The truth

3.5K 288 10
                                    

Gulf berdecak. "Aku naik pitam setiap kali orang memanggil dirinya tunangan ku." Itu sebuah kode supaya berhenti untuk memanggil gadis ular dengan sebutan tunangan.

"Dan dia memang hiperseks, tak perlu menyebutnya 'seperti' lagi." Informasi tersebut juga didapati dari Thanat sejak Gulf sering kali melihat Poom keluar masuk hotel.

"Kau tak mau membantu merubahnya?"

"Pertanyaan yang salah, seharusnya Phi menanyakan apa yang harus kulakukan kedepannya." Senyum miring muncul menghiasi wajah kalem Gulf.

"Hm, apa yang kau lakukan kedepannya?" Thanat mengikuti saja ocehan Gulf.

"Aku akan membiarkannya saja hingga skenario yang dia buat selesai, aku akan senang hati menjadi aktor penting dalam drama yang dibuatnya ini." Gulf membuang beban beratnya dengan menghela nafas, memalingkan mukanya kesamping memandang taman cukup luas disana, menoleh ke Thanat kembali dengan senyum tipis. "Apa phi tak merasa begitu? Phi juga ikut serta loh."

"Lebih tepatnya aku diseret olehmu." Thanat menggelengkan kepalanya. Gulf merespon dengan menampilkan senyum hingga menunjukkan deret giginya.

"Sama-sama." Gulf tergelak.

"Sangat tidak lucu tuan muda Kanawut." Thanat menyinggung satu hal yang dibenci Gulf.

"Sudah kubilang, jangan panggil aku dengan sebutan menggelikan itu, aku bukanlah bocah priyayi." Kesal Gulf.

"Kau iya, walaupun kelakuanmu seperti bajingan tapi kau tetaplah anak kesayangan keluargamu." Termasuk Thanat, ia sangat sayang dengan Adik sepupunya ini.

"Sudahlah aku akan pulang dan membersihkan diri, sangat lengket rasanya." Jangan lupakan dirinya habis melakukan seks.

"Aish kau bahkan tidak melihat tempat untuk melakukan hal itu." Thanat melayangkan tatapan jijiknya yang ditanggapi oleh Gulf dengan tawa ringan merasa tak berdosa untuk melakukan naninu di kampus.

"Cobalah jika kau ada waktu, itu sangat mendebarkan." Gulf mengangkat sepasang alisnya naik turun sementara Thanat sudah menunjukan rupa tidak tertarik sama sekali.

"Yasudah jika phi tidak berminat, aku pergi dulu, terimakasih juga untuk bantuan Phi." Thanat mengangguk melihat adik sepupunya mulai menjauh dari koridor kantin fakultas mereka yang memang satu gedung.

• • •

Pintu diketuk dari luar, membuat percakapan didalam ruangan harus terhenti sejenak. Pegawai wanita masuk dengan nampan di kedua tangannya. Mengahimpiri tamu sang bos, menyajikan 3 muk teh di atas meja pendek tepat dihadapan tamu. Setelah menyelesaikan tugasnya ia pamit undur diri yang di iyakan oleh Mew.

"Jadi kalian kenapa memilih berkumpul di kantorku?" ujar Mew tanpa basa-basi.

"Karena aku tau kau tak akan ada di rumah besar berisi dua orang itu, jadi lebih baik langsung meluncur ke kantormu." Tong menyahuti. Maksud dari rumah besar itu rumah milik Mew yang hanya dihuni dia dan anaknya. Seringkali Mild juga berkunjung disana untuk bermain bersama Aron. Anak itu kesepian setiap Mew berangkat kerja. Walaupun sudah ada pangasuh tapi jika dengan Mild akan lebih menyenangkan. Kata Aron dirinya seperti bermain dengan laki-laki. Kurang ajar memang, sudah jelas dirinya wanita—wanita nyerempet pria maksudnya.

"Kenapa ke kantorku?" Mew berganti menatap Adik bontotnya.

"Aku dikabari Mae jika P'Tong sudah pulang dan mungkin ini firasat jika P'Tong tidak akan kemana-mana selain ke P'Mew jadi aku datang ke kantormu."

"Kau menghampiriku? manis sekali Adikku satu ini." Niat Tong ingin mencubit pipi sang adik lantas tangan Mild yang duluan menepisnya.

"Jangan pegang-pegang, najis." Lirikan tak suka mengarah ke Tong.

[End] I Found You (MewGulf)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang