Love Does not Follow Logic

1.9K 194 4
                                    

Hari ini si pemuda Kanawut tinggal seorang diri di apartemen sebab Boun ada kelas pagi dijadwalnya. Sedangkan Gulf hanya memiliki kelas sore yang berakhir rebahan di sofa sekarang. Ditemani musik RnB menggema seirama gumamam mengikuti ritme dan komik berada digenggaman yang menutupi wajah.

Tak lama kemudian Gulf menghembuskan nafas kasar, bangkit dari duduknya lalu bersandar pada punggung sofa membiarkan komiknya tergeletak mengenaskan di lantai serta tak lupa mematikan musiknya yang berakibat senyap seketika.

Mata pemuda itu bergerak ke kanan, ke kiri tidak tahu mesti berbuat apa lagi. Ini tepat hari keempat belas tanpa paman gila di sampingnya.

"Sepi," gumam Gulf. Menutup matanya dengan lengan kala perasaan nyeri kembali mengunjungi.

Mencoba menahan rindu yang terus memojokan dia dalam situasi menyerah pada kenyataan semestinya tidak Gulf terima secara logika. Ya, setidaknya dia mempelajari perasaan manusia satu itu semenjak kehilangan cinta pertamanya, dan rasa itu kembali membucah ke permukaan tetapi bukan dengan orang yang sama.

"Apa yang harus kulakukan hm?" Kalimat itu menyasar pada hatinya yang terus resah tak terkendali. Memilih hanyut ke alam mimpi mengabaikannya untuk sementara waktu.
.
.
.

Pukul 15.00 Boun masuk setelah melepas sepatunya. "Aku pulang."

Merasa tidak ada sahutan membuat Boun bertanya-tanya. Ia coba panggil kawannya namun tetap nol respon yang mendorong langkahnya ke sosok pemuda itu dan mengguncang pelan tubuh Gulf yang berimbas si empu terusik dari tidur lelapnya.

"Apa sih?" protes Gulf, mengucek matanya yang kering untuk merangsang air mata keluar.

"Hanya tidur ternyata, aku kira kau sudah dipanggil sama yang di Atas," tuduh Boun tampak kecewa.

"Gak ngotak kau bangsat," nyalak Gulf membuat Boun tertawa. Menjahili orang bersumbuh pendek itu seru.

"Gak ada kelas?" tanya Boun, menenggalkan seragamnya tanpa malu di depan Gulf. Betul bahwa dirinya gay tapi milih-milih juga. Kendati temannya itu masuk dalam kriteria uke cantik akan berpikir dua kali jika mengetahui sifatnya yang barbar, hanya pria pengusaha itu yang mampuh menangani kebengisan Gulf.

"Ada, jam empat."

Boun membulatkan mulut lantas ikut duduk di samping Gulf tengah melakukan peragangan.

"Ingat tidak, dulu kau krisis percaya pada orang lain bahkan kawanmu ini tak tau kau akan bertunangan, kita baru tau saat undangan sudah ada ditangan." Boun menerawang jauh. Sebelum senyum merekah di wajah. "Tapi sekarang kau bercerita dengan sukarela dan lebih terbuka pada kita, aku senang akan itu."

Gulf tertawa mengejek. "Kau mirip kakek-kakek sedang bernostalgia."

"Aku tidak suka kau seperti orang linglung tidak punya semangat hidup begini." Boun tak menanggapi ucapan Gulf sebelumnya. Tapi malah berbicara perihal lain.

Gulf kehilangan kata-kata. Benar, ada apa dengannya? Kemana semua energinya hari ini? Yang pasti bukan karena Mew, itu yang Gulf ucapkan pada dirinya sendiri. Ia seharusnya bahagia, bebas melakukan apapun, tidak mendengar ocehan Aron yang mengajaknya bermain, Gulf juga bisa menikmati hari tanpa afeksi sentuhan yang diberi Mew seenak jidat. Seharusnya ia bahagia bukan? atau tidak? atau, sebenarnya Gulf tidak sesenang itu?

"Kenapa aku kelihatan menyedihkan ya?" kekeh Gulf main-main.

"Kau sudah sesayang itu pada P'Mew ya?"

"Geez, sudah ku bilang itu bukan sayang."

"Tapi cinta," tandas Boun. "Manusia memiliki hati yang gampang dibolak-balikan dan pria itu juga manusia. Kau mau tunggu sampai dia berpaling pada orang lain lalu kau kehilangannya?"

[End] I Found You (MewGulf)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang