Sebelum membaca cerita ini, diharapkan melihat foto ini sampai puas
Oh ya, jangan lupa VOMENT DULUUU!!! Selamat membaca💚
--------
"Orang gila! Bodoh! Dimana anak kunyuk itu! Akan bahaya jika dia membocorkan semuanya! Pabbo!"
Bugh
Bugh
Bugh
"Ma-af tu- uhuk tuan, saya ha-nya pergi ke toilet sebentar"
"Apa gunanya banyak penjaga disini! ARGH SIAL! CEPAT TEMUKAN ANAK ITU! BAIK HIDUP MAUPUN TIDAK"
--------
Pena itu terlalu berat untuk mentoreh kertas putih dengan tintanya. Atau justru tangan itu yang enggan bergerak lebih cepat, entahlah. Namun yang jelas kepalanya berisik mengeluarkan banyak kata yang siap untuk ditulis. Ia masih ditempat yang sama. Dengan cahaya matahari pagi yang mengintip dibalik jendela. Dia sendiri dengan pena hitam digenggamannya.
Namja itu, melirik langit fajar yang masih terbebas dari polusi. Menelisik jauh serta bertanya tanya. Siapkah dirinya? Benarkah keputusannya?
Namun seberapa banyak ia bertanya, kepalanya tetap berbisik bahwa ia benar. Ia harus melakukannya.
Itu Jaemin, Na Jaemin.
Tangan itu mulai bergerak. Menulis satu persatu kata yang sudah ia pikirkan semalaman.
Maaf. Kata pertama yang ia tulis. Jaemin rasa itu adalah kata yang paling tepat untuk mewakili setiap kata yang terlintas di kepalanya.
Kata setiap kata ia tulis hingga menjadi kalimat utuh. Dengan tetesan air mata yang terus menerus runtuh. Berkali kali bibirnya mengucap maaf, mengucap ampun pada teman temannya.
Setelah dirasa cukup, kertas itu ia lipat pelan dengan tangannya yang gemetar, membiarkannya tergeletak di atas bantal. Mengambil jaket yang diberikan oleh Taeyong semalam. Ia melangkah pelan keluar kamar, manager hyungnya sudah menunggunya di ruang tamu sendiri. Para hyungnya belum bangun, dan memang itu tujuannya.
Semalam, setelah Jaehyun membelikannya handphone baru dan memasukkan beberapa nomor, ia menghubungi managernya. Beliau terkejut memang atas kepulangan Jaemin secara tiba tiba, pasti. Namun ia lebih terkejut ketika Jaemin mengatakan bahwa Jaemin sudah memutuskan untuk pemutusan kontrak secara sepihak walau tak sedikit denda yang harus ia tanggung.
Bahkan, dengan persiapan matangnya ia sudah menghubungi Jungkook dengan segala pertimbangannya. Ia sudah merencanakan berbagai hal dengan namja itu. Termasuk membantunya keluar dari agensi dengan cepat dan menampungnya untuk beberapa hari. Bukan di rumah tentunya.
Tanpa sepatah katapun, kedua orang itu keluar dari pintu dorm tanpa suara. Sesuai perjanjian.
Pagi pagi buta seperti ini, Jaemin akan ke agensi untuk mengurus pemutusan kontrak. Walapun itu akan memakan beberapa hari, tapi itu tak masalah. Yang jelas, ia harus menjauh terlebih dahulu.
"Apa harus sejauh ini?" Tanya managernya saat mereka sudah berada di dalam mobil.
"Harus"
Jawaban penuh keyakinan itu hanya membuat managernya memilih untuk diam dan menghela napas. Jaemin tahu ini memang tidak mudah. Semalam, ia harus mengeluarkan seribu alasan kuat mengapa ia harus keluar. Walaupun itu harus membongkar 'beberapa' rahasia.
Alasan yang paling kuat adalah ketika ia berkata, "keluargaku terlibat masalah dengan presiden. Apa kalian mampu menanggungnya? Tidak kan? Dan lebih baik jangan. Aku tak ingin karir teman teman ku hancur. Jadi Hyung, tolong bantu aku. Jebal."
Ya, memang itu yang harus Jaemin lakukan.
--------
Sedangkan dilain tempat, Jaehyun yang sedang menempati kamar Haechan karena si pemilik tidak ada tergelisik pelan dalam tidurnya. Merasa tidak nyaman.
Hoahhh
Namja itu menguap lebar, menyipit nyipit kan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Ia berdecak, tidurnya harus terganggu karena teriakan seseorang.
"HYUNGGGG"
Suara teriakan diluar kamar membuatnya terbangun. Padahal duo maknae sedang tidak ada di dorm karena memang semenjak hilangnya Jaemin mereka menginap bersama dream, tapi kenapa berisik sekali? Dan suara siapa ini?
Jaehyun melihat kearah jam, ini masih jam 7 pagi. Keributan apa yang mereka perbuat sebenarnya?
Cklek
Ia keluar kamar, menuju sumber keributan. Kamarnya?
Jaehyun berhenti berjalan, diam. Entah apa yang dipikirnya. Tiba tiba ia teringat sesuatu, "APA TERJADI SESUATU PADA JAEMIN!?" ia ingat! Jaemin sedang menginap di kamarnya. Nyawanya kembali sepenuhnya setelah ia berteriak.
"Myowa??? Wae? Waeyo?? Jae-" Jaehyun yang berlari panik itu terdiam didepan kamar bersama para hyungnya "DIA KEMANA? HYUNG? JUNGWOO? LO YANG PERTAMA KESINI KAN? NGELIAT GAK?" dia berlari kedalam kamar, menelisik seraya bertanya pada rekannya.
Matanya berhenti bergerak ketika menangkap sesuatu asing diatas bantal, "apa itu?" Ia mendekat. Membukanya,
Aku tak cukup pantas untuk menerima permintaan maaf ini, tapi tetap saja aku akan mengatakannya. Maaf, sungguh.
Jaehyun tertegun, kertas itu jatuh dengan sendirinya dari tangannya. Taeil yang melihat itu tak tinggal diam, ia mengambil kertas itu dan membacakannya,
Hyung, dan teman teman. Kalian mungkin bertanya tanya apa isi kertas putih yang akan ku tinggalkan ini.
Jangan melibatkan diri lebih jauh, cukup ya? Sudah. Aku baik baik saja dan selamanya akan begitu. Aku hanya pergi sebentar menyambut fajar. Jangan menyusul ku, cukup ya?
Semuanya, terimakasih. Terimakasih sudah hadir dalam duniaku yang sempat runtuh. Terimakasih sudah menjadi rumah yang kurindukan selama ini.
Hiraeth, aku mendifinisikannya. Kerinduan akan seseorang, tempat, dan waktu, yang tak pernah bisa diputar kembali. Dan kalian ada memenuhi semua kekosongan itu.
Ini akan sedikit awkward ㅋㅋㅋㅋ tapi dengan tulus aku menyatakan, aku menyayangi kalian. Sekali lagi, maaf dan terimakasih.
Aku pamit, uljima. Bahagia selalu. Jaga sijeuni untukku. Katakan pada mereka, aku akan bahagia dan tetap sehat, sesuai harapan mereka.
Nana pamit ya? Na Jaemin pamit.
-Kim Jaemin.
Tak ada yang mampu berkata setelah kata itu habis. Semuanya diam, berharap pendengarannya bermasalah atau ini hanya mimpi pagi hari semata.
Benarkah mereka telah kehilangan salah satu keluarga mereka? Dengan cara seperti ini?
Mengapa?
TBC.
Aduh gatau deh wkwk
Vote yaa!
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH -(Na) Jaemin
Fanfiction[SLOW UPDATE] ❞𝙠𝙚𝙩𝙞𝙠𝙖 𝙨𝙚𝙗𝙪𝙖𝙝 𝙠𝙚𝙣𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙗𝙖𝙝𝙖𝙜𝙞𝙖 𝙢𝙚𝙣𝙟𝙖𝙙𝙞 𝙞𝙨𝙖𝙠 𝙩𝙖𝙣𝙜𝙞𝙨, 𝙙𝙞𝙨𝙞𝙩𝙪𝙡𝙖𝙝 𝙠𝙖𝙩𝙖 𝙧𝙞𝙣𝙙𝙪 𝙩𝙚𝙧𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙧 𝙡𝙚𝙗𝙞𝙝 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙚𝙨𝙖𝙠𝙠𝙖𝙣❞ Duri demi duri ia lewati, jawaban demi jawaba...