"Makanya jangan terlalu fokus dengan hape," kata Laef santai, yang berhasil membuatku semakin emosi.
Aku melotot ke arahnya. "Ganti hapeku!"
"Ini," Laef mengangkat tangannya, dan ... ajaib! Sebuah hape muncul. Dia menyodorkannya ke arah ku. "Yang tadi tidak usah dipakai lagi."
"Apa kamu bercanda!? Jangan pikir hanya karena kamu menggantinya aku akan memaafkanmu. Sini, biar kuperiksa apakah ini benar-benar hape."
Aku mengambil hape itu dan menyalakannya.
Benar.
Itu memang hape asli ...
Tapi bagaimana bisa muncul begitu saja?
"Ini ... tidak akan hilang tiba-tiba kan?" tanyaku, mendadak merinding. Mengingat Laef adalah hantu, bisa saja hapenya mendadak hilang seperti hantu juga.
"Kalau dia mau, bisa."
"Apa!?"
"Bercanda," sambung Laef, tetapi ekspresinya tidak terlihat seperti bercanda.
"Tenang saja. Itu hape asli."
Aku menghela nafas lega, tetapi beberapa saat kemudian kembali menatapnya dengan curiga. "Darimana kamu bisa memunculkan hape seperti ini?"
"Bukankah kamu ingin mencari temanmu?" tanya Laef, mengubah topik pembicaraan. "Ayo."
"Apa ...?"
Aku tidak salah dengar kan? Laef berniat membantuku?
"Apa telingamu bermasalah? Ayo cari temanmu. Kita cari sembilan Maggie yang ada di sekolah ini, lalu lihat apakah ada temanmu diantaranya."
"Tapi apa kamu tahu dimana kelas mereka?"
"Sebenarnya tahu, tapi ...."
"Tapi apa?"
"Tapi lupa."
"Apa kamu mengerjai ku!?"
Laef menggaruk kepalanya dengan tatapan tidak bersalah. "Aku memang lupa."
"Tidak masalah. Aku tahu,"
Suara dari belakangku, mengejutkan ku. Itu adalah Aga. Dia membawa tumpukan buku dan berhenti tepat di sampingku.
"Kamu tahu?" tanyaku tidak yakin.
Aga mengangguk. Itu membuatku semakin tidak percaya. Jangan-jangan karena dia pemeran utama, dia dibekali kemampuan mengingat seluruh nama murid di sekolah!?
"Apa kamu hafal semua nama murid di sekolah?"
"Tidak juga. Tapi banyak yang ku tahu, karena aku ... lupakan. Apa kamu punya pulpen?"
Aku hendak menggeleng, tetapi Laef sudah menyodorkan pulpen ke arah Aga. Tangan Aga penuh karena tumpukan buku. Karena itu, dia tidak langsung mengambilnya. Aku melirik tumpukan buku itu.
"Sini, biar ku bantu--"
"Tidak perlu,"
Dengan santai, Aga menjatuhkan tumpukan buku itu, hanya menyisakan satu buku. Aku mundur, sambil menatapnya aneh. Dia mengambil pulpen dari Laef dan mengoyak kertas tengah dari buku yang dipegangnya. Setelah itu, buku itu dilemparnya juga ke sembarang arah. Mengandalkan pulpen dan selembar koyakan kertas, dia menuliskan sesuatu
Aku melihat sekilas isi kertas itu. Dia hanya menuliskan kelas-kelas dimana para Maggie berada.
"Ini. Jangan lama-lama di dunia ini," kata Aga, memberikan kertas itu kepadaku. Aku terdiam mendengar perkataannya.
"Sejak kapan kamu sadar?" tanya Laef tiba-tiba.
"Dari awal."
"Ck. Kamu pandai sekali berakting. Aku sampai tidak menyadarinya."
Aga mengangguk. "Memang. Karena itu, jangan menghapus ingatan ku."
"Terserah."
"Apa yang kalian bicarakan ...?" tanyaku, tidak mengerti arah pembicaraan mereka.
Laef tampaknya ingin berbicara, tetapi bel masuk menghentikannya.
"Sudah masuk ... bagaimana kita akan mencarinya? Tidak mungkin kan kita masuk ke kelas mereka begitu saja? Kalau ada guru gimana?" tanyaku.
"Entah," kata Aga, lalu pergi begitu saja.
Aku melirik ke buku-buku yang berserakan di lantai. "Hei! Bagaimana dengan buku-buku ini?"
"Minta Laef!"
"Apa?" tanyaku bingung, lalu melirik ke Laef, karena Aga sudah menjauh.
Laef tampak kesal, lalu melambaikan tangannya dan semua buku itu hilang.
"Sudah. Ayo kita pergi," kata Laef. Menunjuk ke atas. Aku menatap ke atas dengan bingung. "Apa yang kamu tunjuk?"
"Waktu sudah berhenti ...."
"Apa?"
"Aku menghentikan waktu. Ayo kita pergi ke kelas yang ada di kertas mu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrated Into a Novel [√]
Fantasy*DON'T DO ANY PLAGIARIZE!!!* [boleh lho, di follow dulu sebelum baca.] Zaman semakin berkembang dan berbagai macam teknologi baru muncul mengimbanginya. Penemuan baru di lab sekolahku membuat satu negara gempar. Mesin yang baru dibuat itu, dapat mem...