kesal. Hingga ia merasa candu untuk menjahilinya.

Bahkan Ares juga merasa membuat Atika kesal bisa mendatangkan energi positif dalam tubuhnya.

Katakan, jika ia sudah tidak waras!

*****

Thanks,

Lagi nggak mau cuap-cuap.

Makasih yang udah vote.

Bukan Sugar Baby (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang