34° Happy or Sad Ending?

1.1K 141 51
                                    

Semua terjadi begitu cepat ...

Aku belum sempat bereaksi dan Raelli sudah melesat ke belakang ku. Aku dapat merasakan jari-jarinya mencengkeram leherku, seolah dapat mematahkannya kapan saja.

"Sejujurnya hanya tubuh Jesna yang ku perlukan. Kamu bisa memilih sendiri, antara kamu yang mati atau ... kamu ingin menyeret temanmu juga? Kamu harus berterimakasih karena aku telah memberikan pilihan seperti ini. Kalau temanmu mundur sekarang, aku tidak akan mengejar dan membunuhnya," jelas Raelli, mengeratkan cengkeramannya di leherku.

Aku terbatuk-batuk, berusaha menjauhkan tangannya dari leherku. Nafasku sesak ... Pandanganku mulai kabur karena sakit yang menyengat dari leherku. Rasanya aku ingin menangis. Aku dapat merasakan kuku Raelli menancap ke leherku ...

"P--pergi," kata ku terbata-bata, ke arah Thomas.

Bukannya melakukan apa yang ku suruh, ia malah menatap ke arah Raelli dengan tajam. "Kenapa harus tubuh Jesna?"

"Khi khi khi. Sebaiknya kamu pergi, selagi masih bisa. Jangan buang waktumu untuk hal yang percuma."

"Kenapa harus tubuh Jesna!? Apa kamu tidak dapat menggunakan tubuh lain!?" tanya Thomas lagi.

Aku menarik nafas susah payah, sambil mencoba menggeleng. "Cepat pergi ... tidak ada gunanya bertanya."

"Kenapa harus tubuh Jesna? Kamu ingin mengetahuinya? Baiklah, aku akan serius kali ini. Sudah cukup banyak waktuku terbuang hanya untuk menakut-nakuti kalian. Asal kamu tahu, ini bukan tubuh asli Jesna," beritahu Raelli. Dia tertawa sejenak sebelum melanjutkan, "Ini adalah tubuh asliku. Apa aku salah mengambil kembali tubuh asliku? Tubuh ini tersasar ke dunia lain. Aku sudah menghabiskan banyak waktu untuk mencarinya. Setelah menemukannya, tidak mungkin kan aku harus menggunakan sihir untuk mempertahankan wujudku lagi?"

"Aku hanya ingin mengambil tubuh asliku di sini."

"Kalau itu memang tubuhmu, kenapa wajah kalian berbeda?" tanya Thomas lagi.

Wajah Jesna dan Raelli memang berbeda.

"Apa lagi alasannya kalau bukan untuk pengaturan dunia novel? Tapi walaupun begitu, aku dapat merasakan bahwa ini memang tubuhku. Aku bisa membuktikannya."

Raelli melepaskan cengkeramannya dari leherku. Aku jatuh tersungkur begitu saja. Raelli berdiri di depanku, membuatku mendongak, menatap ke atas. Tangannya beralih menuju kepalaku.

"Berhenti!" teriak Thomas.

Namun Raelli tetap melakukan apa yang diinginkannya. Dalam sekejap, aku dapat merasakan perubahan yang besar dengan diriku. Rambutku memanjang dan ... Raelli mendadak menyodorkan sebuah cermin. Aku menatap pantulan diriku yang telah berubah sepenuhnya. Serta warna mata merah itu ... ini benar-benar persis seperti wajah Raelli.

"Kamu berbohong!" seru Thomas.

Raelli menghilangkan cermin itu dan berbalik menatap Thomas. "Berbohong? Tentu saja tidak. Ini memang tubuh asliku."

"Kamu penipu."

"Penipu apanya? Bukankah semua sudah jelas? Aku sudah membuktikan itu memang tubuh asliku."

"Bisa saja kamu menggunakan sihir untuk mengubah Jesna menjadi dirimu."

"Hei. Jangan bercanda. Kalau memang aku melakukan hal itu, untuk apa aku susah payah membuang waktuku dan datang ke dunia ini? Aku bisa saja mengambil acak tubuh orang lain," kata Raelli. Setelahnya ia bertanya, "Tentukan pilihan mu. Tetap berada di sini dan mati atau pulang ke dunia asalmu dengan mesin itu? Anggap saja aku sedang berbaik hati. Khi khi khi."

Thomas tidak menjawab.

Hening menyelimuti perpustakaan cukup lama. Raelli tampaknya menunggu jawaban dari Thomas dan tidak lama kemudian akhirnya dia membuka suara.

"Apa tidak ada cara agar Floria dapat tetap hidup?" tanya Thomas.

Aku tersenyum miris. Dari awal--saat Raelli membuat kesepakatan dengan Laef, aku sudah mendengar semuanya. Aku tahu, hanya ada kematian yang menunggu ku.

Ini semua sia-sia.

Tidak ada gunanya Thomas membuang waktu hanya untuk membantuku. Nasibku sudah jelas. Aku bisa apa lagi? Hanya ada perasaan putus asa yang melandaku.

Sedih, ragu, takut, putus asa, semua perasaan negatif tersebut bercampur menjadi satu menyerangku. Aku hanya tersenyum lemah.

"Thomas ... tolong dengarkan aku kali ini. Akhiran ku sudah jelas. Lebih baik kamu cepat pergi selagi bisa. Terima kasih untuk semua bantuanmu selama ini, dan ... maaf karena sempat mencurigaimu. Tolong jaga dirimu. Jangan membuatku menyesal karena harus menyeretmu ke masalah ini juga."

Thomas hanya diam, tidak menjawab sama sekali. Aku melihatnya menatap ke arah Raelli cukup lama. Entah apa yang sedang dipikirkannya ...

Sementara itu, Raelli masih berdiri diam. Menunggu dan menunggu.

"Apa pilihanmu?" tanya Raelli ke Thomas.

Thomas menatap ke arah mesin, lalu menatap ke arahku.

"Maaf ...," katanya pelan.

Raelli mengangguk. "Bagus. Memang sudah seharusnya seperti itu. Kamu masih memiliki kesempatan hidup. Jadi, untuk apa disia-siakan?"

Thomas berjalan dengan tatapannya mengarah ke mesin, tapi dengan cepat dia menarikku berdiri. Aku kebingungan harus bereaksi apa, dan hanya bisa mengikutinya yang membawaku berlari. Tapi beberapa detik kemudian aku sadar kembali, bahwa semua hal ini hanya akan berakhir sia-sia.

"Thomas, berhenti. Tolong ... dengarkan perkataanku kali ini."

"Tidak bisa. Bukankah sudah saya katakan, kita akan kembali bersama? Entah hidup atau mati saya tidak akan kembali sendiri."

"Ini percuma. Apa kamu mengerti? Semuanya sia-sia. Bukannya membantu, yang ada aku hanya menyeretmu lebih jauh lagi ke dalam masalah ini. Sejak awal semuanya adalah salahku. Harusnya aku memilih peran dengan benar."

"Tidak ada yang salah di sini. Kalian memiliki tujuan masing-masing."

"Karena itu, lebih baik menyerah." Aku melepaskan tangan Thomas. "Tolong pulang ke dunia asal sekarang," pinta ku.

"Sialan. Kamu berani mengelabui ku!?" Raelli tiba-tiba sudah muncul di antara kami. "Itu berarti kamu tidak ingin hidup, kan? Baiklah. Jangan salahkan aku!"

"Mati saja kalian berdua!" Teriakan Raelli menggelegar, ketika ia mengangkat kedua tangannya penuh amarah.

Dalam hitungan detik, aku sudah jatuh dengan rasa sakit di sekujur tubuh. Aku menatap ke tanganku yang mulai mati rasa. Sepertinya aku akan mati sekarang.

Aku menarik nafas susah payah. Seluruh rasa sakit ini sungguh menyiksa.

Aku harap ini cepat berakhir ...

Dan hal terakhir yang kulihat ketika aku menoleh ke arah lain adalah ... Thomas yang tidak sadarkan diri dengan darah mengucur deras.

"THOMAS!!"

Sial, teriakan ku terlalu lemah.

Apa aku akan mati sekarang?

•••

Note: Maaf kalau endingnya tidak sesuai harapan kalian. Oiya ... masih ada epilog. :'

Transmigrated Into a Novel [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang