🍁 Rasa Tepat, Waktu Salah

3.8K 495 17
                                    

Gue masih diam memperhatikan Naya yang masih setia duduk membaca bukunya. Gue sengaja menghindar dari Naya karena gue masih malu sama gue yang tiba-tiba meluk dia di ruang hijau waktu itu. Jujur, pelukan itu gerakan reflek gue lihat Naya yang sedikit gemetar. Gue paling gak bisa lihat cewek kayak gitu dan gue reflek mau nenangin dia. Untung Naya gak dorong badan gue. Dan sejak itu gue gak ada bertemu lagi sama Naya.

Masalah Hyunjin, cowok yang gue anggap gak beres itu, gue gak tau kelanjutannya seperti apa. Yang gue dengar, dia dapat surat peringatan ketiga sekaligus drop out karena memang dia anak yang suka bermasalah sejak masuk sekolah. Gue juga sempat mergokkin dia nyebat di belakang sekolah pas istirahat MPLS. Gue negur cuma dia balas kurang ajar. Malas berdebat, gue ninggalin dia. Gue kira dia berhenti sampai di situ, tapi ternyata gak. Bahkan Hyunjin berbuat lebih nekat. Gue gak habis pikir sama perbuatan dia.

"Belum pulang juga?" gumam gue melihat Naya yang tidak bergerak sedikit pun padahal sepuluh menit lagi perpustakaan ini akan ditutup. Gue memutuskan untuk mendekati meja Naya.

"Eh astaga, tidur?" Gue duduk di sebelah Naya dan memperhatikan Naya yang sedang terlelap.

"Ujian sudah selesai, masih belajar? Hm?" Gue mengambil dan menutup buku yang ada di hadapannya. Mengembalikan buku itu ke rak khusus jurusan akuntansi.

Naya tidak menunjukkan tanda-tanda akan terbangun. Dirinya masih nyaman menopang wajahnya di atas lengannya. Sebenarnya ini posisi yang tidak nyaman, bisa aja lengan Naya menjadi kram dan punggungnya sakit.

"Pantesan milih di bawah AC, mau tidur ya?" ucap gue pelan sambil menopang dagu memperhatikan wajah Naya dari samping. Menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya dan mungkin akan menganggu Naya dalam bernapas.

"Jaehyun suka itu sama kamu. Kamu gak terima?" gue menjeda ucapan gue. "Kakak juga sih, tapi gak tau kamunya."

"Doyoung! Kamu tidak mau pulang? Itu sama siapa? Bangunkan dia, perpustakaan mau tutup!" teriak Pak Changmin, penjaga perpustakaan, yang baru saja masuk.

Gue meringis lalu menatap Naya yang benar-benar tidak bergerak dari posisinya. Mau gak mau gue membangunkan Naya.

"Dek? Bangun, Dek. Perpusnya mau tutup." Gue menepuk pipi Naya pelan. Naya menggeliat lalu akhirnya membuka matanya dan langsung menegakkan badannya.

"Loh? Kak Doy?" tanya Naya sambil mengucek matanya. Gemas.

"Jangan dikucek gitu matanya." Naya mengangguk meskipun tangannya masih mengucek matanya. Gue menggeleng, terlalu gemas.

"Eh, astaga! Jam dua belas lewat!" Gue masih memperhatikan Naya yang sibuk menyimpun barang-barangnya ke dalam tas.

"Kak, buku yang tadi mana ya?" tanya Naya yang sedang kebingungan.

"Sudah Kakak simpan kembali." balas gue sambil menunjuk deretan rak jurusan akuntansi. Naya menghela napas lalu melihat kembali jam yang ada di dinding perpustakaan.

"Kalau belajar pakai buku itu ribet, Nay. Bahasanya tinggi. Kamu mau belajar materi apa? Kakak bisa ajarin kalau kamu mau." Gue menepuk mulut gue pelan. Bisa-bisanya gue menawarkan tawaran seperti tadi.

"Bukannya Kakak masih ujian?" Gue menggeleng.

"Oke, nanti Naya tanya aja. Makasih, Kak! Naya pulang duluan ya!" Naya berlari dengan tergesa-gesa menuju pintu perpustakaan.

"Ah, lucu sekali."

•••

"Doyoung!" Gue menoleh mendengar nama gue dipanggil.

SENIOR || DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang