Sekarang aku sedang duduk di kantin sambil menikmati makan siang. Kebetulan, Laef mentraktirku. Jadi aku menerimanya dengan senang hati.
Namun, disaat aku tengah melahap makananku, Laef menggangguku dengan pertanyaannya.
"Kapan kamu akan kembali ke dunia asalmu?" tanyanya.
Aku memutar bola mata diam-diam, mengingat fakta bahwa Laef tahu aku bukan dari dunia ini. Tetapi, kenapa dia tidak tahu situasi sih? Untuk apa dia menanyakan hal seperti itu disini? Selain itu dia menanyakannya tanpa mengecilkan suara. Bagaimana jika orang lain mendengarnya!?
Menahan keinginan memukul wajahnya dengan roti yang sedang kupegang ini, aku tersenyum menahan sabar.
"Kalau aku tahu, kenapa aku masih berada disini."
Dia mengangguk pelan. Aku anggap dia mengerti. "Lalu, bagaimana caramu bisa masuk ke dunia ini?"
Aku menyipitkan mata menatapnya curiga. Melihatku menatapnya dengan tatapan seperti itu dia berkata dengan nada jengkel. "Aku hanya bertanya. Tidak perlu curiga padaku."
"Tiba-tiba."
"Apa?"
"Yah... Aku sedang membaca buku dan langsung masuk ke dunia ini."
"Apa kamu berbohong?"
Aku menggeleng dan membuat ekspresi yang meyakinkan. "Tidak. Itu memang terjadi secara tiba-tiba. Aku juga tidak mengerti mengapa hal seperti ini bisa terjadi." Setelah berkata demikian, aku menundukkan kepala dan membuat ekspresi seperti sedang memikirkan hal yang serius. "Mau kupikirkan berulangkali hal ini memang tidak masuk akal. Tidak perlu mempercayainya jika kamu tidak mau."
Dia hanya menatapku sekilas lalu melanjutkan pertanyaan yang lain. "Kamu sudah tahu dunia ini aneh, kan?"
Aku mengangguk pelan.
"Karena itu, cari cara untuk kembali. Segera."
"Kenapa?"
"Kalau kamu tidak ingin hidup lama, silahkan tetap berada disini." Setelah dia berkata seperti itu, aku merasa merinding tanpa sebab. Aku merasa dia sedang memperingati ku. Apa dia tahu sesuatu?
"Ah, ngomong-ngomong, kamu kan hantu...." Aku meliriknya, memastikan apa dia akan tersinggung dengan perkataanku barusan. Untungnya dia tidak terlihat peduli dengan hal itu. "Apa penyebab ... kematian mu? Kenapa kamu ... menyamar menjadi manusia disini?" tanyaku pelan.
Sebenarnya aku sedikit takut... Tapi, aku berusaha menyingkirkan perasaan itu karena Laef sejauh ini tidak bertindak jahat kepadaku.
"Tidak ada."
"Apa?"
"Aku tidak ada alasan untuk menyamar menjadi manusia. Aku kan manusia."
Aku menatapnya tidak percaya. Apa dia tidak dapat menerima fakta bahwa dia sekarang adalah hantu sehingga dia mengaku-ngaku sebagai manusia? Aku menggeleng-geleng dan menghela nafas pelan. Mungkin dia memiliki urusan atau seperti di film-film, mungkin dia memiliki dendam yang begitu besar... entah ke siapa dan berusaha membalasnya. Mungkin...
"Apa yang kamu pikirkan?"
Suara Laef membuyarkan lamunanku, dan aku hanya menggeleng, kemudian memakan makananku.
"Tiga hari ke depan aku akan pergi."
Aku mengangkat pandanganku dan mengerutkan kening. "Untuk apa kamu memberitahuku," kataku tidak peduli.
Dia menopang dagunya dan menatapku. "Apa kamu tidak akan merasa kesepian jika aku tiba-tiba pergi?"
uhuk uhuk
Aku menatapnya kesal karena pertanyaannya yang tiba-tiba itu membuatku tersedak. Lagipula pertanyaan macam apa itu? Kesepian? Tidak sama sekali. Aku hanya memanfaatkannya agar tidak terkena ke'sial'annya Jesna.
Sebenarnya diawal aku sempat curiga melihat Laef yang tiba-tiba mendekatiku dan kesialan Jesna menghilang. Tetapi aku menyingkirkan pemikiran tersebut karena Laef tidak berbuat jahat sejauh ini...
"Kenapa kamu batuk? Apa kamu tersedak?" tanyanya bingung. Dia mengulurkan tangan untuk memberiku minuman. Aku memelototinya. "Telat! Aku tidak memerlukannya lagi!"
"Oh ... begitu. Tapi kenapa kamu terlihat kesal sekali? Apa ada yang salah dengan dirimu?"
Aku hanya memalingkan pandangan dengan jengkel.
"Kemana kamu akan pergi?"
"Pergi ke suatu tempat yang agak jauh. Oh iya, saat aku pergi lebih berhati-hati dan segera cari cara untuk kembali." Dia menjeda sejenak, "Kalau kamu masih ingin hidup."
"Memangnya kenapa aku tidak bisa berada di dunia ini? Apa semua tokoh disini akan membunuhku?"
"Tidak. Bukan mereka, tapi aku."
"Apa?"
"Lupakan."
"Apa yang kamu katakan tadi!?" tanyaku dengan nada tinggi. Aku menyadari bahwa hampir satu kantin menoleh ke arahku. Tersadar akan kesalahan ku, aku menurunkan nada bicara. "Kamu ingin membunuhku?"
Dia melambai-lambaikan tangannya sembarangan. "Lupakan, lupakan."
Dia berdiri dan berjalan ke sisi lain. Aku yang melihatnya membawa kotak besar persis dengan apa yang kupindahkan di rumah sakit waktu itu, menatapnya heran. Untuk apa dia selalu membawa benda itu? Kenapa dia tidak menghilangkannya saja!?
"Huh! Dasar orang gila. Tidak ada orang normal yang membawa kardus kemanapun mereka pergi." Dia benar-benar terlihat seperti orang gila. Kardus itu jelas benda mati tetapi dia membawanya berkeliling seolah-olah memperkenalkan kepada kardusnya bagaimana keadaan lingkungan sekolah disini!
Aku menggeleng pelan, menatapnya prihatin. "Benar-benar tidak normal."
Setelah itu aku melangkah keluar dan berniat menuju kelas, tetapi aku malah kehilangan keseimbangan dan jatuh.
BRUKK
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrated Into a Novel [√]
Fantasy*DON'T DO ANY PLAGIARIZE!!!* [boleh lho, di follow dulu sebelum baca.] Zaman semakin berkembang dan berbagai macam teknologi baru muncul mengimbanginya. Penemuan baru di lab sekolahku membuat satu negara gempar. Mesin yang baru dibuat itu, dapat mem...