Setelah tiga hari gue menjalani masa orientasi yang melelahkan, akhirnya gue resmi masuk di sekolah ini. Di antara teman-teman SMP gue yang milih masuk sekolah menengah atas, gue malah mutusin untuk masuk sekolah kejuruan. Karena niat gue setelah lulus itu mau kerja, jadi ya sudah gue mutusin untuk masuk di sekolah ini.
Gue masuk sekolah kejurusan, tepatnya di jurusan akuntansi. Entah kenapa gue terpikir buat masuk jurusan ini. Ya let it flow saja prinsip gue, gue mau ngikutin arus saja. Apapun pilihan gue pasti ada sisi positif dan negatifnya.
Hari ini gue sudah siap berangkat sekolah. Gue suka saat masuk sekolah, apalagi ini hari pertama gue sebagai siswa baru. Gue juga menanti keindahan masa-masa putih abu-abu yang sering orang-orang bilang bahwa masa-masa ini adalah masa terbaik di sepanjang bersekolah.
"Ma, Naya berangkat!" Mama gue langsung nyamperin ke teras depan, gue salim terus naik ke motor. Seperti biasanya, gue diantar sama Papa setiap ke sekolah. Sebenarnya gue sudah bisa bawa motor kemana-mana, tapi untuk sekolah gue dilarang dengan alasan takut tidak langsung pulang. Gue cuma bisa nurut enggak bisa menolak lagi.
"Sudah?"
"Ayo!"
•••
Gue nyaris terlambat di hari pertama gue. Untung saja tadi gue sempat lari. Mana kelas gue lumayan jauh dari gerbang. Dengan tenaga yang masih ada, gue rela-relain buat naik ke lantai dua dimana kelas sepuluh berada. Sekolah ini lumayan unik karena bentuk bangunannya yang sedikit menanjak karena letaknya yang dekat dengan bukit. Tidak seperti bangunan sekolah biasanya yang tinggi ke atas, sekolah ini seperti bertingkat-tingkat ke belakang.
Karena sudah telat, gue langsung ke lapangan. Gue nggak biasanya terlambat kaya gini, entah kenapa gue harus sial lagi hari ini.
"Eh? Ryu! Tungguin!" teriak gue ke Ryujin. Dia teman satu regu gue di kemah block, jadi gue tau. Huh, kali ini gue selamat karena gak perlu kayak anak hilang di tengah lapangan.
"Tas lo dimana?" tanya gue bingung melihat Ryujin yang santai seperti tidak membawa tas.
"Itu, di sana noh. Gue males ke kelas, jauh."
Satu kata di pikiran gue, bego. Gue enggak kepikiran untuk lakuin hal yang sama dan milih lari-lari ke kelas. Bodo amat masalah tas, sekarang kami berdua malah kebingungan karena enggak tau barisan kelas kami di mana.
"Barisan kita di mana sih, Ryu? Gila ini isinya kakel semua." ucap gue sambil melihat sekeliling.
"Itu di sana! Ayo, udah mau mulai upacaranya." Ryujin narik gue. Ternyata barisan kami berhadapan sama tiang bendera. Gue bolak-balik nyari apa sih kok enggak ketemu?
Kami langsung gabung di barisan. Gue agak bingung lihat barisannya kayak berhambur gitu. Jadi gue sama Ryujin langsung nyelip aja. Dalam situasi begini, phobia gue sama orang banyak langsung muncul. Bukan phobia sih, lebih ke arah gugup atau parno jika bergabung dengan orang banyak. Gue mau menghilang saja gitu dari barisan, mending gue tidur di UKS. Cuma gue enggak mau ngerusak image pertama gue. Jadi mau enggak mau gue harus nahan diri sampai upacara selesai.
Lima belas menit berlalu, gue sudah enggak bisa diam. Gue mulai ngibas-ngibasin rok karena panas. Menarik ke depan lalu melepaskannya kembali, setidaknya ada udara bebas yang masuk. Selama itu juga guebaru sadar ternyata barisan kami itu gabung sama kakak kelas. Gue langsung diam pas enggak sengaja noleh bertatapan sama kakak OSIS yang waktu itu. Dia natap gue galak yang membuat gue cepat-cepat memalingkan wajah. Enggak mau ditegur, jadi gue milih diam sampai upacara selesai.
"Ampun gue, baru juga lima belas menit gue udah gak kuat menghadapi sekolah ini."
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
SENIOR || Doyoung
Fanfiction[Revisi setelah selesai] "Dek, cinta itu aneh. Ibarat intangible assets yang gak bisa diamortasi." "Maksudnya, Kak?" "Gak bisa disusutkan dan gak bisa berkurang karena kerugian." "Kak, Naya gak suka ya kalau mau baper tapi harus mikir dulu!" Highest...