What happens once can happen twice

1.9K 178 8
                                    

"Kini kita bahas masalah penghindaran pajak dan penipuan subsidi, apa opini kalian?" Dosen membuka diskusi yang ditanggapi oleh mahasiswi berambut sebahu pada barisan depan.

"Penghindaran pajak menunjukkan penghasilan besar, artinya ada kontribusi ke masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja."

Pemuda dengan kaca mata square bertengger apik di hidung meninggikan lengan kanannya vertikal bermaksud mengutarakan pendapat pribadi yang diberi izin oleh dosen untuk angkat bicara.

"Penipu subsidi tak berkontribusi hanya menerima, itu lebih buruk. Jika pajak lebih rendah perusahaan tak perlu keluar negeri."

"Kenapa 'penghindaran' pajak dan 'penipuan' subsidi?" tanya Siwat menginterupsi tanpa izin. "Orang kaya boleh curang, tetapi orang miskin tak boleh?"

Pria berkacamata tersebut berseringai membalas ucapan Siwat, "bagi orang kaya itu 'potongan' bukan 'kesejahteraan'."

"Kau tampaknya tahu betul subsidi Thailand yang Ayahmu dapatkan," seloroh Siwat, mengamati sekeliling tengah menahan tawa mereka mendengar sindiran keras darinya. Sementara mahasiswa dengan kacamata tadi bergeming mengeratkan rahangnya jelas terlihat emosi.

Gulf menopang pelipisnya mendesah maklum melihat kawannya sedang mode serius seperti itu sangat mematikan.

"Baik, diskusi hari ini selesai di sini," akhir kata dari dosen sebelum dia bergulir ke mahasiswa kesayangan. "Dan untuk Gulf terima kasih sudah datang dengan wujud asli beberapa hari ini di kelas saya."

"Si doi lagi galau Pak," teriak Siwat berada di sebelah Gulf.

"Hmmm sering-sering galau ya kalau begitu," tukas dosen. Suara zipper terdengar setelah dia merapikan bawaannya. "Nah, selamat malam semuanya."

Kalimat penutup itu membuat penjuru kelas dipenuhi erengan yang kemudian ditimpali percakapan lain yang tumpang tindi. Beragam kegiatan mahasiswa semester menuju akhir itu lakukan, ada yang masih bergosip di kelas atau tengah membereskan barang mereka lalu pergi. Termasuk dua sohib yang sekarang berjalan beriringan seraya bersenda gurau.

"Aku kerenkan tadi." Siwat menaik turunkan kedua alisnya main-main.

"Kau memang paling ahli membela kaummu." Terselip nada sarkasme dalam kalimat Gulf.

"Sialan mulutmu," umpat Siwat saat mereka menuruni tangga ke tingkatan lebih rendah.

"Kau tak ikut ke club?" tanya Gulf, membenarkan tasnya.

"Ikut dong tapi agak maleman karena Napat minta diantar mencari stylus pen." Pemuda Jumlongkul menjawab yang dibalas anggukan dari Gulf. "Sampai jumpa nanti."

Gulf memutar bola matanya jijik. "Jauh-jauh dariku dasar homo."

Siwat berdengus dan berlalu pergi, temannya itu tidak mau mengaca memang.  Gulf sendiri menyusuri koridor dengan santai saat melihat jarum panjang menunjuk angka tujuh pada benda yang melingkari pergelangan tangan. Mahasiswa lain turut meramaikan koridor membuat Gulf dengan mulus menghindar untuk tidak saling bertabrakan. Dia melewati halaman kampus kemudian menuju pelataran parkir sebelah gedung.

Gulf duduk di jok motornya, lalu mulai menyalakan mesin kendaraan dan keluar dari wilayah kampus.

Saat motornya berhenti pada lampu merah yang padat, matanya melirik ke kanan kiri dan tak sengaja menemukan cafe lokal minim pengunjung. Berpikir, jika ia bisa mengisi perut sejenak sebelum bersenang-senang ke club, dan dengan lekas lanjut berkendara ketika lampu berubah menjadi hijau untuk kemudian menepi.

Angin kencang mengacak rambut begitu Gulf membuka helm full facenya yang berikutnya diletakkan pada tangki motor. Lantas bergidik kala pendingin cafe menyentuh pori-porinya ketika sudah berada di dalam.

[End] I Found You (MewGulf)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang