🍁 Marah

3.7K 530 27
                                    

"Nay, ke rumah Lisa. Sekarang!"

"Hah? Kenapa? Gue baru bangun!"

"Buruan, kasihan ini temen lo. Nangis mulu dari tadi."

Gue yang masih setengah sadar lagsung terduduk, "Hah? Kenapa?"

"Ke sini aja buruan!" Somi mematikan sambungan teleponnya. Gue langsung beranjak menuju kamar mandi dan bersiap untuk ke rumah Lisa. Beruntung Bunda gak nanya macam-macam karena gue tiba-tiba mau ke rumah Lisa.

"Dek! Antar gue ayo! Ke rumah Lisa." titah gue ke Haruto yang lagi tiduran sambil main handphone-nya.

Haruto berdecak, "Ih, mager! Baru satu game ini." balas Haruto lalu berbalik membelakangi gue.

"Ih, ayo! Ada Lami, nanti gue salamin." Gue coba narik kaki Haruto sampai setengah badannya berada di pinggir kasur.

"Apaan Kak Lami? Sembarang aja. Keluar lah, mau siap-siap." Akhirnya Haruto berdiri walaupun mukanya rada gak ikhlas.

"Sayang, Uto!" ucap gue sambil mencium pipi Haruto yang dibalas tatapan sinis dari Haruto. Gue keluar dari kamar Haruto dan menunggu di sofa ruang tamu.

Tiba-tiba gue keingat waktu Kak Doyoung yang basa-basi gue tawarin ke rumah dan berakhir dia beneran mampir. Sumpah waktu itu gue gugup setengah mampus. Kak Doyoung juga cuma mampir buat solat Maghrib dan Bunda yang tiba-tiba nawarin makan. Entah kapan mereka bisa jadi akrab padahal Bunda itu orang yang sensitif dan bisa mendadak jadi detektif kalau gue dekat sama lawan jenis. Tapi sama Kak Doyoung malah berubah. Gue pernah iseng nanya dan jawaban Bunda, "Auranya baik. Aura calon mantu."

"Kak, ayo! Malah senyum-senyum. Gila?"

Gue membuka mata, mendapati Haruto yang sudah siap dan memakai helm berdiri di hadapan gue.

"Kan, beneran. Tadi gila sekarang kerasukan. Ayo buruan gue anterin ini." Haruto ngetok kepala gue pakai kunci motor yang dipegangnya dan langsung lari terbirit-birit menuju pintu keluar.

"Gak ada akhlak punya adek! Haruto ih!"

Gue sengaja minta Haruto buat ngendarain motornya biasa aja. Gak perlu ngebut karena rumah gue dan Lisa itu cuma jarak berapa komplek. Haruto juga mau bawa laju atau gak tetap gue rasain kayak dibawa balap motor. Jantungan.

"Pulang sana lo! Awas melipir kemana-mana!" Gue ngetok helm Haruto.

"Sudah dianterin juga. Sini, salim!"

Haruto narik tangan gue dan cium punggung tangan gue. Kebiasaan kecil yang selalu diajarkan orang tua gue sebelum pamit pergi. Setelah salim, Haruto langsung pergi dari pekarangan rumah Lisa.

"Assalamualaikum!" Gue ngetok pintu rumah Lisa sambil ngucap salam.

"Naya! Ke kamarnya buruan. Kami gak tau dia kenapa. Mana Somi rusuh banget nelponin dari tadi." Lami yang tadi ngebukain pintu mempersilahkan gue masuk.

"Diantar Haruto ya? Makin ganteng heran. Gen keluarga lo visual semua anjir."

Gue mengibaskan rambut, "Oh iya jelas!"

Lami natap gue heran, "Lo cantik gitu? Anjrit muka lo anjrit." ucap Lami yang langsung gue beri tatapan sinis.

"Nayaa!! Huhu!" Gue yang baru buka pintu langsung disambut pemandangan teman-teman gue yang lagi nangis jamaah.

SENIOR || DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang