Aku terdiam melihat Maggie tiba-tiba muncul dari balik pintu. Dia mendekat dan menatapku serta dokter Krivan dengan penasaran.
Dia menunjuk ke arah dokter Krivan. "Kamu dari dunia manusia juga?" Setelah itu dia tersenyum malu-malu. "Maaf karena nguping pembicaraan kalian."
Dia buru-buru mendekat ke arah ku. "Jesna, eh, siapa nama asli kamu?"
"Flo."
"Oh, iya, Flo. Akhirnya ada lagi yang dari dunia manusia. Kerja bagus, Flo!"
Maggie menarik salah satu kursi dan duduk dengan nyaman. "Jadi sekarang udah ada kita bertiga yang bukan dari dunia ini ...." Dia mengangguk sendiri. "Oh iya Flo, soal Laef, aku masih belum yakin dia dari dunia mana. Aku perhatikan kalian dekat, siapa tahu kamu bisa tanyain ke dia? Atau pakai kode aja, enggak usah terang-terangan tanya."
"Jadi, kamu dari dunia manusia juga?" tanya dokter Krivan ke Maggie. Maggie mengangguk antusias. "Ya! Jadi karena kamu juga dari dunia manusia, aku bakal kasih tahu rencana aku. Kita semua perlu kumpulin orang-orang dari dunia manusia."
"Buat apa?" tanya dokter Krivan.
"Buat pulang sama-sama."
"Kenapa harus kumpulin orang-orang itu? Kita bahkan tidak tahu apakah mereka benar dari dunia manusia atau tidak," balas dokter Krivan.
Maggie melirikku, seolah meminta pendapat ku.
Melihat Maggie hanya diam, Dokter Krivan melanjutkan, "Karena kita sudah tahu kalau kita bertiga sama-sama dari dunia manusia, lebih baik kita cari cara dulu buat kembali. Tentang orang lain yang kemungkinan terjebak di sini biarkan saja mereka cari cara sendiri untuk kembali."
"Apa!? Mana bisa begitu!?" kata Maggie, tiba-tiba menaikkan nada suaranya. Aku menatapnya bingung. "Kenapa? Memangnya kamu tahu ada berapa orang yang terjebak disini?"
"E-enggak sih ...."
"Ya udah, ikutin kata dokter Krivan dulu aja. Kita juga enggak tahu masih ada orang lain yang terjebak disini atau enggak," kata ku pelan. Sebenarnya aku tidak terlalu yakin dengan perkataan mereka, jadi aku hanya mengiyakan saja untuk melihat bagaimana kedepannya hal ini akan berjalan. Sebaiknya aku tidak membahas soal Clementine dulu sebelum memastikan mereka berdua orang baik.
"Oh, oke ...." Maggie mengangguk pelan lalu menoleh ke dokter Krivan. "Nama kamu di dunia ini dokter Krivan?"
Dokter Krivan mengangguk. "Nama asli saya Thomas, penulis novel ini."
"Kenalin, aku Maggie, teman Flo."
Thomas mengangguk mengerti. "Oke."
Maggie menatap kami bergantian sejenak sebelum melanjutkan, "Karena kalian enggak setuju dengan rencana aku, aku bakal berhenti cari orang yang dari dunia manusia. Oh iya, Thomas, aku boleh minta akun instagram kamu? Supaya mempermudah komunikasi."
"Saya tidak pakai akun instagram."
"Kalau begitu, WA saja?"
"Tidak ada juga."
"Line?"
"Tidak ada."
"Hm ... nomor telepon?"
"Saya jarang pakai hape."
"O-oh, oke ...." Maggie tertawa canggung. Ia berdiri dan berkata, "Ya udah, aku pergi dulu. Oh iya, Flo, jangan lupa balas pesan aku. Kemarin aku kirimin kamu pesan tapi kamu belum baca."
"Oh, hape aku lagi di servis, hehe."
"Oh, pantasan. Jadi gimana cara aku buat hubungi kamu?" tanyanya bingung. Bersamaan dengan itu, notifikasi hapenya menyala. Dia mengernyitkan dahi saat membacanya lalu melambai-lambaikan tangannya terburu-buru dan berkata dia harus segera pergi.
Setelah dia menutup pintu dengan cukup keras, Thomas bertanya, "Yang tadi teman kamu?"
"Hm." Bukan sih, sebenarnya.
Dia mengeluarkan buku catatan kecil dan menuliskan sesuatu. Setelah itu dia merobeknya dan memberikannya kepada ku.
"Apa ini?" tanyaku, mengambil koyakan kertas kecil itu.
Aku membaca isinya.
"Itu username akun instagram saya."
"Buat apa? Bukannya tadi kamu bilang enggak ada?"
"Buat apa lagi kalau bukan untuk komunikasi?" tanya dia heran. "Jangan kasih ke orang tadi, mengerti?"
"Oh oke, nanti saya kasih ke Maggie."
"Telinga kamu dimana!?"
Aku menunjuk telinga ku. "Di sini. Utuh kok. Masih ada dua."
Dia menatapku jengkel. "Huh! Jangan kasih ke orang tadi intinya."
"Iya, terserah."
"Dan jangan terlalu dekat dengan orang tadi," tambahnya.
"Ya."
"Oh iya, saya balik pakai 'Saya-Kamu'. Karena saya kurang nyaman menggunakan 'Aku-Kamu.'"
"Ya." Dasar ga jelas. Padahal enggak ada yang suruh kamu ubah-ubah gaya bicara kamu.
"Kita harus mencari bukti pasti dulu untuk memastikan apakah dia benar dari dunia manusia atau hanya berpura-pura."
"Ya."
"Jangan percaya dengan sembarang orang."
"Ya."
"Apa kamu tidak punya jawaban lain!?"
Aku terbatuk pelan, "Ehem. Ada."
"Oke. Ya udah, sekarang kamu bisa pergi."
"Apa?" Aku diusir?
"Silahkan," katanya, menunjuk pintu keluar. "Tidak ada yang perlu saya bicarakan lagi."
Aku memutar bola mata. "Iya, aku memang udah mau pergi kok daritadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrated Into a Novel [√]
Fantasy*DON'T DO ANY PLAGIARIZE!!!* [boleh lho, di follow dulu sebelum baca.] Zaman semakin berkembang dan berbagai macam teknologi baru muncul mengimbanginya. Penemuan baru di lab sekolahku membuat satu negara gempar. Mesin yang baru dibuat itu, dapat mem...