17

304 37 8
                                    


selamat membaca semuanyaa~ budayakan vote sebelum membaca!!


----

"Jika kamu tidak bisa berlaku jujur pada orang lain, setidaknya jujurlah pada dirimu sendiri-
Penghianatan terbesar, ada pada diri kita"

🐰🐰

Tempat itu terlihat sepi, suara jangkrik yang bersautan dibawah cahaya bulan malam itu menciptakan kesan hampa yang menyesakkan.

Di pinggir jalan, dibawah lampu jalan yang cahayanya sudah meredup. Berdiri seorang Namja lengkap dengan penyamarannya.

Berdiri tegak dengan mengangkat kepalanya, namun matanya menatap trotoar jalan dengan pandangan kosong. Disamping tubuhnya, tangannya sudah terkepal dengan memegang sebuah foto pernikahan.

"Tidak" dia bergumam lirih, dengan nada sengsara yang dengan jelas dapat terdengar.

"Tidak" gumamnya lagi, bulu matanya yang lentik terlihat layu karena air yang terus menetes dari matanya.

Pundaknya mulai naik turun, foto ditangannya mulai merosot karena tangan gemetarnya tak kuasa menahan ringannya kertas itu.

Tubuhnya terjatuh pilu bersamaan dengan kepalanya yang terasa sakit bahkan, dadanya kembali terasa sesak. Dia merasa seperti ada tangan yang akan menarik jantungnya kapan saja.

Na Jaemin, yang memutuskan bertemu Kim Yoona.

Dia merogoh saku jaketnya, dengan lemas mencari sebotol obat yang perlu ia konsumsi sekarang.

Namun gerakannya terhenti ketika percakapannya dengan Yoona tadi terlintas di benaknya.

"Dan itu karnamu kan? Ya karnamu"

"Andai saja kau tak meninggalkan bundamu saat itu"

"Dia ingin membunuhmu Jaemin, bukan bundamu"

"Kau yang membuatnya terbunuh"

"Andai saja kau melindunginya saat itu"

"Dan andai saja-- kau tak lahir"

Matanya terpejam, mendudukkan diri dipinggir jalan dengan tubuh yang bersender ke tiang lampu.

Semuanya terlalu semu, bahkan hidupnya sendiri.

"Maaf" dia membiarkan napasnya semakin tak teratur, meresapi rasa sakit yang ia rasa memang sudah seharusnya ia dapatkan.

Tubuhnya melemas, otaknya kosong. Namun ia masih berusaha untuk sadar. Tidak, rasa sakitnya harus lebih lama pikirnya.

Jaemin tertawa renyah dengan air mata yang terus mengalir. Merasa bodoh karna mengikuti permainan mereka sekarang. Jaemin tak tahu mana yang benar dan mana yang salah, yang ia ketahui pasti adalah, kematian bundanya.

Itu semua salahnya.

Beberapa menit ia terduduk di trotoar itu, dengan angin malam yang menusuk kulitnya. Sedari tadi, ia hanya diam dengan mata yang mendongak keatas menatap bulan dengan hampa, sebelum getaran di ponselnya membuatnya mau tak mau menunduk.

Jk Hyung, nama yang tertera di benda pipih itu. Mata Jaemin kembali memanas, dengan mata yang dia buat untuk terpejam berharap emosi di dalam sana akan sedikit lebur.

Panggilan terputus, dengan mata Jaemin yang masih terpejam.

drrrt drrt drrrt

Ponselnya kembali bergetar, masih dengan nama yang sama. Membuat Jaemin kembali membiarkan ponselnya tergeletak begitu saja.

drrrt drrrrt drrt

Kali ini, dengan segera ia menggeser tombol merah. Menolak. Tangannya bergerak akan mematikan ponselnya sebelum panggilan yang sama namun dengan nama yang berbeda membuatnya berhenti sejenak. Dia mengeraskan rahangnya dan dengan cepat mematikan ponselnya.

Cahaya mobil membuat matanya menyipit, ia segera berdiri. Tiba tiba dia tersadar bahwa ia masih seorang idol. Dia membalikkan tubuh, ingin melangkah pergi "Jaemin-ssi?" Matanya terbelalak masih membelakangi orang itu.

Dia segera melangkahkan kakinya dengan cepat, "Jaemin-ssi jangan takut, aku suruhan Nyonya Kim" orang itu menahan tangan Jaemin.

Jaemin membalikkan tubuhnya "Kim Yoona maksudmu?" Laki laki di depan Jaemin mengangguk. Jaemin menatapkan matanya penuh selidik "mana buktinya?" Tanyanya kemudian.

Laki laki itu terkekeh, kemudian ia terlihat mengotak atik ponselnya sebelum menyodorkannya kearah Jaemin.

"Jaemin, ikutlah dengannya besok kau masih ada jadwal kan?"

Jaemin menghela napas "ya" sahutnya lalu mematikan sambungan secara sepihak. Entah apa saja yang mereka bicarakan selama bertemu tadi. Hingga membuat Jaemin mau menanggapi wanita itu.

Jaemin mengikuti laki laki suruhan Yoona kedalam mobil setelah mengambil foto yang tergeletak tadi. Kemudian mendudukkan diri di jok belakang. Selama di perjalanan ia hanya menatap kosong kearah jendela sembari menyenderkan tubuhnya ke kursi setelah menyebutkan alamat dorm, hingga ia tak sadar mobil yang ia tumpangi sudah berhenti di depan dorm dreamis.

"Jaemin-ssi?" Suara itu membuat lamunan Jaemin buyar. Ia mengerjapkan kan matanya beberapa kali sambil mengamati sekitar. Ah,sudah sampai rupanya.

Ia membuka pintu mobil sambil melirik kearah laki laki di depannya "bilang pada Nyonya mu, saat ini aku belum mempercayai siapapun" setelah memastikan lelaki itu mengangguk, Jaemin melangkahkan kakinya keluar mobil.

Dia menatap dorm sejenak, menarik napas panjang dan memasang senyum lebar.

Ceklek

Semua yang ada di ruang tamu menoleh ketika mendengar suara pintu terbuka. Jaemin melebarkan senyumnya "halo guys" sapanya sambil meletakkan sepatunya ke rak.

Dia mendekatkan kakinya ke ruang tamu dengan senyum yang masih terpasang di wajahnya.

"Loh Haechan, kapan lo kesininya?"

Haechan yang sedang bermain game mendongak "bareng Jaehyun hyung sama temennya" jawabnya acuh tak acuh.

"Ngapain kesini?"

"Mau ada urusan sama temennya dan searah sama dorm kita, jadi sekalian nganter Haechan eh sekarang malah bikin kopi ga pergi pergi" sahut Renjun sambil menyodorkan sepotong ayam kearah Jisung.

Jaemin melunturkan senyumnya, terganti dengan rahangnya yang tiba tiba mengeras ketika melihat seseorang yang keluar dari dapur.

Jaehyun dan Jungkook

"Jaem-" belum sempat Jaehyun menyapa, Jaemin sudah melangkahkan kakinya ke kamar.

Brak

Suara pintu yang tertutup keras membuat semua member terlonjak kaget. Mereka berpandangan satu sama lain.

"Kenapa dia?"

Semuanya mengangkat bahu tanda tak tahu,



Kecuali Jungkook yang menatap pintu kamar Jaemin dengan nanar dan Chenle yang menyipitkan matanya kearah Jaehyun.








TBC.



Voment guys!
Echan: gaseyo~

HIRAETH -(Na) JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang