Stupid Agreement

4.9K 414 11
                                    

Sepasang netra mulai terusik, lantaran sinar surya mengintip malu-malu pintasi jendela lebar berlapis selambu yang telah dibuka seseorang.

Gulf berdecak, berusaha menghalangi cahaya terang berasal dari matahari sungguh menganggu penglihatan sebelum menyadari siluet yang membelakangi, lantas ia bertanya-tanya siapa sosok tersebut.

"Berani sekali menculik anakku setelah lancang menciumku." Suara berat yang amat Gulf kenali akhir-akhir ini menjadi jawaban atas kebingungannya di pagi hari dan dengan lekas memasang raut tanpa ekspresi.

"Fuck! kau mengganggu tidurku paman." Dengan suara paraunya Gulf tetap bisa mengumpat.

"Keep your mouth, ada anak kecil di sampingmu." Peringat Mew.

Gulf baralih arah pandang ke samping lalu menautkan alisnya bingung, "Kenapa dia ada di sini?"

"Aku yang seharusnya bertanya padamu."

Gulf termenung sejenak memikirkan apa yang terjadi semalam. Ketika sudah teringat ia pun menghela nafas kasar tak percaya bisa-bisanya dia dibodohi oleh bocah 6 tahun.

"Nak Mew ayo turun, bangunkan Gulf juga Aron untuk ikut sarapan!" teriakan Ibu Aim menggelegar dari lantai dasar hingga lantai dua.

"Sudah dengar? cepatlah ke bawah jangan membuang waktuku hanya untuk membangunkanmu," ucap dingin Mew menggendong Aron yang masih terlelap menjauh dari kamar Gulf.

"Menyebalkan." monolog Gulf. Berdiri dengan memegangi perutnya yang ngiluh. Sial semua badannya terasa remuk, berjalan pelan menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Sengaja melewatkan sesi mandi karena berniat membolos hari ini, tak mungkin juga dia kuliah dengan keadaan memar menghiasi tubuhnya.

• • •

Mereka semua sudah berkumpul di ruang makan kediaman Kanawut.

Gulf memperhatikan Mild dengan cekatan mengambilkan lauk pada piring Mew dan Aron. Nampak keluarga yang harmonis, membuat dirinya berdecih muak dari kemarin disuguhi hal manis. Walaupun ia mampuh melakukan hal semudah itu tetapi Gulf tetap memilih jawaban, "Tidak, selain bersama 'dia'."

"Lukamu sudah membaik?" Ibu Aim melayangkan pertanyaan mengenai kondisi sang putra.

"Seperti yang Mae lihat."

"Nanti obati lagi ya." Gulf hanya mengangguk lalu menandaskan segelas air lantas berdiri hendak pergi.

"Mau kemana?" Ibu Aim mendongak melihat Gulf yang beranjak dari tempat duduknya.

"Aku sudah kenyang, mau kembali ke kamar." Lebih baik dirinya pergi dari pada ditatap oleh Mew dengan tajam seolah ingin memakannya hidup-hidup. Entah apa salah Gulf pada paman itu, padahal ia sudah memenuhi permintaan untuk berkata maaf perihal ciuaman tantangan. Lagi pula bercumbu di club sudah menjadi hal lumrah dilakukan, tapi bagi paman tua itu layaknya dosa besar tak bisa diampuni.

Sebelum ke kamar, Gulf mengambil kotak p3k pada kabinet dapur guna mengobati lukanya.

• • •

Gulf mengerang kesusahan mengobati lebam di bagian punggung.

Namun selanjutnya ada tangan yang merebut paksa kapas pada genggamannya. Gulf pun menelengkan kepala penasaran siapa orang itu dan ternyata hanya pria parubaya yang menyebalkan. Gulf meroling matanya, langsung mengambil kembali kapas dari tangan Mew.

"Kau pikir aku tak bisa melakukannya sendiri hah? Hush sana pergi." Usir Gulf seperti mengusir kucing.

"Jangan sombong jika tak mampu, kemarikan kapasnya." Gulf tak mengindahkan, tetap gigih berusaha menjangkau luka di punggung. Tapi sayang, sekeras apa pun dia mencoba tetap tidak ada hasil.

"Kenapa kau diam saja? Cepat bantu aku, dasar tak berguna," hardik Gulf, sementara Mew hanya bisa menghela nafas mengambil kapas baru yang telah ditetesi oleh obat lalu menorehkannya ke memar Gulf yang mendapat pekikan dari si empu.

"Bangsat, jangan menekannya."

"Diamlah."

Gulf mendengus sebagai respon.

"Paman, apa kau tau anakmu itu korban bully?" Dia kembali teringat cerita Aron semalam, entah apa yang mendorongnya berbicara demikian. Yang Gulf tau dirinya sedikit terusik untuk bertindak sesuatu. Menyebabkan kegiatan Mew terhenti.

"Kenapa berhenti? Ayo obati aku." Gulf menyadarkan Mew untuk melanjutkan kembali acara memberi obat.

"Bukan urusanmu, bocah."

"Dari kemarin kau memanggil ku bocah, aku sudah 23 tahun jika kau belum tau."

"Tapi kelakuanmu persis bocah yang belum bisa tanggung jawab sama dirinya sendiri."

"Tau apa paman tentang tanggung jawab hah?" sosor Gulf tak terima dirinya disebut demikian.

Perkataan pemuda itu mampuh membuat Mew bungkam seribu bahasa, karena hal tersebut mengingatkan dia pada sang mantan istri yang ingin ia lupakan.

Alih-alih mengguratkan obat pada memar Gulf, Mew melenggang keluar dari kamar pemuda Kanawut hingga membuat heran si pemilik.

"Sial, ada apa dengan paman gila itu." Gulf menggeleng melihat tingkah aneh Mew. Tak mau ambil pusing, dia lebih memilih membersihkan kapas yang berceceran lalu memasukannya ke dalam plastik. Terpenting luka di punggungnya telah diberi obat.

• • •

Isyarat pagi menghilir. Mew dan keluarga sudah pulang setelah jam sarapan berakhir. Berpamitan pada orang tua Gulf tanpa berpamitan padanya tapi itu tak menjadi masalah, toh ia tak mengharapkan kabar dari Mew.

Anggota keluarga Kanawut saat ini sedang berkumpul di ruang tengah dengan kesibukan masing-masing.

"Gulf, acara pertunangan diadakan dua hari lagi," ucap Ayah Gulf mengingatkan sang putra.

Ah sial dia lupa jika masih dalam status perjodohan.

"Aku tak mau Pho, Gulf tidak mencintainya."

"Cobalah membuka hatimu untuk mencintai seseorang lagi, nak, karena kamu tidak bisa terjebak di tempat yang sama terus menerus," ungkap Ibu Gulf.

"Mustahil, dia takan bisa begitu saja terganti dengan gadis ular itu, Mae."

"Poom anak yang baik, jangan mengada-ngada untuk membatalkan perjodohan ini, perjanjian tetap perjanjian, suka tidak suka pertunangan tetap harus dilaksanakan."

Tuan Kanawut terlampau keras kepala dibanding Ibunya jika masalah masa depan Gulf. Tapi, bila keduaanya disandingkan, Tuan Kanawut akan melunak berhadapan dengan sang istri.

"Terserahlah."

Gulf berdengus membuang tatapan kesalnya. Susah membantah keputusan si Ayah.

Melangkah menuju motornya yang kemarin sore diantar bawahan Mew. Padahal baru satu hari setengah dia pulang sekarang kembali pergi lagi.

Telinganya rasanya panas. Orang tuanya tetap saja mengoceh tak penting. Membuat pening saja.

Pada dasarnya definisi rumah untuk Gulf hanya tempat untuk tidur tak ada sisi manisnya sama sekali, jauh berbeda dengan pajangan rumah yang bertulis 'home sweet some'.

Tak ada kehangatan lagi di rumah itu. Terakhir kali dia betah untuk tinggal di rumah saat usianya 9 tahun terlepas dari itu kedua orang tuanya sibuk dan jarang pulang untuk sekedar menanyakan sudah makan atau belum. Memang keluarganya sempat menjadi keluarga ideal dan hangat dengan dirinya di anggap sebagai anak. Tapi sekarang? tiap menitnya tuntunan menikah selalu keluar dari mulut keduanya.


Bye<3

[End] I Found You (MewGulf)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang