Chapter 25 Amarah

38 8 13
                                    

Happy Reading
-
-
-
-

Somi baru saja pulang dengan wajah yang sangat lusuh. Tadi ia bolos sekolah karena ia tahu kalaupun ia masuk kelas ia tidak akan bisa berkonsentrasi. Jadi tadi ia memilih naik taxi dan berkeliling tanpa tujuan hingga larut malam. Terlebih ia masih belum siap bertemu dengan orang-orang. Jadi tadi ia menggunakan masker saat naik taxi.

Somi masih takut memikirkan tentang pandangan orang-orang tentangnya sekarang. Setelah mereka tahu tentang kebenaran itu apa mereka akan menatap Somi dengan tatapan penuh kebencian?

"Darimana kamu?"

Somi terdiam mendengar suara bariton kakeknya. Sekarang ia sudah pasrah mendapat amarah dari sang kakek.

"Selamat malam kek."

"Malam, malam. Kamu itu sudah mau menentang kakek yah?! Apa kamu pikir semua perkataan kakek hanya bercanda?! Kenapa kamu bolos?!"

"Maaf kek!"

"Apa kata maaf sanggup memperbaiki segalanya? Enggak! Lihat nilai kamu! Lebih menjijikan dari sampah."

Somi terdiam mengatupkan bibirnya saat beberapa lembar kertas melayang mengenai kepalanya lalu berceceran dilantai.

Somi memejamkan matanya saat melihat beberapa nilai tugas dan ulangan yang berceceran dilantai. Sebenarnya nilainya tidak begitu buruk tapi kakeknya selalu saja menuntutnya untuk menjadi sempurna. Nilai 90 kebawah adalah nilai sampah bagi kakeknya.

"Apa ini hasil kerja keras kamu yang menurun di setiap ulangan?!"

Somi tidak menjawab, ia tidak tahu harus menjawab apa. Jujur selama beberapa hari ini ia terlalu tertekan sehingga nilainya turun drastis.

"Kenapa tidak jawab?! Berhentilah mempermalukan keluarga Esther! Berhenti menjadi sampah busuk keluarga Esther! Sekarang hanya kamu keturunan satu-satunya, jadi kamu harus belajar menjadi Esther seutuhnya dan berhenti menjadi sampah masyarakat seperti mama kamu!"

Somi mendongak sudah tidak tahan dengan ucapan sang kakek. "Kakek pikir aku robot? Aku juga manusia yang bisa melakukan kesalahan kapanpun. Aku udah berusaha sebisa aku, tapi hanya ini batas kemampuan aku."

"Yah kamu memang adalah robot, robot penjaga nama baik keluarga Esther. Jadi berhentilah bersikap seakan kamu manusia paling suci! Sekarang kerjakan tugas kamu sebagai pengganti Jeya! Kalaupun kamu tidak bisa sebaik Jeya, maka lakukan sampai batas yang kamu bisa!"

Somi mengepalkan tangannya kuat sampai-sampai buku-buku tangannya terlihat. Ia mendongak manatap kakeknya penuh luka.

"Apa selama ini kakek hanya menganggap aku sebagai pengganti Jeya? Apa tidak pernah sekalipun kakek menganggap aku sebagai Sonya? Aku juga cucu kakek, apa aku terlalu kotor untuk diakui sebagai cucu kakek?" Tanya Somi dengan napas tidak beraturan.

Somi tertawa. "Right. Jeya adalah cucu kesayangan kakek, cucu kakek yang paling sempurna, cucu kakek satu-satunya. Bagaimana bisa seorang upik abu menggantikan posisi Jeya yang sangat sempurna itu?"

"Benar. Kalau kamu ingin berhenti di cap upik abu maka berhentilah bermain-main dan mulai fokus untuk menjadi sempurna!"

"Gimana aku bisa berkembang dan menjadi sempurna kalau patokanku hanyalah Jeya. Bukankah menurut kakek aku tidak memenuhi kriteria untuk melampaui Jeya? Seberapa keras pun aku berjuang aku selalu berada setingkat lebih bawah dari Jeya dimata kakek, right?"

"Berhenti bicara! Masuk ke dalam kamar kamu!" Ucap kakeknya tanpa mau memandang Somi.

Tawa Somi semakin menjadi. "Kenapa kakek nggak mau mandang aku? Apa aku sehina itu sampai kakek nggak bisa mandang aku?"

FATED || (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang