Serenity

1.8K 198 6
                                    

Halo ayang-ayang Grizz, kangen gak?
Enjoy!

Mentari meredup berpendar di sebelah barat mulai menemani langkah seorang pemuda yang sudah dekat dengan tujuan. Tempat sepi nan banyak gundukan pendek menyapa indra penglihatan. Pemuda itu tersenyum kala objek yang ingin ia temui tetap terjaga.

Semakain memantapkan lajunya mendekati gadis yang sudah berbaring damai pada balik tanah itu. Menggengam erat tiga tangkai bunga anyelir memiliki warna yang penuh makna.

"Lama tak berjumpa, Sayang." ucap Gulf, menatap sendu sebuah nisan tercetak nama yang ia rindukan. Senyumnya menyungging namun hati tak turut andil.

"Aku membawakan bunga kesukaanmu, aku bahkan baru mengetahui arti bunga ini saat diberi tahu oleh penjual bunga tadi," jedah terjadi, "jangan tertawa tapi memang toko bunga yang biasa kubeli pegawainya masih muda, dia acuh tak acuh dengan arti bunga yang ia jual tapi beruntung mereka hari ini tutup jadi aku bisa tahu makna bunga yang sangat kau suka ini."

Gulf tersenyum kecil, menyilangkan kakinya duduk di samping dan meletakkan bunga itu tepat di depan batu nisan.

"Bunga anyelir berwarna putih menyimpan arti sweet and lovely, lalu makna bunga yang berwarna merah memiliki arti, 'aku tidak akan pernah melupakanmu' Sementara itu, bunga anyelir dengan dua warna diartikan sebagai 'aku tidak dapat bersamamu', aku pintar bukan bisa mengingat semua kata Ibu penjualnya." Gulf tertawa sendiri dalam kesunyian.

"Dari semua warna yang kusebutkan tadi, aku paling tak suka bunga dengan dua warna tapi kau sangat menyukainya, lantas aku harus bagaimana?" Dia tersenyum miris.

Matanya memandang telak tulisan dengan nama sang terkasih di sana, "Aku lebih suka bunga berwarna merah," Tarikan nafas berat ia hembuskan lalu melanjutkan kalimatnya, "karena sampai saat ini aku tidak melupakanmu, my Serenity."

Matanya terpejam menikmati belaian angin menemani kesenderiannya. Menuangkan memori indah yang sempat mereka ciptakan, sebelum sang bumi mengambil yang tersayang kembali pada dekapannya.

Membuka mata kembali untuk berbicara, entah siapa yang ia pandang bahkan tidak bisa disebut dirinya punya lawan bicara. "Aku kemari untuk melepas rindu juga pengakuan dosa."

"Jujur saja aku belum bisa meninggalkan alkohol juga arena, jangan marahi aku karena hal itu sangat susah kutahan kau tahu." Walau Gulf memasang muka memelas tak seorang pun bisa melihat rautnya.

"Tapi aku sudah tidak tawuran dan tak asal memukuli orang bahkan waktu itu aku menolong orang, kau bisa berbangga sekarang, sayang." Tertawa terbahak setelahnya.

"Orang tua ku juga sudah memperhatikanku walau sangat terlambat, Mae bahkan mempercayakan butik pada temannya, jadi jika Pho bekerja Mae akan tinggal di rumah hanya ditemani maid, kasian juga sebenarnya karena sekarang aku tinggal bersama pria tua menyebalkan." Gulf memasang muka masam.

"Ah sudahlah jangan ingat dia lagi, kau juga jangan penasaran ok, pak tua sial itu sangat pengatur dan tidak mau dibantah, banyak gaya memang. Apa lagi anaknya, tengilnya minta ampun seenak jidat memanggilku Papa, itu tidak normal bukan?" Dia mengeluh bak seseorang sedang mendengarkan setiap perkataannya.

"Jangan dekat-dekat bila kau bertemu dengannya, aku cemburu jika kau ingin aku menceritakan tentang dia."

Kembali melamun, tidak ada orang yang berziarah di sekitar pemakaman, membuatnya leluasa menceritakan apapun di sini dan lebih tenang dari pada dengan sahabatnya yang terlelu bising menganggapinya.

"Kau tidak ada niatan mengunjungiku di mimpi? aku sangat ingin melihat wajahmu."

Demi apapun yang ada di dunia ini Gulf ingin berteriak untuk mengembalikan terkasihnya. Cinta pertamanya pulang kepada pemilik semesta, padahal belum sempat ia miliki seutuhnya. Ingatannya dilempar kembali pada hari sebelum cintanya pergi. Mengingat setiap kata yang diucapkan, Janji kecil hingga masa depan yang mereka idamkan semua masih jelas membekas pada kepala.

"Walau tidak ada yang menganggapi, aku tidak akan berhenti bicara padamu, jadi izinkan aku bercerita hingga hatiku ringan." Lagi-lagi sunyi menyambut pernyataan Gulf.

"Aku punya dongeng, dengarkan ya... Suatu hari ada seorang gadis dengan sejuta pesonanya memikat pemuda berandal di taman belakang rumah sakit sehabis lari dari kejaran polisi karena ikut tawuran, lelaki itu baru pertama kali merasakan debaran di hatinya yang awalnya ia kira punya penyakit jantung, konyol bukan?" Gulf mengangkat kepalanya ke atas menemukan ruang luas berwarna biruh cerah, "Lalu dengan berani dia menghampiri gadis itu dan bertanya apa yang salah dengan jantungnya, sang gadis yang bingung tiba-tiba diberi pertanyaan oleh pemuda asing lantas memukul lengan pemuda itu dengan berani dan berkata sembari tertawa bahwa dirinya bukan seorang dokter." Gulf terkekeh, setelah puas memandangi birunya langit ia kembali menunduk, mencabuti jahil rerumputan yang tumbuh di gundukan tanah menghalangi dirinya untuk melihat bentuk terkasihnya.

"Singkatnya si pemuda jadi sering berkunjung ke rumah sakit sampai dianggap pekerja kebersihan di sana." Gulf tergelitik mengingatnya, "dia ke sana bukan untuk pemeriksaan kesehatan melainkan melakukan pendekatan ke sesosok gadis yang mampuh menggerakan hatinya mengenal apa itu cinta, ngomong-ngomong ia baru tahu jika jantungnya berdebar karena cinta setelah diberitahu oleh teman si pemuda."

"Lanjut cerita, si gadis pun mau mau saja di kunjungi pemuda berandal itu, katanya dia ingin memiliki teman nakal yang bisa mengajak berantem dan menaiki motor memutari kota, hingga suatu hari si pemuda menyatakan perasaanya yang dengan gampang diterima oleh si gadis, pemuda itu pun bahagia tanpa peduli menanyakan kenapa bisa menerima pernyataan cintanya tanpa pikir dua kali yang notabenya dia seorang berandal."

"Waktu berjalan seiring kenangan mereka terukir, saling menumpahkan kebahagian bahkan kesedihan bersama namun puncak kesedihan pemuda itu saat kehilangan si gadis, dirinya menyesal kenapa tidak memaksa si gadis untuk menerima pengobatan terbaik di luar negeri."

"Aku menyesal, kenapa kau tidak mau dibantu Pho ku untuk dirawat ke luar negeri? Jika kau menerimanya pasti kita masih bisa bersama hingga detik ini, kenapa? Tolong jawab pertanyaanku, aku memaksa kali ini, tolong."

Tangisan yang semula ia tahan susah payah, berakhir keluar dari bendungan kala Gulf mengingat detail dari semuanya. Melafalkan seribu kata maaf tiap ucapnya.

"Kenapa Tuhan jahat pada kita walau aku sudah berdoa sesuai kemauanmu? Kau yang merubahku menjadi orang baik tapi kenapa orang sebaik sepertimu yang diambil duluan? Kenapa tidak diriku yang tidak berguna ini masih bertahan di sini." Isak tak kunjung berhenti dengan Gulf semakin menunduk bersembunyi pada dua telapak tangan. Hingga satu suara halus beriringan dengan angin menyeruak digendang telinga.

"Gulf."

Kepalanya diangkat, tangisnya berhenti seketika. Mendapati siluet tubuh memandangnya telak di depan mata.

"Aku memang tak terlihat, tapi percayalah aku selalu ada di sampingmu."

Gulf tidak percaya sesuatu berhubungan dengan magis namun ini ia mau tidak mau percaya akan yang ia lihat.

"Aku tak bisa berlama-lama, yang bisa kusampaikan hanya dengar isi hatimu, Gulf, kasihan dia selalu yang mengalah hingga membuatmu tak nyaman nantinya." Hal magis itu tersenyum pada dia, "Jangan lupa bahagia, my Serendipity."

Bersama angin musim di bulan April membawa pergi kebahagiannya. Membuat Gulf tersadar, bahwa ia tak akan lagi mampuh merengkuh cintanya kembali dihidupnya.





Bye<3

hehehe:) biar jalan cerita tetap berjalan jadi momen MewGulf gk ada dulu di part ini

ok lah jangan lupa tinggalkan jejak kalian

[End] I Found You (MewGulf)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang