Di jam istirahat, kami bergegas menuju kelas yang baru saja bubar. Beberapa orang masih berada di kelas, tetapi tidak ada Laef. Akhirnya, kami memutuskan untuk pergi ke kantin. Dan benar saja, Laef di sana.
Tapi saat aku ingin mendekati tempatnya, aku berhenti. Keningku berkerut melihat dia makan sambil mengajak kardusnya berbicara.
"Apa itu hantu yang kamu maksud?" tanya Thomas, menunjuk langsung ke arah Laef yang letaknya tinggal beberapa langkah dari kami. "Dibandingkan dengan hantu, dia lebih mirip orang gila," sambung Thomas, mengangguk-angguk sendiri.
Aku menepuk dahiku. "Dia memang gila. Tapi aku tidak menyangka tingkat kegilaannya setinggi ini."
"Ya sudah, tunggu apa lagi? Ayo cepat. Oh iya, kamu harus berhati-hati. Orang gila lebih seram daripada hantu. Kalau kamu salah berbicara, dia bisa mengamuk secara tiba-tiba."
Aku menggeleng frustrasi. "Tidak ... dia bukan hanya orang gila, tapi hantu gila. Dia kan hantu."
Dan kami sekarang tiba di depan Laef.
Dia mengangkat alisnya, lalu kembali menurunkan pandangan, fokus pada makanannya.
Di sela-sela mengunyah, dia bertanya, "Ada apa?"
"Ini Tho--"
"Apa kamu hantu?" tanya Thomas memotong perkataan ku.
Laef hanya meliriknya sekilas, lalu lanjut makan lagi.
Thomas mengganti pertanyaannya, "Apa kamu yang membuat Jesna terkena sial?"
"Dia bukan Jesna," kata Laef pelan.
"Ya. Apa kamu yang membuatnya terkenal sial?"
"Bukan urusanmu. Kembali saja ke dunia asal kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrated Into a Novel [√]
Fantasy*DON'T DO ANY PLAGIARIZE!!!* [boleh lho, di follow dulu sebelum baca.] Zaman semakin berkembang dan berbagai macam teknologi baru muncul mengimbanginya. Penemuan baru di lab sekolahku membuat satu negara gempar. Mesin yang baru dibuat itu, dapat mem...