Semakin hari, semakin besar juga keinginan gue buat dekat sama Kak Doyoung. Tapi anehnya, gue juga menunjukkan tanda-tanda akan mendekati dia juga. Gue cuma sekedar tanya-tanya Kak Doyeon yang gue percaya sebagai informan utama dan teman-teman gue yang satu ekskul. Semua hal yang berkaitan dengan Kak Doyoung gue tau, tapi gue juga gak ada niatan buat dekatin Kak Doyoung duluan. Gengsi.
"Aduh, gue banyak gerak! Hapalan gue ilang nanti!"
"Bisa gak sih Bu Yoona gak ngasih ulangan tiap minggu? Materi aja belum masuk di otak gue, udah ulangan aja."
Gue gak terlalu menggubris obrolan teman-teman gue yang gak bakalan habis. Gue malah asik duduk melamun sambil memperhatikan geng Kak Doyoung yang lagi berolahraga. Kebetulan jam olahraga kelas sebelas dan dua belas akuntansi ini hampir bersamaan, cuma kelas sebelas lebih dahulu olahraga. Memperhatikan Kak Doyoung yang serius ditambah setengah wajahnya yang terkena sinar matahari pagi. Sudahlah gak bisa dijelaskan lagi.
"Woy, Naya!"
Gue menggeleng, "Hah? Apa?" tanya gue tapi tidak mengalihkan pandangan gue ke arah Kak Doyoung.
"Lo ngapain?" tanya Ahra ke gue.
"Mandang masa depan." balas gue singkat.
"Kak Doy? Ngomonglah sama dia sana, kapan lagi? Bilang mau jadi pacarnya?"
Gue menoleh dan tersenyum lalu kembali menghadap ke arah Kak Doyoung yang sedang pemanasan, "Hah? Gak mau, malu. Mending gue tatap aja begini sampai kami masuk pelaminan."
Ahra mendengus, "Cih! Masuk rumah sakit jiwa iya lah!"
"Ngajak gelud, Ra?"
Ahra terkekeh, "Enggak. Gue cuma berbicara fakta. Kelamaan halu lo bisa masuk rumah sakit jiwa, Nay. Jodoh tak dapat, jiwa pun rusak. Cocok buat lo."
Gue mengambil napas dalam, "Bismillah. Anjing. Astaghfirullah." balas gue.
"Biar apa? Sumpah lo lawak asli! Biar halal gitu kasar lo? Eh astaga, Nay! Itu Kak Doy mau ke sini!"
Gue yang tadi membelakangi lapangan kembali ke posisi semula. Dan benar aja, Kak Doyoung jalan ke arah gue.
"Jangan salting jangan salting. Biasa aja biasa aja."
"Dek," Gue menunjuk diri sendiri. Kak Doyoung mengangguk. Gue masih menatap Kak Doyoung.
"Tuhan pas nyiptain Kak Doyoung lagi bagus moodnya."
"Dek, itu bolanya tolong." Gue yang tersadar langsung kalang kabut ngambil bola yang disediakan di sebelah gue.
"Maaf ya, Kak. Dia suka gitu, keong banget." ucap Ahra yang membuat Kak Doyoung tertawa kecil. Gemes. Setelah mengambil bola dari gue, Kak Doyoung langsung lari kembali ke lapangan. Bisa gue liat teman-temannya ngeliatin gue habis itu. Ya sudahlah, yang penting gue bahagia.
•••
"Huwa! Gue mau cepat pulang. Mandi, makan, tidur. Sumpah seharian gue capek banget. Mana lengket semua badan gue, bau lagi!" ucap Lisa yang menempel di pintu kelas. Gue menggeleng melihat tingkah aneh yang untungnya gue sudah terbiasa. Gue heran kenapa Jeno bisa mau sama dia.
"Gue ke lab dulu ya. Lo balik aja duluan." Lisa mengangguk.
Hari ini bisa dibilang hari sibuk buat kami. Guru-guru pada sibuk persiapan bimbel buat kakak kelas ditambah juga buat ujian semester ganjil untuk kami. Gak terasa kami sudah akan mengikuti semesteran. Ulangan dan tugas semakin menumpuk demi mengejar nilai-nilai kami yang kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENIOR || Doyoung
Fanfiction[Revisi setelah selesai] "Dek, cinta itu aneh. Ibarat intangible assets yang gak bisa diamortasi." "Maksudnya, Kak?" "Gak bisa disusutkan dan gak bisa berkurang karena kerugian." "Kak, Naya gak suka ya kalau mau baper tapi harus mikir dulu!" Highest...