Berhadapan dengan Kak Doyoung di saat gue mau berpergian dengan Kak Jaehyun, sungguh situasi yang sangat menyulitkan. Bukan gue mau menghindar, bukan juga karena gue takut Kak Doyoung salah paham. Gue tau, Kak Doyoung bukan orang yang mudah menilai dan juga mereka berteman sudah lama.
Jujur, gue pengen banget meluk Kak Doyoung yang sedang berdiri di depan pintu kamar gue. Gue kangen banget, gue mau ngobrol lama dan mau kembali seperti biasa. Gue gak bisa diam-diaman terlalu lama. Gue akui gue kekanakan, marah karena hal yang cukup sepele tapi gak mau mendengar penjelasan dari Kak Doyoung. Padahal gue tau, kehidupan kami berdua itu beda, prioritas setiap orang itu bisa berubah dengan kondisinya.
"Ayo, Kakak antar. Pamit sama Ayah-Bunda dulu. Kamu sudah siap?" Gue mengangguk canggung. Kak Doyoung pamit duluan disusul gue.
"Bang! Jangan lupa pulang bawa oleh-oleh!" Gue langsung menjitak kepala Haruto, kebiasaan. Sejak kapan mereka seakrab itu? Biasanya Kakak Maghrib sekarang malah manggil Abang.
"Siap! Ayah, Bunda, izin ajak Naya jalan ya?"
"Iya, bawa aja yang penting dibalikin dengan sehat, aman, sejahtera. Jangan malam-malam pulangnya."
Setelah mendapat izin, Kak Doyoung langsung jalan keluar rumah disusul gue. Gue heran, Kak Doyoung sepertinya baru pertama kali bertemu Ayah dan Ayah dengan semudah itu memberi izin? Pelet Kak Doyoung memang gak ada duanya.
"Naya." Gue mendongak menatap Kak Doyoung yang berdiri gak jauh dari gue sekarang. Mengernyit bingung karena Kak Doyoung yang tiba-tiba menyebut nama gue.
"Ish, lama." Kak Doyoung berjalan mendekat lalu menarik tangan gue. Ralat, menggenggam lebih tepatnya. Gue tersenyum melihat tangan kami yang saling bertaut. Kebiasaan, suka membuat gue salah tingkah sendiri.
Kak Doyoung ngasih helm cadangan yang biasa dia simpan di dalam jok motornya. Kembali lagi ke sikap awalnya yang cuek, dia gak natap gue sama sekali.
"Makasih, Kak."
Kak Doyoung gak membalas. Mungkin gak kedengaran karena dia lagi menyalakan mesin motornya. Gak mau membuatnya lama menunggu, gue pun bersiap untuk naik ke atas motor. Baru satu pijakan, Kak Doyoung narik lengan gue ke belakang.
"Bentar, masih panas joknya."
Kak Doyoung mundur dan menduduki tempat yang seharusnga gue duduki tadi. Menunggu beberapa saat lalu kembali ke tempatnya.
"Sudah?" Kak Doyoung mengangguk.
"Pegangan, buru-buru kan?"
Gue berpegangan pada ujung kemejanya. Kak Doyoung belum juga menjalankan motornya membuat gue bingung untuk ke sekian kalinya atas sikapnya hari ini.
"Belum jalan?"
Kak Doyoung berdecak, menarik kedua tangan gue untuk melingkar di pinggangnya. Gue yang terkejut sampai gak sengaja menubruk punggungnya.
"Pegangan yang betul. Kakak pacar kamu, bukan ojek."
•••
"Ke mana?"
"Toko buku."
"Ngapain?"
"Cari makan."
"Yang betul, Naya."
"Kak Jaehyun minta temenin cari buku, sekalian Naya mau beli pulpen."
Kak Doyoung mendengus, "Alasan. Biasa beli pulpen dua ribuan ini malah beli di toko buku. Bisa aja kan kamu nolak, ini malah iyain aja. Daripada alasan beli pulpen, mending bilang aja kamu mau jalan sama Jaehyun."
KAMU SEDANG MEMBACA
SENIOR || Doyoung
Fanfiction[Revisi setelah selesai] "Dek, cinta itu aneh. Ibarat intangible assets yang gak bisa diamortasi." "Maksudnya, Kak?" "Gak bisa disusutkan dan gak bisa berkurang karena kerugian." "Kak, Naya gak suka ya kalau mau baper tapi harus mikir dulu!" Highest...