4° Krivan & Xeira (1)

3.4K 384 23
                                    

Hari ini adalah hari dimana Retta menembak Aga dan akhirnya meninggal.

Walaupun aku tidak tahu apakah campur tanganku dapat mengubah Retta agar tetap hidup, setidaknya aku harus mencoba...

Aku tidak memberitahu Retta sama sekali, karena dia tampaknya tidak berniat mempertahankan hidupnya. Aku yakin dia akan marah jika aku memberitahukannya tentang rencanaku.

Aku berharap Retta tetap hidup.

Dia memiliki ingatan masa lalunya, jadi kemungkinan dia tahu alasan semua orang disini terlihat aneh.

Pasti ada yang salah dengan dunia ini.

Apalagi isi surat yang diberikannya kepadaku tiga hari lalu benar-benar aneh.

Isinya seperti ini: Jesna, sebenarnya aku udah tulis ini dari jauh-jauh hari karena aku merasa ada yang berubah dari kamu. Karena kemungkinan kamu udah 'sadar' kayak aku, aku harap kamu bisa lebih bersiap-siap. Karena kamu akan nyusul aku dalam waktu dekat. Aku tahu info ini dari temanku.

Setelah membaca isi surat tersebut aku memutuskan membakarnya hingga tak bersisa, agar tidak ada yang dapat membacanya kembali.

Prangg

Aku hampir melompat karena terkejut dengan suara benda yang berjatuhan secara tiba-tiba.

Apakah mereka bertengkar? Kenapa sampai ada suara benda jatuh...

Aku putuskan untuk bersandar di balik pintu, mendengar percakapan Retta dan Aga.

"Kamu sudah tahu, jadi aku tidak akan mengulanginya lagi."

Suara Retta cukup keras. Mungkin karena sudah jam pulang sekolah, dia tidak berpikir akan ada yang mendengar diam-diam percakapan mereka.

Namun, aku tidak bisa mendengar suara Aga dengan jelas. Hanya beberapa kata yang dapat kutangkap. Seperti 'Apa kamu merasa ini semua salahmu?'. Suaranya agak pelan. Setelah itu hening...

Aku tidak mengerti arah pembicaraan mereka.

Aku lebih mendekatkan telingaku ke pintu, berusaha agar dapat mendengarkan lebih jelas.

Suara Aga sangat pelan. Aku mengerutkan kening, tidak bisa mendengarkan seluruh bagiannya.

Karena tidak sabaran, aku memutuskan membuat sedikit celah di pintu.

"Sekarang."

Dan yang membuatku kaget adalah,

Sesosok bayangan muncul dari jendela sekolah yang terbuka... ini lantai tiga... Bagaimana dia bisa...

Aku berusaha melangkahkan kaki ke depan tapi kakiku tidak dapat bergerak. Seolah-olah itu merekat dilantai.

"Ukh--"

Aku menutup mulutku ketika mendengar jeritan dan rintihan kesakitan Retta. Keringatku menetes deras dan aku berusaha mundur, akan tetapi kakiku tidak mau bergerak.

Aku gagal menolongnya...

"Bahkan sampai akhir kamu tidak sadar, kalau kamu itu bukan manusia."

Kali ini suara Aga cukup keras. Aku berusaha mengendalikan diriku yang gemetar dan menggerakkan kakiku secara paksa.

Sesuatu yang menahan kakiku sudah hilang, otomatis aku mundur beberapa langkah. Setelah berusaha menenangkan diri, aku kembali mendekat ke pintu, mengintip melalui celahnya. Kulihat Aga hanya diam dan orang yang membunuh Retta sudah pergi.

Aga... kenapa dia hanya diam? Kenapa dia tidak menolongnya!?

Aku pikir ... Aga yang membunuh Retta. Tapi ternyata itu adalah orang lain...

Transmigrated Into a Novel [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang