🍁 Waktu Untuk Kita

1.9K 304 20
                                    

Gue gak menemukan Kak Doyoung di depan kamar gue lagi. Bukannya tadi dia ada? Kak Doyoung beneran ada atau gue cuma berhalusinasi? Gue menggeleng cepat, gak mungkin makhluk halus kan? Eh, tapi Kak Doyoung termasuk makhluk halus karena mampu membuat gue selalu bergidik ngeri setiap berhadapan sama dia.

Ah, mungkin memang cuma halusinasi. Tapi, apa iya halusinasi senyata ini?

Gue menggeleng dan memutuskan untuk ke dapur untuk meminum segelas air demi menetralkan kembali pikiran yang mulai gak waras lagi. Terlalu banyak memikirkan Kak Doyoung membuat gue gagal fokus.

Suasana rumah malam ini sepi banget. Haruto lagi nongkrong dengan teman-temannya setelah perdebatan panjang dengan gue yang tadinya mau ikut. Sedangkan Bunda dan Ayah lagi pacaran di malam minggu ini. Tinggal lah gue sendirian di rumah. Oh, berdua dengan Dona, kucing golden brown pemberian Kak Doyoung. Pas banget sih, gue sering banget tinggal sendirian di rumah dan dengan bersama Dona setidaknya gue gak merasa sendirian banget.

"Eh, halo, Dona! Ih gemes anak siapa ini? Anaknya Naya lah!" Gue berjongkok ketika Dona berlari kecil ke arah gue. Mengeong seolah menyahuti sapaan gue sambil mendusel di kaki gue.

"Ayo temenin ke dapur ya!" Sambil membawa Dona di gendongan, gue berjalan menuju dapur. Sangat jarang Dona nurut seperti ini. Biasanya dia datang lalu pergi begitu saja dan hanya mau manja dengan Haruto. Entah apa yang membuat Haruto begitu menarik perhatiannya, padahal kan Dona dikasih buat gue kenapa manjanya malah sama adik gue?

Tak tak

Gue terdiam mendengar bunyi ketukan ga jauh dari gue. Gue rasa suaranya berasal dari ruang tengah. Gue ragu sekarang, mau memastikan tapi gue sudah parno duluan, tapi di satu sisi gue juga penasaran.

Tak tak

Ketukan itu terdengar lagi. Tiba-tiba gue teringat cerita Ayah kalau dulu dia pernah melihat makhluk halus di ruang tengah ini. Gue menggeleng. Ga, ini gue ditinggal berdua doang sama Dona, jangan muncul sekaranh setan!

"Ish Dona! Diem dulu sayang." Dona juga mulai terusik di gendongan gue. Takut dia mencakar muka gue, akhirnya gue turunkan dia dari gendongan. Lalu benar saja, Dona langsung berlari menuju sofa ruang tengah yang posisinya membelakangi gue. Gue berdecak kesal, sekarang siapa temen gue buat ngambil Dona di sana?

Gue menghela napas dan menguatkan tekad. Bisa, gue bisa. Itu cuma makhluk halus, apa bedanya sama teman-teman gue? Oke, gue bisa! Dengan membawa sapu, gue mengendap-endap ke arah sofa. Hampir dekat, di dalam hati gue menghitung, "Satu... Dua... Tiga!" Tepat hitungan ketiga, gue melayangkan sapu yang tadi gue bawa ke depan.

"Akh!"

"Eh?! Manusia?!" Gue melempar asal sapu tadi. Terkejut bahwa ternyata yang gue pukul bukan lah makhluk halus. Gue semakin terkejut ketika melihat siapa yang menjadi korban pukulan sapu tadi.

"Sakit, Nay!"

Kak Doyoung, menatap gue sinis dengan tangannya yang mengusap-usap kepalanya kesakitan.

"M-maaf, gak sengaja."

•••

"Makanya jangan kebanyakan nonton film horror kalau akhirnya parnoan."

"Naya gak pernah nonton," elak gue padahal nyatanya gue keringat dingin takut Kak Doyoung ngomel ke gue.

"Gak pernah? Oke, Cece sama Jeno berarti bohong tentang kalian yang nonton bareng film horror," ucapnya dengan tatapan tajamnya.

Gue terdiam. Sialan, gue kalah telak. Gue lupa fakta kalau Kak Doyoung selalu punya alasan dan bukti setiap berbicara.

"Iya maaf, Kak. Habisnya kan tadi aku sendirian, terus dengar ketukan gitu kan jadi takut sendiri. Bayangin kalau kakak sendirian terus—"

SENIOR || DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang