Happy Reading
-
-
-
-Somi duduk di bangku pojok yang sudah ia duduki sekitar dua minggu. Pagi ini sudah ada beberapa anak yang sudah mengisi tempat duduk mereka masing-masing dan Somi tidak peduli, karena dikelas ini individualismenya cukup tinggi.
Sebenarnya ini masih terlalu pagi untuk berangkat ke sekolah. Tapi yah begitulah. Kalian tahu kan alasannya.
Kalau kalian tanya dimana Sam, Lea, dan Lucy. Meraka sudah memencar. Ada yang ke aula melakukan rapat, ada yang ke lapangan basket, dan satu lagi katanya dapat piket bersihin ruangan padus. Sepertinya hanya Somi yang tidak memiliki kesibukan.
Somi menoleh ke arah sampingnya melihat tas hitam milik Bomin yang ditaruh di atas meja. Sepertinya Bomin juga rapat di aula bersama dengan Lucy.
"Hei! Anjir! Beneran Sonya dong!" Seru seseorang. Somi mendengus lalu menoleh tapi seketika matanya berbinar.
"Lah Johan? Lo sekolah disini juga? Sejak kapan?" Tanya Somi gembira.
"Gini nih yang namanya kacang lupa kulitnya. Baru tenar temen dilupain. Masa lo nggak tahu gue sekolah disini?"
"Dih nggak gitu njir! Gue benar-benar nggak tahu kalau lo sekolah disini juga. Kalau lo tahu dari awal kenapa lo nggak nyapa gue?" Tanya Somi. Dia memang bukan pengamat yang baik dan tidak peka.
"Emangnya siapa yang mau nyapa Sonya si pemarah. Gue udah lihat videonya dan woww anak kucing gue udah tumbuh jadi macan ternyata." Ucap Johan terkekeh.
"Sialan lo!"
"Btw lo ngapain sih Soy pakek acara mau bunuh diri segala? Kalau lo kangen sama kakak lo, lo tinggal jenguk dia di kuburan jangan nemuin dia di akhirat. Emang lo mau saat Jeya udah berhenti disiksa dan lo datang membawa penderitaan lain buat Jeya? Seharusnya lo belajar dari Jeya agar tidak mengambil keputusan yang salah." Jelas Johan panjang lebar.
"Udah nasehatnya?"
"Ck ini anak-"
Somi mengangkat sebelah tangannya. "Lihat gue!" Somi menangkup kedua pipi Johan agar memandangnya. "Lo lihat? Sonya udah sehat, Sonya adalah orang kuat. Sonya kan kucing yang memiliki 9 nyawa. Buktinya gue masih hidup."
Johan menurunkan tangan Sonya dari pipinya. "Sekarang lo selamat. Awas aja nanti lo ngelakuin itu lagi gue sumpahin lo dapat neraka."
"Anjir jahat bener dah lo." Ucap Somi cemberut.
"Tapi gue nggak nyangka sih sama respon orang-orang. Sumpah sekarang keknya orang-orang sudah berpecah jadi dua. Ada yang percaya sama lo ada yang enggak. Gue pengen rasanya ngejahit mulut yang nggak percaya. Emang dia tahu apa tentang kejadian itu? Sosoan menghakimi. Gue bilang yah Soy, itu cuma fans karbitan lo yang nggak akan nolongin lo dimasa susah. Jadi lo nggak usah mikirin mereka semua!"
Somi menghela napas. "Iya gue tahu. Bisa dibilang masalah ini tuh untuk menyaring orang-orang yang beneran sayang sama gue dan yang enggak. Right?"
Johan menepuk kepala Somi tersenyum. "Anak pintar!"
"Btw kok lo percaya sih sama gue? Kan lo juga nggak tahu kejadian sebenarnya?" Tanya Somi penasaran.
"Lo mempertanyakan itu sama gue?" Tanya Johan tak percaya. "Hanya orang gila yang nggak percaya sama adik kecil manisnya yang sekarang udah tumbuh dewasa."
"Aaaaaa abanghhhh"
"Yes babe?"
"Anak anjeng, jijik gue bangke!" Somi memukul Johan yang membuat Johan tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATED || (Revisi)
Teen FictionSomi tidak pernah tahu kalau takdir akan semengerikan ini. Menurut orang mungkin Somi sangatlah sempurna, tapi tidak bagi Somi, baginya hidupnya penuh dengan keburukan yang penuh akan kebohongan. Somi tidak tahu apa kesalahannya terdahulu sehingga i...