VOTE dulu!
So ---hai?
Haha lama banget ga sii?
Maaf bangettt lagi stress stressnya sama sekolah, jadi ga bisa aktif akhir akhir ini. Maaf juga kalau tulisannya agak kaku huhuuOh iyaa, karena cerita ini udah lama aku saranin buat baca dari awal yaa
! INGAT SEMUA KEJADIAN DI CERITA INI HANYA REKAYASA BERUPA IMAJINASI AUTHOR !!
HAPPYYY READINGGG!!💚
----
"Jadi waktu itu kalian terpisah?"
Jeno melirik kedua orang itu dengan canggung. Sudah lebih dari setengah jam ia dan teman temannya berada disini --ah, maksudnya di rumahnya. Setelah tadi ia dan teman temannya diberi beberapa pertanyaan, kali ini giliran Jaksa memberi beberapa pertanyaan ke Appanya.
Yang membuat Jeno canggung adalah, Jaksa Kim Jungkook itu sedari tadi menatap mereka terlebih Appanya dengan dingin. Tak ada aura persahabatan sama sekali. Setelah pertanyaan terakhir itu terlontarkan, dapat Jeno lihat Appanya segera tersenyum tenang, "nde, majayo waktu itu setelah tiba di lantai tiga saya sempat terjatuh. Dan saya sadar Nak Jaemin tak lagi berada disamping saya ketika kita sudah di lantai dasar" Jelasnya tak lupa dengan senyuman tenang yang masih terpasang diwajahnya.
Jungkook mengangguk, sambil menuliskan beberapa kata dibuku kecil yang ia bawa. Ia kembali mendongak dengan tatapan yang sama, sempat melirik pada teman teman sang adik "Lalu kenapa sewaktu saya tiba anda sudah tidak ada di tempat kejadian? Padahal jika saya ingat kembali, saya datang tidak jauh dari 30 menit setelah kejadian" Jeno ikut menahan nafas ketika Jungkook juga menatap mereka, seakan pertanyaan itu juga diajukan untuk mereka.
"Untuk itu saya mohon maaf, saya harus segera memberi tahu kejadian tersebut ke Bapak Presiden namun beliau tidak bisa saya hubungi. Terlebih para petugas di gedung itu masih sibuk mencari Jaemin, Jadi mau tidak mau saya harus mendatangi beliau"
Jungkook menghela napas, menipiskan bibir sebelum kembali mengajukan pertanyaan "apa ada hal yang bisa menguatkan pernyataan anda?"
Appanya sempat berfikir sejenak, "anda bisa meminta kesaksian Pak Presiden, atau memeriksa cctv" Appanya tak terlihat keberatan selama menjawab semua pertanyaan yang diajukan, membuat dirinya merasa lega. Ia hanya takut Appanya dicurigai karena hal yang tak ia lakukan.
"Jika cctv di gedung itu masih berfungsi, mungkin kita sudah menemukan Jaemin"
Semua orang yang ada di ruangan itu nampak tertegun, apa sebenarnya ini semua? Kenapa semua berjalan seperti sudah direncanakan? Kalau memang iya, siapa? Para pembenci?
------
Bugh
Bugh
Bugh
"Bagaimana rasanya melihat keluargamu hancur? Dengan matamu sendiri?"
Mata itu menyorot tajam, dengan darah yang menetes didahinya ia justru tertawa pelan mendengar ocehan itu. Ia berdecih kasar, kembali menatap laki laki berjas yang duduk didepannya. "Kau bahkan tak mampu memukul ku dengan tanganmu sendiri, ahjussi?" Namja itu menatap tanpa takut lawan bicaranya.
Yang jelas, dipikirannya saat ini adalah kata 'akhir' dihidupnya. Ia tertawa, akan semuanya -sia sia-
"KALIAN MAU BUNUH GUE KAN? BUNUH! TUNGGU APA LAGI?!" kedua tangannya terikat keatas juga kedua kakinya yang dirantai membuatnya merasa tak ada harapan lagi. Berhari hari ia disiksa namun sepertinya mereka memang tak berniat membunuhnya.
Bulu matanya yang lentik sudah dipenuhi darah dan membuat matanya semakin berat. Ia tertawa sekali lagi, membuat orang orang disekitarnya bingung. Namja itu, Na Jaemin ah ani, Kim Jaemin menghela napas "siapa nama anak sulungmu tuan? Jika aku mati, mungkin aku akan bertemu dengannya dan akan menyampaikan betapa sayang Appanya terhadapnya.
Rahang Bapak Presiden itu mengeras, mendekati Jaemin dan memukul perutnya. Jaemin terkekeh ketika mulutnya mengeluarkan darah yang cukup banyak, "kalau pun kau mati, kau tak akan bertemu anakku karena kau akan ke neraka sialan!" Jaemin lagi lagi tertawa karena rasa panas sekaligus perih menjalar ke pipinya.
Jaemin kemudian menatap Leetuk dingin, "ahjussi, aku tak tau lagi harus bereaksi apa. Fakta pertama, kau paman temanku Lee Jeno yang bahkan ia sendiri pun tak tau jika Bapak Presiden adalah pamannya. Fakta kedua, kau musuh Appaku. Fakta ketiga, entah benar atau tidak Appaku membunuh putra sulungmu dan membuat keluargamu hancur. Fakta keempat dan yang paling mengejutkan, Yoona? Jungkook? Mereka keluargamu? hidup memang sebercanda itu ya?" Entah pada siapa pernyataan sekaligus pertanyaan itu diajukan.
Jaemin tak habis pikir, lelucon apa ini semua? Dimulai dari fakta bahwa Na Taeyon adalah istri pertama Appanya dan sekarang? Apa lagi setelah ini? Fakta bahwa Jaemin anggota dari Boy Group NCT telah tiada?
Mereka keluar dari ruangan setelah puas menyiksa Jaemin. Jaemin menatap punggung mereka dengan sendu, entah kenapa disaat seperti ini tubuhnya sangat kuat bahkan ketika ia sudah memilih untuk menyerah.
Kesadarannya sudah hampir hilang hingga suara langkah kaki terdengar ditelinganya, apa lagi ini?
Ia tersentak ketika merasa rantai dikakinya terlepas, juga tak lama setelah itu ia merasa tali yang mengikat tangannya dilepas.
"Pergilah Jaemin, ini masih sore. Setelah kau keluar dari sini akan ada perempatan, dan pergilah kearah kanan" Mata Jaemin membola tak percaya, siapa dia?
Laki laki itu melanjutkan ucapannya, "Tak jauh dari situ, akan ada banyak taksi yang berkumpul. Bersegeralah, lewat jendela di belakangmu"
TBC.
Huhu akhirnyaaa i'm backkkk guysss terimakasih kalian sudah sangat sabar menungguu
Itu siapa yang nyuruh Jaemin pergi ya?
Echan:gaseyo~
VOMENTT!!
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH -(Na) Jaemin
Fanfiction[SLOW UPDATE] ❞𝙠𝙚𝙩𝙞𝙠𝙖 𝙨𝙚𝙗𝙪𝙖𝙝 𝙠𝙚𝙣𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙗𝙖𝙝𝙖𝙜𝙞𝙖 𝙢𝙚𝙣𝙟𝙖𝙙𝙞 𝙞𝙨𝙖𝙠 𝙩𝙖𝙣𝙜𝙞𝙨, 𝙙𝙞𝙨𝙞𝙩𝙪𝙡𝙖𝙝 𝙠𝙖𝙩𝙖 𝙧𝙞𝙣𝙙𝙪 𝙩𝙚𝙧𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙧 𝙡𝙚𝙗𝙞𝙝 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙚𝙨𝙖𝙠𝙠𝙖𝙣❞ Duri demi duri ia lewati, jawaban demi jawaba...